Adapun arti dari berlepas diri dari daya dan upaya telah tercakup dalam kalimat Laa haula wa laa quwwata illaa billaahil ‘Aliyyil ‘Adhim yang artinya tiada daya dan upaya kecuali dengan izin Allah swt yang Maha Tinggi dan Maha Agung.
Al-lmam al-Ghazali berkata: “Upaya adalah gerakan dan kekuatan adalah kemampuan. Dan tidak ada upaya dan kemampuan bagi siapapun untuk melakukan sesuatu, kecuali dengan bantuan Allah swt Yang Maha Kuat dan Maha Kuasa.”
Setiap kali Allah swt menjadikan makhluk melakukan sesuatu atau tidak melakukannya, seperti melakukan segala kewajiban, seperti berusaha mencari sumber hukum dengan melakukan berbagai kegiatan, apapun macamnya, bagi setiap orang beriman, hendaknya ia meyakini bahwa hanya Allah swt yang menciptakan dan yang mengadakan kebendak dan daya upaya mereka untuk melakukan atau menciptakan sesuatu yang akan memberinya akibat yang baik maupun yang buruk.
Pokoknya, apapun kehendak atau kemampuan seorang, semua nya hanya bersumber dari Allah swt sesuai dengan firman Allah swt:
ولا يملكون مثقال ذرّة في السّموات ولا في الأرض, وما لهم فيهما من شرك, وماله منهم من ظهير
Artinya: ‘Dan mereka tidak dapat menguasai benda yang seberat satu atom, di langit dan di bumi. Dalam keduanya, mereka tidak mendapatkan sekutu. Dan tidak ada siapapun dan mereka yang dapat mengalahkan Allah swt’
Berdasarkan kemampuan dan kebebasan yang diberikan oleh Allah swt untuk memilih terkait erat dengan perintah dan larangan. Segala sesuatu yang datangnya dari manusia dan yang dilakukan oleh mereka terkait erat dengan kekuasaan Allah swt dan kehendak-Nya, meskipun mereka bebas memilih, tetapi mereka berhak mendapat pahala atau pun siksa.
Arti kalimat Laa haula wa laa quwwata ilia bilaah adalah menolak segala daya dan upaya pada diri seorang dan mengembalikan keduanya kepada Allah swt, meskipun setiap orang diberi kemampuan dan hak memilih. Seorang yang tidak mempercayai kemampuan dan hak memilih. maka ia termasuk dalam kelompok ahli bid’ah dan jabariyah dan pandangannya itu disalahkan oleh diutusnya para rasul dan diturunkannya beberapa kitab suci. demikian pula siapapun yang mengaku bahwa setiap orang bebas dengan kehendaknya dan kemampuannva sendiri untuk memilih segala tindak tanduknya, maka ia tergolong kelompok ahli bid”ah mu’tazilah.
Siapapun yang berkeyakinan bahwa manusia yang mukallaf mempunyai kemampuan dan hak memilih, sehingga ia dapat melaksanakan semua perintah Allah swt dan menjauhi semua larangan-Nya dan ia tidak dapat berdiri sendiri dan tidak dapat menciptakan kemampuannya, maka keyakinannya adalah benar sesuai dengan kelompok ahlussunnah wal jama’ah dan ia bukan termasuk kelompok ahli bid’ah.
Masalah ini perlu dijelaskan panjang lebar, sebab masalah ini amat pelik. tidak sedikit yang keliru dan tersesat dalam pemahamannya, sebab masalah ini terkait erat dengan takdir Ilahi yang sulit untuk dicernakan oleh akal biasa. Karena itu Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam melarang umat nya untuk mendiskusikannya.
Sebaiknya, setiap orang yang berakal menahan diri dari mendiskusikannya, hendaknya ia berkeyakinan penuh bahwa segala sesuatu adalah ciptaan Allah swt, tidak suatu apapun terwujud tanpa kekuasaan dan kehendak Allah swt dan hendaknya ia menjalankan semua perintah Tuhannya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa kalimat Laa haula wa laa quwwata illaa billaah termasuk salah satu kekayaan di surga. Dari hadits ini ketauhilah, bahwa yang di maksud kekayaan adalah simpanan yang di rahasiakan dan imbalannya akan disebutkan dengan jenis pekerjaannya seperti yang disebutkan dalam sebuah hadits bahwa melakukan shalat sunnah dua rakaat di tengah malam merupakan kebajikan yang disimpan. Pahala melakukan shalat dua rakaat di tengah malam disesuaikan dengan jenis pekerjaan tersebut yang dilakukan di tengah malam.
Diriwayatkan juga bahwa nabi bersabda yang artinya ucapan La haula wa laa qvwwata illaa billaah dapat mengobati sembilan puluh sembilan penyakit, yang paling kecil adalah kerisauan hati. Sengaja dalam hadits ini disebutkan dapat menghilangkan kerisauan. Sebab kerisauan akan datang jika sesuatu yang diinginkan tidak datang, namun sebaliknya jika yang tidak ia ingin kan ia datang karena hatinya menjadi risau.
Jika seorang mengulangi ucapan tersebut berulang kali dengan lisannya dan hatinya, maka ia akan merasa tenang, selab ia merasa terlepas dari beban ketidak mampuannya untuk mewujudkan sesuatu dan ia merasa bahwa semua kemampuannya akan terwujud jika mendapat izin dari Allali swt. Jika seorang telah merasakan perasaan seperti ini, maka ia akan hilang segala kerisauan nya dan akan luas pengetahuannya tentang Allah swt.
Perasaan semacam ini seiring dengan sabda Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam yang artinya sebagai berikut: “Seorang yang beriman kepada takdir, maka segala kerisauannya akan hilang” Sebab ia telah mengembalikan semua daya upaya dan kemampuannya kepada Allah swt, Dzat yang Maha Kuasa dan Maha Mulia. Hal ini sesuai dengan perintah menyucikan Allah swt dari segala sifat yang tidak terpuji.
Sumber: Inilah Jawabku Karya Al Allamah AlHabib Abdullah bin Alawi AlHaddad