Kelompok kedelapan
Orang dari kelompok ini tinggal di Makkah dan Madinah, tetapi ia teperdaya karenanya. la tidak mcngawasi hatinya dan tidak membersihkan lahir dan batinnya, seraya dengan bangga mengatakan, “Aku telah tinggal di Makkah selama sekian tahun.” Padahal selama di sana, matanya dengan penuh kerakusan mencari-mencari harta kotor'” manusia. Jika telah mendapatkan harta itu, tidak sesuap pun ia sedekahkan. Maka, yang tampak padanya hanya sifat riya, kikir, tamak, dan sifat-sifat merusak lainnya.
Jadi, semua amal dan ibadah mengandung potensi penyakit. Siapa yang tidak mengetahui pintu-pintu masuk penyakit itu, ia termasuk orang yang teperdaya. Penjelasan mengenai hal ini bisa dilihat dalam kitah Ihya’ Ulum al-Din. Tujuan kita sekarang hanyalah menunjukkan garis besarnya saja.
Kelompok kesembilan
Orang dari kelompok ini bersikap zuhud terhadap dunia. la merasa cukup dengan pakaian dan makanan murahan, dan merasa cukup tinggal di masjid. Ia menyangka dirinya termasuk orang-orang zuhud, padahal sebetulnya ia ingin memperoleh kedudukan, baik sebagai orang yang berilmu, pemberi nasihat, maupun sekadar sebagai orang zuhud. la meninggalkan perkara yang lebih remeh, tetapi mengambil hal yang lebih merusak. Sebab, kedudukan lebih merusak daripada harta. Seandainya ia meninggalkan kedudukan dan mengambil harta, Itu lebih dekat pada keselamatan. la tidak mengerti bahwa orang yang berambisi pada kedudukan harus berlaku munafik, iri, sombong, riya, dan menyandang sifat-sifat tercela lainnya.
Kadang-kadang orang dari kelompok ini tidak berambisi pada kedudukan dan lebih memilih uzlah, mengasingkan diri. Akan tetapi, ia menyombongkan diri terhadap orang-orang kaya, berkata kasar kepada mereka, dan merendahkan martabat mereka. Ia berharap untuk dirinya lebih banyak daripada berharap untuk mereka. Mungkin saja ia menolak pemberian orang, tetapi itu ia lakukan karena takut dikatakan bahwa kezuhudannya telah gagal. Jika dikatakan kepadanya, “Ini halal. Ambillah terang-terangan, lalu kembalikan sembunyi-sembunyi,” ia menolak karena khawatir dicela orang lain. Mungkin saja ia pun lebih menghormati orang kaya daripada orang miskin; lebih condong kepada murid-murid dan orang-orang yang memujinya; dan cenderung meninggalkan orang-orang yang condong kepada orang zuhud selainnya.
Di antara hamba-hamba Allah, ada orang yang berlaku keras terhadap tubuhnya. Misalnya, ia melaksanakan shalat seribu rakaat dan mengkhatamkan Al-Quran dalam sehari semalam. Namun pada saat yang sama, ia tidak menjaga dan mengawasi hatinya. la tidak tahu bahwa pada tindakan yang demikian terdapat kehancuran. Sekeping amal orang yang bertakwa dan sebuah akhlak baik dari orang yang cerdas, lebih utama daripada amalan lahiriah sebesar gunung. Orang yang teperdaya ini bisa jadi juga tidak terlepas dari perilaku riya dan gila-pujian. Ia menyangka bahwa pujian manusia kepadanya menunjukkan bahwa ia diridhai Allah. la tidak tahu bahwa pujian itu dikarenakan ketidaktahuan mereka akan aib batinnya.
Sumber : Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Muhlikat Ihya ‘Ulum al-din karya Habib Umar bin Hafidz