Saat seorang hamba meninggal, yang tersisa padanya hanya tiga sifat, yaitu kebeningan hati, ketenteraman jiwa, kecintaan kepada Allah. Kebeningan dan kesucian hati bisa dicapai dengan menahan diri dari nafsu-nafsu dunia, ketenteraman jiwa bisa didapatkan dengan banyak berzikir kepada Allah dan melanggengkannya, cinta kepada Allah tidak bisa diperoleh kecuali dengan mengenal-Nya, dan itu hanya bisa didapatkan dengan banyak bertafakur. Tiga hal inilah yang bisa menjadi penyelamat dan penenteram sesudah mati.
Kesucian hati merupakan penyelamat, sedangkan ketenteraman jiwa dan kecintaan kepada Allah merupakan penenteram, yang membahagiakan. Ketenteraman jiwa dan kecintaan kepada Allah akan membuat seorang hamba mencapai kenikmatan bertemu dan menyaksikan Allah. Kenikmatan tersebut bisa langsung dirasakan sesaat sesudah mati hingga datangnya masa untuk melihat Allah di surga. Dengan begitu, kuburnya pun menjadi salah satu taman surga. Bagaimana tidak menjadi taman surga jika penghuninya hanya punya satu Kekasih!? Banyak rintangan menghalanginya untuk melanggengkan zikir dan merenungkan keindahan karunia Allah. Lalu rintangan-rintangan itu sirna dengan datangnya kematian, lantas ia keluar dari penjara, lalu ia berduaan dengan Kekasihnya. Kemudian ia datang kepada-Nya dengan kebahagiaan dan selamat dari berbagai rintangan. Bagaimana mungkin pencinta dunia saat mati tidak tersiksa jika kekasihnya hanya dunia!? Dunia telah dirampas darinya dan dijadikan penghalang antara dirinya dan Allah. Karena itu, sebuah syair menyatakan:
Bagaimana keadaan orang hanya memiliki satu,
Tetapi yang satu itu disembunyikan darinya?
Kematian bukanlah ketiadaan, tetapi hanya sebuah perpisahan dari kesenangan dunia dan perjumpaan dengan Allah Swt. Jadi, penempuh jalan akhirat adalah orang yang memperoleh tiga sifat ini, yaitu zikir, pikir, dan amal saleh. Namun, tiga hal itu tidak mungkin dicapai, kecuali dengan kesehatan jasmani, makanan pokok, pakaian, dan tempat tinggal. Jika ketiga hal tersebut beserta hal-hal yang menjadi alat untuk mewujudkannya digunakan untuk tujuan akhirat, dunia menjadi ladang bagi akhirat. Namun, jika dunia digunakan demi kepentingan nafsu dan kenikmatan belaka, pelakunya hanya menjadi budak-budak dunia dan orang-orang rakus terhadapnya. Namun, kecondongan terhadap dunia dibagi menjadi dua. Kecondongan yang mengantarkan seseorang pada azab akhirat dinamakan haram. Adapun kecondongan yang menghalanginya dari derajat yang tinggi dan menyebabkannya dihisab dalam waktu yang lama disebut halal. Pemilik mata hati mengetahui bahwa menunggu lama di luar surga pada hari kiamat merupakan suatu azab. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam bersabda, “Siapa yang dihisab berarti ia telah diazab.”
Sumber: Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Mukhlikat Ihya ‘Ulum al-Din karya Al Habib Umar bin Hafidz