Aku ditanya tentang seorang ketika mendengar bait-bait puisi, maka rohaninya tergetar, sehingga ia merasa letih karenanya, maka sebaiknya ia menghadiri majelis yang diperdengarkan bait-bait puisi di dalamnya ataukah tidak?
Ketahuilah, bahwa mendengar bait-bait puisi cukup berbahaya, sehingga al-Qutub ar-Rabbani al-Habib Abdullah ibnu Abubakar al-Aydrus berkata: “Adakalanya Allah menuberikan petunjuk kepada seorang karena ia mendengar bait-bait puisi yang didendangkan oleh seorang, dan ada kalanya Allah menyesatkan seribu orang karenanya.”
Yang perlu diterangkan di sini adalah pengaruh yang ditimbulkan oleh bait-bait puisi yang didendangkan tersebut. Seharusnya bait-bait puisi yang didendangkan dapat membangkitkan perasaan yang positif dan benar dan bebas dari pengaruh hawa nafsu, karena itu tidak boleh mendengar bait-bait puisi kecuali karena ilmu pengetahuan.
Sebaik-baik bait puisi yang didendangkan adalah yang dapat memberi pengaruh yang positif, seperti ketika seorang mendengar ayat-ayat al-Qur’an, Sunnah Nabi dan nasehat-nasehat yang baik. Pengaruh yang baik dari mendengar bait-bait puisi atau lagu-lagu yang indah adalah sesuatu yang terpuji, asalkan terkait erat dengan masalah-masalah agama atau jika tidak terkait dengannya, maka hukumnya boleh atau mubah, asalkan tidak keluar dari batasan mubah.
Yang kami terangkan di sini adalah puisi-puisi yang dapat menenangkan hati pendengarannya. Di luar itu, banyak buku-buku agama yang menerangkan tentang hukumnya mendengarkan lagu-lagu, khususnya Kitab Ihya’ dan al-‘Awarif. Adapun jika seorang mendapatkan hasil positif seperti yang kami bicarakan di atas, jika ia takut riya’ kepada orang lain ketika mendengarnya, maka lebih utama baginya jika ia tidak menghadiri majelis-majelis yang diperdengarkan lagu-lagu di dalamnya.
Jika ia tidak takut mengenai hal itu, tetapi mendengarnya tidak memberinya keuntungan apapun, misalnya dapat menambah rasa rindunya kepada Allah swt, atau menambah frekuensi ibadah kepada-Nya, maka tidak menghadirinya lebih baik baginya, sebab tidak baik seorang jika seorang membuang waktunya sia-sia.
Tetapi jika kehadirannya membawa keuntungan baginya dan bagi agamanya, maka ia boleh merapertimbangkan untung ruginya dan baik buruknya. Pokoknya, para arif tidak melarang seorang membuang waktunya atau meletihkan tubuhnya demi untuk membersihkan hatinya dan menenangkannya. Sebab, masalah ini lebih penting bagi mereka dari pada mendapatkan keuntungan yang lain.
Sumber: Inilah Jawabku Karya Al Allamah AlHabib Abdullah bin Alawi AlHaddad