Beberapa Kondisi Hati sebelum Terwujudnya Amal oleh Organ Tubuh
Sebelum perbuatan dilaksanakan oleh organ tubuh, hati mengalami empat kondisi, yaitu bersit-hati atau bisikan hati, kecenderungan (mail), keyakinan (i’tiqad), dan niat (hamm atau ‘azm).
Bersit-hati tidak membuat seseorang dihukum karena ia datang bukan karena dikehendaki oleh pemilik hati. Kecenderungan atau gejolak nafsu juga tidak membuat seseorang dihukum karena ia datang dengan sendirinya. Dalam sebuah hadis disebutkan, “Dimaafkan dari umatku apayang dibisikkan oleh jiwanya, selama ia belum mengerjakan atau membicarakannya.” Niat dan kemauan tidak dinamakan bisikan hati. Adapun bersit-hati yang tidak disertai oleh keinginan kuat untuk mengerjakan dinamakan juga bisikan hati.
Adapun yang dimaksud dengan keyakinan adalah keputusan hati bahwa sesuatu sebaiknya dikerjakan atau tidak. Kondisi ini meragukan, antara dikehendaki (disengaja) (ikhtiyari) atau bukan [idhthirari). Jika dikehendaki (disengaja), termasuk perkara yang berdampak hukum. Jika bukan, tidak bisa membuat seseorang dihukum.
Adapun niat untuk melakukan sesuatu bisa membuat seseorang dihukum. Namun jika sesuatu itu belum dikerjakan, ada beberapa perincian. Jika seseorang mengabaikan niatnya karena takut kepada Allah Swt. dan menyesalinya, satu kebaikan ditulis untuknya. Jika kejahatan itu tidak jadi dikerjakan karena adanya halangan, bukan karena takut kepada Allah, satu keburukan ditulis atas namanya. Sebab, niatnya itu merupakan perbuatan hati dan dikehendaki.
Dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim diriwayatkan bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam pernah bersabda, “Apabila dua orang Muslim berkelahi menggunakan pedang mereka masing-masing, pembunuh dan yang terbunuh sama-sama masuk neraka.” Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah. Kalau si pembunuh sudah sepantasnya masuk neraka. Kalau yang terbunuh?” Rasulullah menjelaskan, “Karena yang terbunuh pun berniat membunuh sahabatnya.” Dalam riwayat yang berbeda, “Karena sesungguhnya ia pun berkeinginan membunuh sahabatnya.” Bisikan setan (waswas) akan senantiasa hadir di hati. Bisikan itu hanya bisa terputus dalam kondisi yang jarang terjadi, yaitu ketika seseorang berzikir dan cahaya hatinya mampu mengalahkannya. Sedangkan, hati senantiasa berubah-ubah. Dalam salah satu sumpahnya, Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam mengucapkan, “Tidak. Demi Zat yang membolak-balikkan hati.” Beliau juga sering mengatakan, “Wahai Zat yang membolak-balikkan hati. Teguhkan hatiku pada agama-Mu.”
Terkait dengan kondisi hati yang terkadang baik, buruk, atau di antara keduanya, hati ada tiga macam:
Pertama, hati yang dibangun dengan ketakwaan, disucikan dengan penempaan diri, dan dibersihkan dari sifat-sifat buruk. Kepadanya senantiasa mengalir bersit kebaikan dari perbendaharaan kerajaan malaikat sehingga senantiasa bergerak dalam kebaikan, mendapatkan pertolongan dan taufiq dari Allah, dan memancarkan cahaya kebajikan yang berasal dari-Nya. Itulah hati yang tenang yang dimaksudkan oleh firman-Nya, Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram (QS Al-Ra’d [13]: 28) dan “Wahai jiwa yang tenang! (QS Al-Fajr [89]: 27).
Kedua, hati yang diabaikan, yang dipenuhi oleh nafsu, dikotori dengan sifat-sifat tercela dan keji, pintu-pintu masuk setan terbuka, dan pintu-pintu masuk malaikat tertutup. Awal keburukan hati semacam ini adalah mengalirnya bisikan nafsu, lalu hati bertanya kepada nalar untuk meminta fatwa mengenai mana yang benar, tetapi nalar bersikap lunak (tunduk) terhadap nafsu dan bahkan mendukung nafsu dengan membuat tipu daya untuk mengelabui hati. Maka nafsu pun menguasai hati dan menguatkan tipu daya nalar, sehingga hati tertarik dan terjatuh ke dalam jurang kebinasaan. Na’udzu billdh, kita berlindung kepada Allah dari kejadian semacam itu. Allah Swt. berfirman, Sudahkah engkau (Muhammad) melihat orang yang menjadikan keinginannya sebagai tuhannya. Apakah engkau akan menjadi pelindungnya? Atau apakah engkau mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? Mereka itu hanyalah seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat jalannya (QS Al-Furqan [25]: 43-44).
Ketiga, hati yang datang kepadanya bersit nafsu yang menyerunya kepada keburukan, lalu datang pula kepadanya bersit keimanan yang menyerunya kepada kebaikan. Nafsu kemudian mendorongnya untuk memihak pada bersit keburukan. Namun, akal mendorongnya untuk memihak pada bersit kebaikan, melawan dorongan nafsu, dan memandang jelek perbuatan yang diseru oleh nafsu. Dengan demikian, terjadi pertarungan dan tarik-menarik di antara dua fraksi tersebut hingga salah satu yang lebih kuat bisa mendominasi. Apabila yang menang kemudian adalah sifat-sifat setan, berarti setan menang, hati bergabung dengan kelompok setan, dan berpaling dari Allah dan para kekasihnya. Jika yang menang adalah sifat-sifat malaikat, hati akan mengabaikan tipu daya setan, dan ajakannya untuk condong kepada dunia dan meremehkan perkara akhirat. Bahkan ia akan condong kepada Allah, dan akan tampak ketaatan sesuai dengan ketentuan yang sudah ditentukan atas anggota badannya. Allah Swt. berfirman, Barang siapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan melapangkan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barang siapa dikehendaki-Nya menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke langit, (QS Al-An’am [6]: 125). jika Allah menolong kamu, tidak ada yang dapat mengalahkanmu. Tetapi jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapa yang dapat menolongmu setelah itu? (QS Ali ‘Imran [3]: 160). Dialah yang memberi petunjuk dan menyesatkan. Dia bertindak sesuai kehendak-Nya dan memutuskan sesuai keinginan-Nya.Tidak ada yang bisa menolak ketentuan-Nya maupun membatalkan keputusan-Nya. Kepada-Nya kita memohon keteguhan dan istiqamah terhadap apa yang dicintai-Nya, dan menjadikan kita termasuk hamba-hambanya yang tidak dikuasai oleh setan. Segala puji bagi Allah, penguasa semua alam.
Sumber: Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Mukhlikat Ihya ‘Ulum al-Din karya Al Habib Umar bin Hafidz