Seorang yang telah mencapai tingkatan baqa’ atau keabadian dan ia tidak akan mencapai tingkatan ini kecuali jika ia telah larut di dalam lautan Ilahi. Ia melihat segala sesuatu dengan pandangan Allah swt, semuanya diberikan haknya masing-masing serta ditempatkan di tempatnya masing-masing, dan ia memenuhi segala haknya masing-masing dengan sempurna. Baik itu hak Allah swt maupun hak makhluk-Nya, sedikitpun ia tidak teralihkan pandangannya dari Allah swt dan ia tidak tertutupi dari kedudukannya.
Ada kalanya seorang yang telah mencapai tingkatan fana terlihat padanya tanda-tanda sebagai seorang ahli baqa’, demikian pula sebaliknya. Sebenarnya keadaannya tidak sadar, sehingga ada kalanya engkau lihat diantara orang-orang yang telah mencapai tingkatan baqa’ ini bisa menceritakan keadaan mereka yang berada di dalam tingkatan fana. sebagaimana yang diceritakan tentang kisah asy–Syeikh Abul Hasan asy–Syadzili ketika ia berada di dalam sebuah majelis.
Ia berkata: “Kami tidak mencintai apapun selain Allah.” Sampai ada seorang yang berkata kepadanya: ‘Sesungguhnya kakekmu pernah bersabda: ‘Sesungguhnya hati manusia akan mencintai seorang yang telah berbuat baik kepadanya.”
Lalu al-lmam Abul Hasan berkata: “Sesungguhnya kami tidak melihat ada yang dapat melihat kebaikan selain hanya Allah swt. andaikata ada orang yang berbuat kebaikan, maka ia bagai fatamorgana, engkau lihat ia baik, tetapi jika engkau memeriksanya maka engkau tidak akan mendapatkan kebaikan sedikitpun padanya.”
Maksudnya ia selalu peduli kepada makhluk. Untuk merasakan bahwa tidak ada yang berbuat baik, kecuali hanya Allah swt, tidaklah mudah dan bahkan sulit untuk mengutarakannya. Akan tetapi seorang yang telah mencapai tingkatan baqa’, maka perasaan tersebut tidak sulit baginya untuk mengutarakannya.
Ketika seorang sufi harus menerima sesuatu dari tangan seorang. maka sebaiknya ia melakukannva berdasarkan ilmu pengetahuan dan tatakrama lahir dan batin. Adapun ilmu lahir adalah engkau tidak boleh menerima sesuatu kecuali yang diperbolehkan menurut syari’at.
Adapun ilmu batin adalah engkau tidak boleh menerima sesuatu yang tidak engkau butuhkan, kecuali dengan niat untuk mengeluarkannya kembali kepada orang lain tanpa ada keinginan sedikitpun untuk memiliki. Sedangkan arti keinginan itu sendiri adalah sesuatu yang engkau harapkan dan engkau inginkan untuk mendapatkannya dari tempat tertentu. Ini termasuk tatakrama batin, jika seorang melaziminya, maka hal itu adalah baik.
Menurut ilmu batin, seorang harus percaya bahwa Allah swt adalah Dzat Maha Pemberi yang utama. Dia memberi karunia kepada seorang, dan Dia pula yang mengilhaminya untuk menyalurkan karunianya itu kepada orang lain. Kebaikan apapun yang dilakukan oleh seorang, pada hakekatnya adalah untuk dirinya sendiri.
Maka tanyakanlah kepadaku: “Apabila seorang telah merasakan bahwa kebajikan apapun yang ia terima dari seorang, semuanya berasal dari Allah swt, maka apakah ia hanya memandang baik kepada orang itu ataukah ia harus memandang baik pula kepada Allah swt? Meskipun demikian, janganlah engkau lupa dari berterima kasih dan berdo’a untuk orang-orang yang telah berbuat baik kepadamu.”
Sebab, Allah swt memerintahkanmu untuk berterima kasih kepada mereka, dan Allah swt pula yang menjadikan mereka untuk berbuat baik kepadamu. Karena itu, Allah swt menghargai kebajikan mereka dan Allah swt pun menyuruhmu untuk menghargai pula kebajikan mereka. Dari keterangan diatas dapat engkau ketahui etika menerima pemberian dari manusia menurut ahli fana, ahli baqa’ dan ahli suluk, maka perhatikanlah baik-baik dan amalkanlah.
Sumber: Inilah Jawabku Karya Al Allamah AlHabib Abdullah bin Alawi AlHaddad