Sayyidina Umar r.a. meriwayatkan, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam membagikan sesuatu. Lalu kukatakan kepada beliau, ‘Orang lain ada yang lebih berhak daripada mereka.’ Rasulullah lantas menjelaskan, ‘Mereka memberiku dua pilihan: mereka meminta-minta dengan cara yang buruk atau mereka mengatakan bahwa aku pelit. Padahal aku bukan orang pelit.'”
Abu Said Al-Khudri mengisahkan, “Ada dua orang masuk menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam. Lantas mereka menanyakan harga unta kepada beliau. Rasulullah lalu memberi mereka uang dua dinar. Setelah keluar dari (ruangan) Rasulullah, mereka berpapasan dengan Umar r.a. Mereka lantas memuji-muji dan mengucapkan terima kasih atas kebaikan yang diberikan Rasul kepada mereka. Umar lalu menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam dan menceritakan apa yang dikatakan dua orang tadi. Rasul lantas bersabda, ‘Padahal orang yang pernah kuberi sebanyak 10 sampai 100 dinar pun tidak pernah berkata seperti itu. Sesungguhnya salah seorang di antara kalian meminta sesuatu kepadaku, lalu ia pulang dengan mengempit permintaannya di bawah ketiak. Padahal itu adalah api neraka.’ Umar lalu bertanya, ‘Lalu mengapa engkau beri mereka api neraka?’ Rasul menjawab, ‘Mereka memaksa untuk meminta kepadaku; sedangkan Allah tidak menginginkan jika aku berlaku pelit.'”
Muhammad bin Al-Munkadir mengisahkan, “Dikatakan: apabila Allah menghendaki keburukan pada suatu kaum, Dia menjadikan orang yang paling buruk di antara mereka sebagai pemimpin dan menjadikan rezeki mereka di tangan orang-orang pelit di antara mereka.”
Sumber: Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Mukhlikat Ihya ‘Ulum al-Din karya Al Habib Umar bin Hafidz