Seorang hamba yang giat beribadah kepada Allah SWT hendaknya mengetahui bahwa segala keutamaan yang diberikan kepadanya adalah milik Allah SWT, yang awal dan akhir, yang tampak dan tersembunyi, di setiap keadaan dan tempat. Jadi bagaimanapun berubahnya keadaan, hendaknya ia memuji Allah SWT, mensyukuri-Nya, mengakui bahwa anugerah dan kenikmatan itu adalah milik-Nya, dan mengakui kekurangan dan keteledoran dirinya dalam melaksanakan kewajiban, ibadah dan khidmat. Walaupun ia telah mencapai tingkatan dan puncak yang tertinggi.
Diriwayatkan:
أن الله ملائكة منذ خلقهم الله تعالى وهم، في عبادته، منهم القائم لا يركع، والراكع لا يسجد، والساحد لايرفع إلى يوم القيامة، فإذا كان ذلك اليوم رفعوا رؤوسهم إلى ربهم، وقالوا ، سبحانك ما عبدناك حق عبادتك.
Artinya: “Sesungguhnya Allah memiliki malaikat, sejak mereka diciptakan oleh Allah mereka selalu dalam keadaan beribadah kepada-Nya. Diantara mereka ada yang dalam keadaan berdiri tidak pernah ruku’, ada yang ruku tidak pernah sujud, dan ada yang sujud tidak pernah mengangkat kepalanya sampai hari kiamat. Jika tiba hari itu mereka mengangkat kepala mereka kepada Tuhannya, dan berkata: Maha Suci Engkau, Kami tak menyembah-Mu dengan ibadah yang sebenar-benarnya.”
Bagi orang yang menyibukkan diri dalam beribadah kepada Allah SWT hendaknya ia mendirikan ibadahnya dengan khusyu’ dan tunduk, menghadirkan hatinya hingga tidak lalai dari Allah SWT. Jangan sampai lahiriahnya sibuk dengan ibadah kepada Allah SWT, sedangkan hatinya sibuk dengan lintasan nafsu membahas urusan duniawi, masalah kehidupan dan mengingat manusia. Karena semua itu menjadikannya beradab buruk kepada Tuhannya, dari sisi ia menyembah dan beramal untuk-Nya dengan
fisik tanpa batin, dan jasad tanpa hati. Disebutkan dalam hadits:
إن الله لا ينظر إلى صوركم و أعمالكم، ولكن ينظر إلى قلوبكم.
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak memandang bentuk dan amal kalian, tetapi Dia memandang hati kalian.”
Sumber : Dakwah Cara Nabi Karya al Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad