UTUSAN KAUM NASRANI MEMELUK ISLAM
Ibnu Ishaq mengetengahkan peristiwa yang menggemparkan kaum musyrikin Quraisy. Setelah tersiar berita dari kaum nasrani Habasyah tentang Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam datanglah utusan mereka menemui beliau di Makkah, terdiri dari dua puluh orang. Ketika itu beliau Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam sedang berada di Ka’bah. Mereka langsung menuju ke tempat tersebut menemui beliau, berbincang-bincang, dan mengajukan berbagai pertanyaan mengenai agama yang didakwahkan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam.
Pada saat itu sejumlah kaum musyrikin Quraisy sedang berkumpul di tempat pertemuan mereka dekat Ka’bah. Setelah utusan kaum Nasrani Habasyah puas mendengarkan jawaban-jawaban yang diberikan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, beliau mengajak mereka memeluk agama islam, kemudian beliau membacakan beberapa ayat Al-Qur’an. Mereka dengan khusyu’ mendengarkan firman-firman Allah sambil melinangkan air mata, lalu menyatakan kesediaannya masing-masing menerima ajakan beliau, membenarkan kenabian beliau dan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Ketika mereka keluar hendak meninggalkan Ka’bah, sejumlah kaum musyrikin Quraisy di bawah pimpinan Abu Jahl menghadang mereka dan berkata: “Kalian sungguh utusan yang celaka! Kalian diutus oleh masyarakat kalian untuk mencari berita mengenai orang itu (yakni Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam). Akan tetapi belum sampai duduk dengan tenang kalian sudah meninggalkan agama kalian dan mempercayai apa yang dikatakan orang itu. Kami belum pernah melihat ada utusan yang sedungu kalian!”. Kecaman kaum musyrikin Quraisy itu tidak mereka jawab. Mereka hanya berkata: “Salamun ‘alaikum, kami tidak mau berbantah dengan kalian. Kami tetap pada kepercayaan kami dan kalian pun boleh tetap pada kepercayaan kalian.” Sumber riwayat lain mengatakan, bahwa utusan itu dari kaum Nasrani Najran, di Yaman. Sehubungan dengan peristiwa itu Allah menurunkan firman-Nya:
الذين اتينهم الكتب من قبله هم به يؤمنون .واذا يتلى عليهم قالوا امنا به انه الحق من ربنا انا كنا من قبله مسلمين .اولئك يؤتون اجرهم مرتين بما صبروا ويدرءون بالحسنة السيئة ومما رزقنهم ينفقون واذ سمعوا اللغو اعرضوا عنه وقالوا لنا اعمالنا ولكم اعما لكم سلم عليكم لا نبتغى الجهلين {القصص:52-55
“Orang-orang yang telah Kami beri Al-Kitab sebelum Al-Qur’an, mereka mengimani Al-Qur’an. Dan apabila Al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka berkata: Kami mempercayai kebenaran Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah kebenaran Tuhan kami. Sungguhlah, sebelum itu kami adalah orang-, orang yang berserah diri (kepada Allah). Mereka itu diberi pahala dua kali atas kesabaran mereka dan (atas ketabahan) mereka menolak keburukan dengan kebaikan, dan mereka menginfakkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. Apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling seraya berkata: amal kami bagi kami dan amal kalian bagi kalian. Salam bagi kalian, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang dungu. “(QS. Al-Qashash: 52-55).
AWAL MULA KEISLAMAN KAUM ANSHAR
Menurut Ibnu Ishaq, setelah Allah Subhanahu wa ta’ala menghendaki kemenangan Islam dan kejayaan Rasul-Nya, pada suatu musim haji Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam pergi menemui rombongan dari Madinah yang di dalamnya terdapat beberapa orang Anshar. Sebagaimana yang dilakukan pada tiap musim haji, beliau mendatangi kabilah-kabilah Arab untuk mengajak mereka beriman kepada Allah dan memeluk agama-Nya. Ketika tiba di sebuah tempat bernama ‘Aqabah beliau bertemu dengan sejumlah orang dari kabilah Khazraj. Pada wajah mereka, beliau melihat tanda-tanda menunjukkan kebaikan. Ketika Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menanyakan siapa mereka itu, mereka menjawab bahwa mereka dari kabilah Khazraj. Untuk memperoleh kejelasan lebih jauh, Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bertanya lagi: Apakah mereka termasuk orang-orang yang bersahabat dengan kaum Yahudi? Mereka menjawab: “Ya, benar”.
Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam kemudian mengajak mereka duduk berbincang-bincang, dan ajakan beliau itu mereka terima dengan baik. Dalam kesempatan itu beliau mengajak mereka beriman kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, menjelaskan ajaran-ajaran Islam dan membacakan beberapa ayat Al-Qur’an.
Mereka itu orang-orang yang hidup bersama kaum Yahudi di Madinah. Bukan rahasia lagi bahwa kaum Yahudi pada umumnya mengetahui isi kitab-kitab suci terdahulu, dan banyak pula di antara mereka yang berilmu, sedangkan orang-orang dari kabilah Khazraj dan kabilah arab lainnya adalah kaum musyrikin yang memuja-muja berhala. Setelah mendengarkan ajakan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam mereka berkata satu sama lain: “Saudara-saudara, ketahuilah bahwa ia (yakni Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam) benar-benar seorang Nabi sebagaimana yang kalian sering mendengar beritanya dari orang-orang Yahudi. Karena itu janganlah kalian ketinggalan mengikutinya dan kedahuluan mereka!”
Setelah berunding beberapa saat mereka dengan bulat menyambut baik ajakan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, mempercayai serta membenarkan kenabian beliau dan bersedia menerima ajaran-ajaran Islam yang beliau jelaskan kepada mereka. Kepada beliau mereka berkata: “Dengan memeluk agama Islam kami telah memisahkan diri dari masyarakat kami (yakni; tidak lagi bersahabat dengan kaum Yahudi Madinah). Sebagaimana Anda ketahui, tidak ada permusuhan dan kebencian sekeras yang terjadi di kalangan kami. Mudah-mudahan dengan kepemimpinan Anda Allah akan mempersatukan mereka, dan kami akan berhasil mengajak mereka memeluk agama yang Anda ajarkan. Bila Allah berkenan mempersatukan mereka di dalam agama Islam, tak akan ada orang lain yang lebih mulia dan lebih berwibawa daripada Anda.” Mereka kemudian pulang ke Madinah sebagai orang-orang yang telah beriman dan memeluk agama Islam. Mereka terdiri dari enam orang, yaitu: As’ad bin Zararah dan ‘Auf bin Al-Harits, dua-duanya dari Bani An-Najjar; Zuraiq bin ‘Amir bin Zuraiq dan Rafi’ bin Malik bin ‘Amr, dua-duanya dari Bani Zuraiq; Sa’ad bin ‘Ali bin Jasyim dari Bani Salimah; dan Quthbah bin ‘Amir bin Hudaidah dari Bani Sawad.
Sumber : “Sejarah Kehidupan Muhammad” dan “Fikih Sirah” Karya Al Habib Muhammad bin Husain Al Hamid dan Asy Syeikh Muhammad Said Ramadhan Al Buthi