Hal pertama yang harus dilakukan murid adalah mewajibkan hatinya senantiasa merasa cukup amalnya hanya diketahui Allah. Tidak ada yang bisa merasa cukup, kecuali orang yang hanya takut kepada Allah dan hanya berharap kepada-Nya. Barangsiapa takut dan bergantung kepada selain Allah, niscaya ia menginginkan kebaikan-kebaikannya dilihat oleh yang selain-Nya tersebut. Maka, seorang murid hendaknya mengharuskan hatinya untuk membenci, baik dari sudut pandang rasional maupun keimanan, keinginan untuk dilihat oleh selain-Nya dan mengawasi jiwanya dalam setiap amal Ibadah. Sebab, hati senantiasa menggebu-gebu untuk memperlihatkan amal ibadah seraya mengatakan, “Bagaimana engkau merasa senang dengan menyembunyikan amal ibadahmu, lalu orang-orang tidak mengetahui kedudukanmu. mengabaikan martabatmu, dan tidak menjadikanmu sebagai panutan?” Dalam kondisi begini, seorang murid hendaknya memantapkan kakinya dan mengingat betapa besar dan abadi kenikmatan di akhirat dan betapa besar murka Allah kepada orang yang mencari pahala ibadah dari hamba-hamba-Nya. la pun hendaknya menjawab, “Bagaimana mungkin aku menginginkan pujian dari manusia atas amal ibadahku, padahal mereka sendiri lemah, tidak sanggup membenku rezeki dan mengatur ajalku?” la tidak boleh berputus asa lalu mengatakan. “Yang sanggup berbuat ikhlas hanyalah orang-orang yang kuat,” lantas meninggalkan upaya untuk berlaku ikhlas. Sesungguhnya orang yang belum bisa sepenuhnya ikhlas lebih membutuhkan ikhlas.
Tamim Ad-Dari meriwayatkan dari Nabi Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bahwa beliau pernah bersabda, “Hamba Allah akan dihisab amalnya pada Hari Kiamat. Apabila amalan wajibnya kurang, dikatakan, ‘Lihat, apakah dia punya amalan yang dilakukan dengan sukarela?’ Apabila dia mempunyai amalan yang dilakukan dengan sukarela, dengannya amalan wajib disempurnakan. Namun, apabila ia tidak mempunyai amalan yang dilakukan dengan sukarela, kedua tangannya lantas ditarik dan ia dilemparkan ke neraka.” Jadi, orang yang belum bisa sepenuhnya ikhlas akan datang pada Hari Kiamat dengan membawa banyak dosa. Amalan-amalan wajibnya tidak bisa disempurnakan dan keburukan-keburukannya tidak bisa dihapuskan, kecuali dengan amalan-amalan sunnah yang ikhlas.
Kemudian sesudah mengerjakan amal ibadahnya, seorang murid hendaknya mewajibkan hatinya untuk senantiasa waspada sehingga ia tidak menampakkan amal ibadahnya dan tidak pula menceritakannya. la pun hendaknya senantiasa khawatir jikalau amal ibadahnya kemasukan riya yang terselubung yang tidak ia ketahui. Jadi, begitulah seharusnya sikap hamba selama dan sesudah mengerjakan amal ibadah.
Adapun sebelum mengerjakan ibadah, seorang murid hendaknya yakin bahwa ia melakukannya dengan ikhlas. Apabila ia sudah selesai mengerjakan ibadahnya yang mungkin di dalamnya terdapat kelalaian, rasa takut terhadap kelalaian tersebut lebih utama disbanding terhadap amal yang di dalamnya terdapat najis yang tersembunyi yang membinasakan. Namun, harapannya harus lebih besar agar ia bisa merasa lebih nikmat dalam beribadah dan bermunajat. Jadi, ikhlas adalah keyakinan, sedangkan riya adalah keraguan. Sementara itu. kekhawatirannya terhadap adanya keraguan tersebut pantas untuk menghapuskan bersit riya yang mungkin muncul saat ia lalai.
Sumber : Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Muhlikat Ihya ‘Ulum al-din karya Habib Umar bin Hafidz