Hasan Bashri ra. Mengatakan, “Allah mengasihi suatu kaum yang menganggap dunia sebagai titipan. Mereka mengembalikan titipan itu kepada orang yang memberinya amanat kemudian mereka bisa beristirahat tanpa beban.” Ia pun pernah mengatakan, “Jika ada yang menyaingimu dalam hal agama, maka bersainglah dengannya. Namun jika ada yang menyaingimu dalam urusan dunia, lemparkanlah dunia itu ke lehernya”
Fudhail bin lyadh menuturkan, “Lama sekali aku merenungkan ayat ini, Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami menguji mereka, siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. Dan Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang diatasnya menjadi tanah yang tandus dan kering” (QS. Al-Kahfi [18] : 7-8).
Sebuah syair menyatakan:
Siapa yang memuji dunia demi suatu kehidupan yang menyenangkannya.
Demi usiaku, ia bakal mencelanya dalam waktu yang tidak lama.
Jika dunia pergi, manusia meratapinya
Namun jika dunia dating, banyak sekali keresahan baginya
Abu Sulaiman Ad-Darani mengatakan, “Siapa yang mencari dunia karena cinta padanya, ia tidak akan diberi sedikit pun, kecuali ia akan meminta lebih. Siapa yang mencari akhirat karena cinta padanya, ia tidak akan diberi sedikit pun, kecuali ia akan meminta lebih. Dalam hal ini tidak ada batasnya.”
Seorang lelaki berkata kepada Abu Hazim, ‘Aku mengadukan kepadamu kecintaanku pada dunia, padahal aku tidak memiliki rumah.” Abu Hazim lalu mengatakan, “Lihatlah apa yang Allah berikan kepadamu. Jangan engkau ambil, kecuali yang halal, dan jangan pula engkau letakkan, kecuali pada tempat yang benar. Maka, cinta dunia tidak akan membahayakanmu.” Abu Hazim mengatakan demikian karena jika lelaki itu mengikuti sarannya, tentu hal itu akan membuatnya capek dan bosan sehingga ia menginginkan pergi dari urusan mencari dunia.
Fudhaii bin lyadh mengatakan, “Seandainya dunia terbuat dari emas yang fana, sedangkan akhirat dan keramik yang kekal, tentu lebih baik kita memilih keramik yang kekal daripada emas yang bakal musnah. Maka, bagaimana mungkin kita memilih keramik yang fana (dunia) dan meninggalkan emas yang kekal (akhirat)!? Ibnu Mas’ud menuturkan, “Tidaklah salah seorang manusia bangun pagi, kecuali ia adalah tamu, sementara hartanya adalah pinjaman. Sang tarnu akan pergi, sedangkan pinjaman dikembalikan.” Senada dengan ucapan Ibnu Mas’ud., sebuah syair menyatakan:
Tidak lain
Harta dan Keluarga hanyalah titipan
Pada suatu ketika
Titipan harus dikembalikan
Pada suatu ketika Rabiah Al-Adawiyah dikunjungi teman-temannya. Lalu teman-temannya itu membicarakan ihwal dunia, seraya mereka mencela dunia. Rabi’ah lalu berkata: Berhentilah menyebut-nyebut dunia. Kalau bukan karena kedudukannya di hati kalian, tentu kalian tidak banyak menyebutnya. lngatlah! Siapa yang menyukai sesuatu, ia banyak menyebutnya.” Sebuah syair mengatakan:
Aku melihat pencari dunia
Meski panjang umurnya dan memperoleh kesenangan dan kenikmatan karena dunia
Ia laksana pembangun
yang mernbangun bangunan dan rnendrikannya
Ketika bangunan itu telah berdin tegak
Tidak lama sesudahnya
Bangunan itu pun hancur binasa
Syair lain menyatakan:
Takutlah dunia digiring kepadamu
Bukankah penghujung dunia adalah kefanaan
Duniamu hanyalah ibarat bayangan
Menaungimu sejenak kemudian ia menghilang
Sumber: Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Mukhlikat Ihya ‘Ulum al-Din karya Al Habib Umar bin Hafidz