Manusia tidak sepatutnya mencintai kedudukan dan harta benda, kecuali sebatas untuk mendapatkan kemaslahatan dan menolak kemudaratan. Namun, tabiat manusia memang mengagumkan, suka mengumpulkan dan menimbun harta benda dan menginginkan kedudukan setinggi-tingginya di mata manusia. Seandainya seseorang sudah mempunyai dua lembah berisi emas, niscaya ia masih menginginkan lembah yang ketiga. Tidak hanya itu, ia pun menginginkan agar pengaruhnya bisa menembus seluruh penjuru negeri meskipun ia pesimis soal itu.
Kecintaan manusia pada kedudukan dikarenakan dua sebab. Pertama, untuk menyingkirkan ketakutan. Meskipun berkecukupan, manusia senantiasa berpanjang angan-angan dan terlintas di benaknya bahwa hartanya bisa saja hilang. Karena itu, ia membutuhkan harta lebih banyak lagi. Maka, terbitlah ketakutan di dalam hatinya. la setiap saat memperhitungkan umur yang panjang dan memperhitungkan kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhinya, menghitung kemungkinan datangnya bencana yang menimpa harta bendanya. inilah ketakutan yang tidak bisa dihentikan dengan harta sebanyak apa pun. Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam pernah bersabda, “Ada dua penuntut yang tak pernah kenyang: penuntut ilmu dan penuntut harta.'” Ketakutan semacam itu membuatnya mencintai kedudukan. la senantiasa memperhitungkan cara mengumpulkan harta yang menyebabkan dirinya pergi meninggalkan negerinya atau mendatangi orang yang datang ke negerinya untuk mencari cara mendapatkan keuntungan dari mereka. Sebab kedua, keinginan untuk sempurna. Sebab ini lebih kuat daripada yang pertama. Sebab, ruh adalah perkara yang bersifat rabbani. Artinya, ia termasuk rahasia ilmu kasyaf yang tidak setiap orang bisa melihatnya. Engkau sudah tahu bahwa hati mempunyai kecenderungan untuk bersifat laksana hewan ternak, seperti makan, laksana binatang buas, seperti membunuh dan memukul, laksana setan, seperti menipu dan berlaku licik, dan bersifat rabbani, seperti perkasa, berkuasa, dan minta dimuliakan. Jadi, kesempurnaan merupakan sifat rabbani dan disukai manusia.
Sumber: Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Mukhlikat Ihya ‘Ulum al-Din karya Al Habib Umar bin Hafidz