Shalat merupakan sarana penghubung antara seorang hamba dengan penciptanya dan dijadikan sejuk kedua mata ini dengan shalat. Apabila Rasulullah Shalallahu alihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menghadapi perkaraperkara yang berat, maka beliau Shalallahu alihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menghadap kepada Allah swt dan mendirikan shalat. Rasulullah Shalallahu alihi wa aalihi wa shahbihi wa salam sering mengatakan kepada Sahabat Bilal bin Rabah ra: “Arihni biha ya bilal”*
Namun sayangnya manusia zaman sekarang banyak yang tidak memahami apakah maksud dan faedah mendirikan shalat.
Ketahuilah, bahwa shalat merupakan tiang dalam agama ini. Kita sebagai umat Nabi Muhammad Shalallahu alihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dengan hanya dua raka’at saja sudah diberi balasan pahala yang begitu besar oleh Allah swt. Perintah shalat merupakan perintah teragung dalam risalah kenabian Nabi Muhammad Shalallahu alihi wa aalihi wa shahbihi wa salam. Shalat merupakan perintah terbesar diantara perintah yang lainnya dan perintah shalat ini merupakan kekhususan bagi umat NabiMuhammad Shalallahu alihi wa aalihi wa shahbihi wa salam.
Semua perintah Allah swt kepada Nabi Muhammad Shalallahu alihi wa aalihi wa shahbihi wa salam diterima melalui perantara Malaikat Jibril as, namun perintah yang satu ini lain dari pada perintah yang lainnya. Nabi Muhammad Shalallahu alihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dipanggil langsung kehadirat Allah swt melalui mi’raj untuk mendapatkan perintah shalat 5 (lima) waktu, hal inilah yang menjadikan perintah shalat ini begitu agung dan istimewa.
Bayangkan, hal ini adalah bertemunya antara makhluk yang sangat dicintai oleh penciptanya yaitu Baginda Nabi Muhammad Shalallahu alihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dengan Allah swt.
Maka dari itu wahai saudaraku, karena begitu agungnya peristiwa ini, hendaknya kita memperhatikan shalat kita. Khusyu’ dalam shalat merupakan kunci kesempurnaan dan gambaran dzahir diterimanya shalat kita, sedangkan shalat yang tidak khusyu’ digambarkan seperti jasad tanpa ruh.
Jikalau bisa kita umpamakan, ada seseorang yang memberikan hadiah kepada seorang raja atau kepada seorang pembesar, namun yang kita berikan adalah seorang hamba sahaya yang tanpa ruh (yaitu hamba sahaya/budak yang sudah dalam keadaan mati/tak bernyawa), pasti kita akan dihukum oleh raja atau si pembesar itu, karena kita telah menghadiahkan sebuah bangkai kepadanya. Namun shalat ini kita persembahkan kepada Sang Maha Raja, yaitu Rabbul ‘Alamiin, Allah swt.
———————
* Wahai Bilal, Senangkanlah aku dengan mendengarkan suara adzan. hal ini menunjukkan sebagai waktu untuk mendirikan shalat
Sumber: Penyeru Ajaran Suci Sang Nabi – Habib Umar bin Hafidz