Cara Memperoleh Budi Pekerti yang Baik
Engkau sudah tahu bahwa budi pekerti yang luhur berasal dari keseimbangan kekuatan nalar, kesempurnaan kebijakan, keseimbangan elemen amarah dan nafsu, serta ketundukan kedua elemen tersebut pada syariat dan nalar. Keseimbangan berbagai unsur tersebut bisa diperoleh dengan dua cara:
Pertama, melalui anugerah llahi dan kesempurnaan fitrah.
Kedua, melalui pelatihanan dan penempaan diri, yaitu dengan membiasakan diri mengerjakan perbuatan-perbuatan baik. Maka, siapa yang ingin memiliki sifat dermawan, ia harus memaksakan diri untuk mengerjakan perilaku-perilaku dermawan, yaitu menyedekahkan harta benda. Tidak hanya itu, ia pun harus memaksakan diri untuk melakukannya secara terus-menerus sehingga menjadi terbiasa dan menjadi mudah baginya untuk melakukannya. Begitu pula jika ada orang yang ingin mempunyai sifat rendah hati. Ia harus membiasakan dirinya untuk mempraktikkan berbagai perilaku orang-orang yang rendah hati sehingga perilaku-perilaku itu menjadi sifat yang melekat pada dirinya.
Semua budi pekerti yang terpuji bisa diperoleh dengan cara demikian. Allah Swt. berfirman di dalam bab shalat, Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk (QS Al-Baqarah [2]: 45). Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam pun bersabda, “Beribadahlah kepada Allah dalam keadaan senang.Jika tidak bisa, pada kesabaran dalam menjalankan apa yang tidak kau sukai (baca: ibadah) terdapat banyak kebajikan.”
Maksud dari semua ibadah tiada lain ialah untuk memberi kesan di dalam hati. Hal tersebut hanya bisa menjadi kuat dengan banyaknya pengulangan. Adapun puncak dari budi pekerti adalah tercerabutnya kecintaan pada dunia dan tertanamnya kecintaan kepada Allah Swt. di dalam jiwa. Jika jiwa bisa menikmati kebatilan dan senantiasa berhasrat padanya karena kebiasaan, mengapa jiwa tidak bisa pula menikmati kebenaran jika sudah dikembalikan padanya dan beristiqamah melakukan kebaikan?
Engkau sudah tahu bahwa budi pekerti yang baik terkadang merupakan bawaan sejak lahir atau fitrah, terkadang muncul karena pembiasaan dalam melakukan kebaikan, dan terkadang datang setelah seseorang melihat perilaku orang-orang yang berbudi luhur dan berteman dengan mereka. Maka, jika pada diri seseorang telah berkumpul budi pekerti yang terpuji karena fitrahnya memang demikian, karena pembiasaan, dan karena pembelajaran, sungguh ia telah sampai pada puncak keutamaan. Dan barang siapa secara fitrah berbudi pekerti buruk, berteman dengan orang-orang berperangai buruk, lalu belajar keburukan dari mereka, sehingga terbiasa dengan tindak keburukan dan menikmatinya, sungguh ia telah berada di tempat yang paling jauh dari Allah Swt.
Di antara dua kedudukan itu, terdapat orang-orang dengan kedudukan yang berbeda-beda. Kedekatan dan kejauhan mereka dari Allah berbeda-beda sesuai dengan budi pekerti mereka masing-masing. Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya; dan barangsiapa mengerjakan keburukan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya (QS Al-Zalzalah [99]: 7-8). Kami tidak menzalimi mereka, justru merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri (QS Al-Nahl [16]: 118).
Sumber: Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Mukhlikat Ihya ‘Ulum al-Din karya Al Habib Umar bin Hafidz