Saat itu Sayidina Abubakar ash-Shiddiq ra yang bersama Nabi Muhammad Shalallahu alihi wa aalihi wa shahbihi wa salam ikut menangis dan memeluk erat tubuh suci Rasulullah Shalallahu alihi wa aalihi wa shahbihi wa salam seraya mengatakan: ‘Cukup… Cukup ya Rasulullah, Allah swt pasti akan mengabulkan semua do’a dan permohonanmu”
Perhatikan hal ini !!!
Rasulullah Shalallahu alihi wa aalihi wa shahbihi wa salam telah mengajarkan kepada kita bagaimana cara ‘mengetuk pintu’ Allah swt dan bermunajat untuk memohon kepada-Nya. Sebaik-baiknya hal yang ada di dalam hati kita pada saat Allah swt sedang menatap hati dan batin kita adalah saat Allah swt menemukan dalam hati kita sebuah rasa penyesalan atas kesalahan dan dosa-dosa kita.
Sesungguhnya seorang mukmin yang sejati itu sebagaimana yang digambarkan dalam hadits Nabi Muhammad Shalallahu alihi wa aalihi wa shahbihi wa salam: ‘Orang mukmin itu, ia memandang dosa yang ia lakukan bagaikan gunung yang ada diatas kepalanya yang sewaktu-waktu bisa menimpa dirinya dan akan membinasakannya. Adapun orang munafik, menganggap dosa yang ia lakukan itu bagaikan seekor lalat yang hinggap di hidungnya yang sewaktu-waktu bisa diusir kapan saja.”
Ketika al-Imam Hasan al-Bashri ra dan seorang muridnya melewati sekelompok kaum yang sedang beradu mulut tentang masalah qadha’ dan qadar tanpa didasari ilmu. Mereka berbincang-bincang dalam masalah yang mereka tidak mengerti. Mendengar hal itu, al-Imam Hasan al-Bashri mengatakan kepada muridnya: ‘Jika mereka masih memikirkan dosa-dosa mereka, niscaya mereka tidak akan ada waktu untuk membicarakan hal-hal semacam ini.’ Jikalau kita renungkan ucapan al-Imam Hasan al-Bashri ra, lalu bagaimana halnya dengan seseorang yang setiap hari dan malamnya ia habiskan waktunya dalam perbuatan-perbuatan yang diharamkan oleh Allah swt?
Bagaimana dengan seseorang yang habis waktunya dalam menjelek-jelekkan para orang-orang shaleh, mencela para Sahabat Nabi dan menghina para keluarga Nabi ?
Bagaimana dengan keadaan seseorang yang selalu ingin menyalahkan dan mengatur orang lain ?
Bagaimana dengan keadaan seseorang yang selalu menghakimi dan menyalahkan para Sahabat Nabi, para pendahulunya, para orang-orang besar seenak akalnya sendiri ?
Bagaimana keadaan seseorang yang menganggap para ulama serta para salafunasshalihin itu orang biasa dan kecil ?
Seandainya mereka memikirkan dosa-dosa mereka, niscaya mereka tidak akan tenggelam dan sibuk dalam hal-hal semacam ini.
Hendaknya kita menjadi umat, sebagaimana yang difirmankan Allah swt di dalam al-Qur’an, yaitu umat yang memiliki sifat-sifat mulia, dalam hal ini adalah orang-orang yang mengatakan: ‘Rabbanagfirlana wa li ikhwanuna aladzina sabaquuna bil iman.’
‘Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami serta dosa orang-orang sebelum kami, yaitu para pendahulu-pendahulu kami.
Ya Allah, janganlah Engkau jadikan dalam hati kami ada suatu kedengkian terhadap hamba-hamba-Mu yang beriman, sesungguhnya Engkau Maha Pengarnpun lagi Maha Penyayang.’
Penyeru Ajaran Suci Sang Nabi – Habib Umar bin Hafidz