Apa Kewajiban Murid? Bagian Ke-2
Diriwayatkan dari Sulaiman bin Yasar bahwa ia pernah keluar dari Madinah untuk menunaikan ibadah haji bersama seorang teman. Ketika singgah di Abwa’, temannya mengambil sufrah dan berangkat ke pasar, sedangkan Sulaiman berada di kemahnya. Sulaiman termasuk orang yang tampan. Kemudian ada seorang perempuan badui di puncak bukit melihat Sulaiman. Perempuan itu pun turun menghampiri Sulaiman dan menunjukkan wajahnya. Sulaiman pun mengira perempuan itu menginginkan makanan. Ia pun berdiri mengambil sufrah yang masih tersisa dan memberikannya kepada perempuan itu. Perempuan itu mengatakan, “Aku tidak menginginkan ini.” Sulaiman pun mengatakan, “Jadi setan telah menyiapkan dirimu untukku?” Sulaiman kemudian meletakkan kepalanya di antara dua lututnya seraya menangis histeris. Melihat hal itu, sang perempuan menutup cadarnya dan pergi.
Saat temannya datang dan melihat kedua mata Sulaiman bengkak karena menangis. Ia pun bertanya, “Mengapa kau menangis?” Sulaiman menjawab, “Aku teringat anak-anakku.” Temannya mengatakan, “Tidak. Demi Allah, pasti ada yang bisa kauceritakan. Sudah sejak tiga hari engkau meninggalkan anak-anakmu.” Temannya terus memaksa hingga Sulaiman pun menceritakan kejadian yang sebenarnyaTemannya kemudian meletakkan sufrah dan menangis dengan keras. Sulaiman bertanya, “Kamu ini mengapa menangis?” Temannya menjawab, “Aku lebih pantas menangis. Sebab, aku khawatir sekiranya aku berada pada posisimu, tentu aku tidak bisa menahan diri.” Keduanya pun terus menangis.
Ketika Sulaiman telah sampai di Makkah, ia melakukan tawaf, mengerjakan sai, dan mendatangi Hijir Ismail. Di situ ia duduk ditanah dengan kaki dilipat di perut, lalu mengantuk, dan tertidur. Tiba-tiba ia melihat seorang lelaki berpostur tinggi, gagah, dan wangi. Sulaiman lantas bertanya, “Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadamu. Siapakah dirimu?” Lelaki itu menjawab, “Aku Yusuf.” Sulaiman bertanya lagi, “Yusuf yang jujur itu?” Lelaki itu menjawab, “Ya.” Sulaiman lalu mengatakan, “Kisah Anda dengan istri Al-Aziz sungguh mengagumkan.” Nabi Yusuf pun mengatakan, “Kisahmu dengan perempuan di Abwa’ lebih mengagumkan.”
Jadi, itulah keutamaan bagi orang yang mempunyai kesempatan melampiaskan nafsu berahi tetapi ia sanggup mengekangnya. Yang mendekati derajat orang seperti itu adalah orang yang mampu mengekang nafsu matanya. Mata sangat penting untuk dijaga. Acap kali nafsu mata ini diremehkan, padahal bencana bersumber darinya. Padahal Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam telah bersabda, “(Dimaafkan) bagi kalian tatapan pertama (yang tak disengaja), sedangkan yang kedua adalah dosa.”
Diriwayatkan dari Abu Bakar Al-Muzani bahwa ada seorang tukang daging tertarik dengan seorang budak perempuan milik salah satu tetangganya. Keluarga budak perempuan itu kemudian mengirimnya ke suatu desa untuk suatu keperluan. Tukang daging lalu membuntuti sang perempuan dan merayunya. Perempuan itu pun mengatakan, “Jangan kaulakukan. Sungguh, aku sangat mencintaimu, tetapi aku takut kepada Allah.” Lelaki tukang daging itu pun berkata, “Duhai Engkau takut kepada Allah, sementara aku tidak!” Lelaki itu pun pulang dan bertobat. Lalu ia kehausan. Tiba-tiba ia berpapasan dengan seorang utusan kepada salah satu nabi Bani Israel. Utusan itupun bertanya kepadanya, “Ada apa denganmu?” Tukang daging menjawab, “Aku kehausan.” Sang utusan lalu mengatakan, “Sini, mari kita berdoa kepada Allah agar ada awan yang menaungi kita hingga kita masuk keperkampungan.” Tukang daging mengatakan, “Aku sama sekali tidak mempunyai amal saleh. Engkau saja yang berdoa.” Sang utusan pun mengatakan, “Aku akan berdoa dan kau yang mengamininya.” Sang utusan lalu berdoa, sementara tukang daging mengamininya. Lalu datanglah awan mengayomi mereka hingga masuk perkampungan. Tukang daging lalu pergi ke tujuannya dan awan itu ikut bersamanya. Lantas sang utusan bertanya, “Engkau mengaku tidak mempunyai amal saleh sedikit pun. Aku berdoa dan engkau mengamini. Lalu muncul awan mengikutimu. Coba jelaskan kepadaku apa yang terjadi denganmu.” Tukang daging pun menceritakan kisahnya. Sang utusan lantas berkata, “Sesungguhnya orang yang bertobat mempunyai satu kedudukan di sisi Allah. Hanya dia yang berhak atas kedudukan itu.”
Segala puji bagi Allah, di awal maupun di akhir, secara lahir maupun batin. Shalawat dan salam sebanyak-banyaknya semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan kita, Muhammad, makhluk-Nya yang terbaik. Juga kepada semua hamba penghuni bumi dan langit yang terpilih.
Sumber: Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Mukhlikat Ihya ‘Ulum al-Din karya Al Habib Umar bin Hafidz