Kesombongan terbagi menjadi dua, kesombongan batin dan lahir. Kesombongan batin adalah sifat di dalam hati, sementara kesombongan lahir adalah perbuatan yang tampak dari anggota badan. Sifat sombong itu sendiri lebih tepat disematkan pada kesombongan batin. Sebab, inti dari kesombongan adalah apa yang ada di dalam hati, yaitu perasaan tenteram dan senang melihat diri lebih daripada orang yang disombongi.
Adapun ujub (sifat kagum pada diri sendiri) hanya membutuhkan adanya orang yang ujub itu sendiri, dan tidak mungkin ada orang berlaku sombong, kecuali ada orang lain bersamanya, di mana ia menganggap dirinya lebih daripada orang lain tersebut.
Keyakinan bahwa diri sendiri mempunyai kedudukan tertentu, dan orang lain memiliki kedudukan tertentu, namun kedudukan diri sendiri lebih tinggi daripada kedudukan orang lain, akan menimbulkan kepercayaan, kekaguman, perasaan cukup dan perasaan hebat terhadap diri sendiri. Dan, itulah yang dinamakan sifat sombong. Jadi, kesombongan adalah suatu kondisi yang terjadi di dalam hati yang disebabkan oleh keyakinan-keyakinan tersebut. Allah taala berfirman, Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan (bukti) yang sampai kepada mereka, yang ada dalam dada mereka hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang belum mereka capai. Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kibrun ma hum bi bdlighihi pada ayat tersebut adalah Keagungan yang belum mereka capai.
Keagungan tersebut menyebabkan munculnya perilaku-perilaku lahiriah maupun batiniah sebagai buahnya, dan perilaku-perilaku itu dinamakan kesombongan (takabbur). Jika seseorang yang sombong merasa kedudukannya tinggi, ia akan merendahkan orang yang kedudukannya lebih rendah, menghinanya, menjauhinya dan enggan berkumpul dan makan bersamanya. Jika kesombongannya bertambah, maka ia akan merasa berhak untuk berdiri tegak di hadapan orang tersebut. Dan jika kesombongannya lebih tinggi, ia tidak akan mau menggunakan jasanya. Namun, jika ia merasa kedudukannya lebih rendah dari orang yang disombonginya. ia tidak suka disamakan dengannya, meninggikan dirinya di berbagai pertemuan, dan menunggunya mengucapkan salam terlebih dahulu kepada dirinya. Jika berdiskusi, ia tidak suka dibantah. jika dinasihati, ia tidak mau menerima. jika menasihati, nasihatnya penuh dengan kecaman. jika mengajar, ia tidak bisa berlaku lembut, tetapi justru membentak dan menyebut-nyebut kebaikannya. Jadi, orang yang sombong melihat kebanyakan orang seperti melihat keledai.
Sumber : Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Muhlikat Ihya ‘Ulum al-din karya Habib Umar bin Hafidz