Suatu hari Abdullah bin Ja’far pergi mendatangi tanah miliknya. Lalu ia mampir ke kebun kurma milik seseorang. Di kebun itu ada seorang budak lelaki sedang bekerja dan jatah makanan pokok untuknya telah dikirimkan. Lalu masuklah seekor anjing ke dalam kebun. Budak itu lantas melemparkan sepotong makanan miliknya, lalu anjing itu memakannya. Ia lalu melemparkannya lagi untuk kedua dan ketiga kalinya, sedangkan Abdullah hanya melihatnya. Abdullah lalu bertanya, “Berapa banyak jatah makanan pokokmu setiap hari?” Budak itu menjawab, “Sebagaimana yang engkau lihat sendiri.” Lantas Abdullah bertanya lagi, “Lalu mengapa engkau memilih untuk memberikannya kepada anjing itu daripada dirimu?” Budak itu menjawab, “Anjing itu bukan berasal dari sini. la datang dari negeri yang jauh dan kelaparan. Aku tidak senang bila diriku kenyang sedangkan pada saat yang sama ia kelaparan.” Abdullah kembali bertanya, “Lalu apa yang akan engkau lakukan hari ini?” Budak itu menjawab, “Aku akan menahan lapar sehari ini.” Lantas Abdullah mengatakan, “Aku pantas dicela atas reputasiku sebagai dermawan. Sesungguhnya budak ini lebih dermawan daripada aku.” Abdullah kemudian membeli kebun itu, budak tersebut, dan semua peralatan yang dipakainya. Lalu ia membebaskan budak itu dan memberikan kebun itu kepadanya.
Umar r.a. menceritakan, “Salah seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam pernah mendapat hadiah satu kepala kambing. Sahabat itu lantas mengatakan, Ada saudaraku (seiman) yang lebih membutuhkan ini daripada diriku.’ Lalu ia mengirimkan kepala kambing itu kepada saudaranya. Kepala kambing itu kemudian terus berpindah-pindah hingga tujuh rumah dan kembali lagi kepada sahabat yang pertama menerimanya.”
Diriwayatkan dari Abul Hasan Al-Anthaki bahwa pada suatu hari ada 30 orang lebih berkumpul di rumahnya, di dekat Rai. Mereka hanya mempunyai sedikit roti dan jumlah itu tidak cukup untuk mengenyangkan mereka semua. Mereka pun memotongnya kecil-kecil, mematikan lampu, lalu duduk untuk menyantap makanan. Ketika lampu kembali dinyalakan, ternyata makanan itu tidak berkurang. Tak seorang pun memakannya karena mereka masing-masing mementingkan sahabatnya daripada diri sendiri.
Sumber: Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Mukhlikat Ihya ‘Ulum al-Din karya Al Habib Umar bin Hafidz