Selanjutnya Imam Al-Ghazali rahimahullah menjelaskan bahwa perbedaan tingkat kenikmatan dan siksa di Akhirat adalah sesuai dengan jumlah kebaikan dan keburukan yang terdapat di dunia.
Ketahuilah, dunia ini merupakan bagian dari alam mulki dan syahadah (alam nyata), sedangkan akhirat adalah bagian dari alam malakut dan ghaib. Sedangkan Pencipta kedua alam tersebut adalah Allah yang Maha Esa. Tentu terdapat hubungan antara kedua alam tersebut. Yang kumaksud dengan dunia adalah keadaanmu sebelum kematian, sedangkan akhirat adalah keadaanmu setelah kematian. Keduanya adalah cerminan dari kondisimu, di mana yang paling dekat darinya disebut dunia dan yang kemudian disebut akhirat. Jika sifat dan keadaanmu di dunia telah berakhir, dan kematian merenggutmu, maka engkau tidak lagi berada di dunia. Duniamu sudah habis, engkau berada di akhirat. Karena itu Rasulullah saw bersabda:
إذا مات أحدكم فقد قامت قيامته
Jika telah meninggal dunia salah seorang di antara kalian, maka telah tibalah kiamatnya. (HR Ad-Dailami)
Hanya saja kita tidak dapat menjelaskan alam malakut yang ghaib di alam mulki yang kasat mata kecuali dengan menggunakan perumpamaan. Karena itulah Allah Ta’ala mewahyukan:
وتلك الأمثال بضربها للناس وما يعقلها إلا العالمون-43
Dan perumpamaan-perumpamaan Ini kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. (Al-Ankabut, 29:43)
Perumpamaan ini diperlukan sebab jika dibandingkan dengan alam malakut, maka kehidupan di alam mulki ini ibarat tidur. Perbedaan alam mulki dan alam malakut, adalah seperti perbedaan keadaanmu ketika tidur dan terjaga. Semua yang terdapat di dunia ini jika dibandingkan dengan yang terdapat di Akhirat adalah seperti antara keadaan ketika tidur dan jaga.
Oleh karena itu Para Rasul menggunakan berbagai macam perumpamaan ketika berbicara kepada umat manusia di dunia yang merupakan alam tidur bila dibandingkan dengan Akhirat, sehingga makna yang dibawanya dapat mereka pahami. Ini merupakan kebijaksanaan dan kelembutan Allah terhadap hamba-hamba-Nya, serta kemudahan yang Ia berikan, agar mereka mampu memahami apa yang mereka tidak mampu pahami tanpa perumpamaan-perumpamaan itu. Karena itulah Sayidina ‘Ali bin Abi Thalib karomallahu wajhah berkata:
الناس نيام فإذا ماتوا انتبهوا
Manusia itu sesungguhnya dalam keadaan tidur, dan jika telah meninggal dunia, barulah mereka terjaga.
Jadi untuk mengetahui pembagian tingkat dan kedudukan di Akhirat sesuai dengan kebaikan dan keburukan yang terdapat di dunia, tidak mungkin dapat dilakukan kecuali melalui perumpamaan. Karena itu hendaknya engkau memahami maksud dari perumpamaan yang kami berikan, bukan bentuk perumpamaan itu.
Allah memberikan kepada kita berbagai perumpamaan agar kita dapat memetik pelajaran atas apa yang akan terjadi di Akhirat kelak.
Sayidah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah bermimpi tentang tiga rembulan yang jatuh di kamarnya. Ketika mimpi tersebut disampaikan kepada sang ayah, yaitu Sayidina Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, maka beliau berkata, “Jika mimpimu benar, maka akan dimakamkan di kamarmu itu tiga orang terbaik di dunia.” Dan pada kenyataannya memang demikian.
Pernah seorang pria mendatangi Ibnu Sirin dan bercerita kepadanya:
“Aku bermimpi menuangkan minyak ke buah zaitun •Apakah engkau memiliki beberapa budak wanita?” tanya beliau.
Ya.”
“Ibumu saat ini berada di mana?” ” ibuku dijadikan sebagai tawanan saat aku masih kecil’
“Coba kau periksa budak-budak wanita yang kau beli, satu di antaranya adalah ibumu.”
Lalu ia memeriksanya, ternyata benar, salah satu budak wanita yang ia beli adalah ibunya yang dulu pemah dijadikan tawanan saat ia masih kecil. Zaitun
merupakan bahan baku minyak, karena itulah Ibnu Sirin menakwilkan mimpi itu demikian.
Mimpi memberikan banyak perumpamaan yang takwilnya sangat mengagumkan. Demikian juga semua yang terdapat di dunia ini merupakan permisalan yang diberikan Allah kepada kita semua sebaagai gambaran bagaimana kehidupan Akhirat kelak.
Sumber: Obat Hati 1 Saduran Ceramah Al Habib Umar bin Hafidz