“Napas Uwais lalu terengah-engah sampai-sampai aku mengiranya telah jatuh pingsan. Kemudian ia berkata, ‘Wahai putra Hayyan. Ayahmu telah meninggal dan engkau pun sudah mendekati kematian. Mungkin ke surga dan mungkin juga ke neraka. Ayahmu Adam, ibumu Hawa, Nuh, Ibrahim kekasih Allah, Musa penyeru Allah, Dawud khalifah Allah, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam utusan Tuhan semesta alam, Abu Bakar khalifah orang-orang Muslim, serta Umar bin Khaththab saudara dan kekasihku, semuanya telah meninggal.”
Kemudian aku berkata, “Duhai Umar, duhai Umar …! Semoga Allah memberkatimu. Sesungguhnya Umar belum meninggal.” Uwais mengatakan, “Sungguh, Tuhanku telah mengabarkan kepadaku berita kematiannya dan juga kematianku.” Kemudian ia menambahkan, “Aku dan engkau akan berkumpul dengan orang-orang yang sudah meninggal seakan-akan hal itu sudah terjadi.” Kemudian ia mengucapkan shalawat untuk Nabi Shallallah alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam , lalu membaca doa-doa dengan suara sangat pelan.
“Kemudian Uwais berkata, ‘Pesanku untukmu, wahai Harim bin Hayyan, Kitab Allah dan jalan orang-orang saleh. Engkau harus senantiasa mengingat maut. Jangalah hatimu lalai dari ingatan tersebut, walaupun sekejapan mata. Nasihati kaummu jika engkau telah kembali kepada mereka. Nasihati pula semua umat. Jangan sekali-kali engkau memisahkan diri dari jamaah muslimin, walaupun hanya sejengkal. Sebab, itu bisa memisahkanmu dari agamamu, sementara engkau tidak menyadarinya, lalu engkau masuk ke neraka pada Hari Kiamat. Berdoalah untukku, juga untuk dirimu sendiri.'”
“Kemudian Uwais berdoa, “Ya Allah. Orang ini mengaku mencintaiku karena-Mu dan mengunjungiku karena-Mu. Maka, perlihatkan wajahnya kepadaku di surga; masukkan dia kepadaku di rumah-Mu, rumah kedamaian; lindungi dia selama di dunia, di mana pun ia berada; dan kumpulkan kepadanya kekayaan dan jadikanlah ia ridha dengan sedikit kekayaan dunia. Harta apa pun yang Engkau berikan kepadanya, mudahkanlah baginya. Jadikan ia senantiasa bersyukur atas nikmat-nikmat yang Engkau berikan kepadanya dan balaslah kebaikannya kepadaku dengan sebaik-baik balasan.”
“Kemudian Uwais berkata, “Aku titipkan engkau kepada Allah, wahai Harim bin Hayyan. Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh. Aku tidak ingin melihatmu mencariku setelah hari ini. Semoga Allah memberkatimu. Karena aku tidak suka kemasyhuran. Aku lebih suka menyendiri. Selama masih hidup, aku banyak keinginan dan keluh kesah terhadap manusia. Maka, jangan bertanya tentang aku dan jangan pula mencariku. Ketahuilah,aku senantiasa memperhatikanmu meskipun aku tidak melihatmu dan engkau tidak melihatku. Maka ingatlah aku dan berdoalah untukku. Aku pun akan mengingatmu dan mendoakamu, insya Allah. Pergilah engkau dari sebelah sini hingga aku pun pergi dari sebelah sana.”
“Aku lantas berharap bisa berjalan bersamanya beberapa saat, tetapi ia menolak. Aku pun memisahkan diri darinya. Lalu ia menangis dan membuatku menangis. Aku lalu memandanginya dari belakang hingga ia masuk ke salah satu tikungan jalan. Kemudian aku bertanya tentangnya, tetapi tak seorang pun memberitahuku sedikit pun tentangnya. Semoga Allah merahmatinya dan mengampuninya.”
Dari contoh-contoh yang telah saya sebutkan, bisa ditarik kesimpulan, jika seseorang yang berangkat haji bersumpah bahwa perjalanannya dalam rangka menunaikan ibadah haji, dan pada saat yang sama ia juga mengerjakan hal-hal yang terkait dengan ibadah haji, seperti menjaga perbekalan, memberi makan dan minum unta yang menjadi kendaraannya, dan mengerjakan hal-hal yang diperlukan dalam ibadah haji maka ia tidak dianggap melanggar sumpahnya. Ia pun dikategorikan hanya melakukan hal-hal yang terkait dengan ibadah haji.
Badan adalah kendaraan bagi jiwa. Dengannya jiwa menempuh panjangnya umur. Maka, menjaga badan agar tetap sehat dan kuat untuk menempuh jalan menuju akhirat dengan ilmu dan amal termasuk amal akhirat, bukan amal duniawi. Namun, jika penjagaan badan tersebut dilakukan dengan maksud bersenang-senang, seseorang telah melenceng dari arah akhirat dan dikhawatirkan hatinya menjadi keras. Demikianlah penjelasan mengenai hakikat dunia yang terkait dengan hakmu. Pahamilah, insya Allah engkau mendapatkan petunjuk.
Sumber: Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Mukhlikat Ihya ‘Ulum al-Din karya Al Habib Umar bin Hafidz