Ali—karramallahu wajhah wa radhiyallahu ‘anhu—menyatakan dalam salah satu khutbahnya, “Akan datang pada manusia suatu zaman yang amat menggigit (kejam). Orang-orang yang diberi kelebihan harta akan menggigit dengan kuat harta yang ada di tangannya padahal mereka tidak diperintahkan untuk itu. Padahal Allah Swt. telah berfirman, Dan janganlah kalian melupakan keutamaan di antara kalian!’
Abdullah bin Amru menyatakan, “Ketamakan lebih buruk daripada kebakhilan. Sebab, orang tamak menginginkan apa yang ada di tangan orang lain, lalu mengambilnya; ia pun berlaku kikir terhadap apa yang ada di tangannya dan menahannya. Adapun orang bakhil hanya berlaku pelit terhadap apa yang ada di tangannya.”
Allah Swt. berfirman, Sungguh, Kami telah memasang belenggu di leher mereka. Mengenai ayat ini, Adh-Dhahhak menyatakan, “Allah mengekang tangan-tangan orang yang pelit sehingga mereka tidak mau berinfak di jalan-Nya, dan pada saat yang sama mereka tidak bisa melihat petunjuk dari-Nya.” Ka’ab mengatakan, “Tidak ada pagi, kecuali Allah mengutus dua orang malaikat untuk berseru, ‘Ya Allah, percepat kehancuran bagi orang pelit; percepat keuntungan bagi orang dermawan.'”
Abu Hanifah—rahimahullah—mengatakan, “Aku tidak bisa menilai orang pelit sebagai orang yang adil. Sebab, kebakhilan telah membuat orang pelit menjadi banyak “perhitungan” sehingga ia mengambil lebih dari haknya karena khawatir haknya dikurangi. Orang yang seperti ini tidak bisa dipercayai.” Ali—karramallahu wajhah wa radhiyallahu ‘anhu—mengatakan, “Demi Allah, orang dermawan tidak akan pernah memperhitungkan hak-haknya. Sebab, Allah Swt. telah berfirman, Dan Muhammad memberitahukan sebagian yang diberitakan Allah kepadanya dan menyembunyikan sebagian yang lain.” Bisyr mengatakan, “Melihat orang pelit bisa mengeraskan hati; bertemu mereka merupakan bencana bagi hati orang-orang mukmin.”
Sumber: Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Mukhlikat Ihya ‘Ulum al-Din karya Al Habib Umar bin Hafidz