Aku pernah ditanya tentang konsentrasi yang dipaksakan, apakah itu? Ketahuilah, bahwa sejak di awal kejadiannya manusia sudah terbiasa dengan hati yang kosong dan sudah siap untuk menerima apa saja yang hadir di hatinya, baik yang menyebabkan hatinya menjadi baik dan bcrcahaya, ataupun yang menjadikan hatinya rusak dan gelap.
Apapun yang hadir pertama kali di hatinya, maka hal itu akan kokoh bersemayam di hatinya, dan untuk menghilangkannya diperlukan paksaan dan perjuangan yang cukup berat. Ketahuilah, bahwa yang pertama kali hadir di hati setiap orang adalah jiwa kebendaan dan ingin hidup kekal dan senang. Perasaan ini merupakan pendengaran dan penglihatan pertama yang hadir di hatinya dari kawan-kawan sekitarnya.
Ketika perasaan mengenal Allah swt dan mengenal hak-hak ketuhanan-Nya serta tuntutan untuk mengabdi kepada-Nya menurut semestinya hadir di hati seseorang setelah perasaan cinta kepada keduniaan bersemayam kokoh di hatinya, maka perasaan yang kedua tidak akan mendapat tempat yang kokoh di hatinya, eksistensinya selalu terombang-ambing dan tidak mantap.
Maka pada saat itu, seorang yang ingin mcngokohkan perasaan makrifatnya di dalam hatinya dan ingin menjadikan hatinya selalu terfokus atau hadir di hadapan Allah swt, baik dalam ibadahnya maupun di segala kondisinya ia harus menghilangkan secara total rasa cintanya kepada dunia yang telah bersemayam di hatinya lebih dahulu dengan berbagai latihan dan pengontrolan jiwa.
Dalam proses di atas, ia membutuhkan perjuangan yang berat dan pelatihan diri, yang mungkin ringan dan mungkin berat. Semuanya berbeda sesuai dengan kesediaan jiwa nya, apakah sudah prima ataukah belum. Juga akan berbeda menurut bimbingan dan semangatnya, apakah kuat atau lemah. Juga akan berbeda berdasarkan kecenderungan hatinya yang pertama, apakah kokoh ataukah lemah, sebab masalah ini ada yang telah kokoh dan ada pula yang masih lemah.
Apa yang telah kami terangkan di atas tidaklah khusus tentang masalah konsentrasi hati seorang kepada Allah swt, tetapi terkait juga dengan masalah budi pekerti yang terpuji yang menjadi sumber amal-amal kebajikan. Sebab, seorang santri yang ingin mempunyai budi pekerti yang terpuji, pada mulanya ia butuh kesabaran dan perjuangan yang keras. Dan iapun akan mendapatkannya dengan kesulitan dan beban yang berat, dan ia harus melakukan semua perintah ini sampai ia mendapatkannya dengan diiringi kelezatan dan kenyamanan.
Jika seorang mengetahui hal itu, maka ketahuilah bahwa kehadiran hati ke hadirat Allah swt merupakan roh bagi semua ibadah, hanya itulah yang diwujudkan oleh para ahli hakekat, dan hanya itulah yang paling diharapkan oleh para ‘arifin billah Sebab, setiap amal kebajikan yang dikerjakan oleh seorang hamba tanpa diikuti kehadiran hatinya kepada Allah swt, maka amal kebajikan tersebut menurut para ‘arifbillah lebih dekat mendapat siksa dan hijab dari pada mendapat mukasyafah dan pahala.
Adapun cara untuk menghadirkan hati kepada Allah swt di dalam berbagai ibadah, hendaknya seorang melihat apa saja yang biasa mengganggu perasaannya, kemudian hendaknya ia menepisnya sejauh mungkin. la terbagi menjadi dua bagian. Pertama, pengaruh yang datang dari panca indera, seperti indera pendengaran dan indera penglihatan, untuk menepis keduanya adalah dengan cara berkhalwat.
Kedua, segala gejolak nafsu dan bisikan yang timbul di dalam hati. cara menepisnya adalah berpaling dari pada secara total, dan menyibukan hati kita dengan sarana lisan, seperti memperbanyak membaca al-Qur’an atau memperbanyak berdzikir. Dan bisa juga dengan cara memfokuskan hati kita untuk mendengar dan menyimak dari bacaan orang lain. Dan untuk mendukung hal ini adalah dengan cara mengokohkan hati kita dan menghafal apa saja yang kita dengar dari orang lain lewat sarana jiwa maupun indera.
Apabila seorang sudah dapat memaksa hatinya untuk hadir ke hadirat Ilahi,maka hendaknya ia berusaha meningkatkan perasaannya ini ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu menerjemahkan ke dalam hatinya semua makna dzikir yang diucapkan oleh lisannya, misalnya ia menerjemahkan dalam hatinya makna tauhid ketika lisannya mengucapkan Laa ilaaha illallah, dan ia menerjemahkan makna tanzih atau kcsucian Allah swt dan takdzim atau keagungan Allah swt ketika lisannya mengucapkan kalimat Subhanallah dan AllaahuAkbar.
Sumber: Inilah Jawabku Karya Al Allamah AlHabib Abdullah bin Alawi AlHaddad