Tingkatan pertama dosa besar adalah dosa yang menghalangi seseorang untuk dapat mengenal (makrifat) Allah, yaitu kekufuran. Tidak ada dosa yang lebih besar dari kekufuran. Kemudian tingkat di bawahnya adalah kebodohan, dan kekufuran itu sendiri merupakan sebuah kebodohan. Kebodohan dalam arti kekufuran akan menghalangi seseorang untuk mengetahui segala sesuatu yang dapat menunjukkan (kebesaran) Allah. Kemudian jenis kebodohan lainnya adalah rasa aman dari makar Allah Ta’ala dan putus asa terhadap rahmat Allah. Rasa aman dari makar Allah merupakan salah satu bentuk kebodohan terhadap Allah, dan putus asa dari rahmat-Nya juga bentuk kebodohan terhadap Allah. Kebodohan semacam ini sangat berbahaya bagi manusia. Barang siapa mengenal Allah, tidak dapat dibayangkan ia akan merasa aman dari makar-Nya dan berputus asa dari rahmat-Nya. Seseorang yang mengenal Allah pasti akan takut kepada-Nya. Dan tidak mungkin mengenal Allah seseorang yang berputus asa dari rahmat-Nya. Jika dia mengenal Allah tidak mungkin dia akan berputus asa dari rahmat-Nya.
Setelah kebodohan kekufuran, maka kebodohan yang menyebabkan seseorang merasa aman dari makar Allah dan berputus asa dari rahmat-Nya merupakan kebodohan yang sangat buruk. Karena itulah Sayidina Hudhaifah radhiyallahu anhu berkata, “Tidaklah seseorang merasa imannya aman-aman saja, kecuali imannya pasti akan tercabut.”
Kendati telah memperoleh jaminan khusus sebagai penghuni Surga melalui lisan Rasulullah saw, kita menyaksikan para sahabat senantiasa merasa takut kepada Allah. Kaum Muhajirin dan Anshar semuanya memperoleh jaminan masuk Surga, akan tetapi sepanjang hidupnya, rasa takut kepada Allah tidak pernah sirna dari diri mereka. Sedikit pun mereka tidak pernah merasa aman dari makar Allah, sebab, jika itu terjadi, maka mereka akan termasuk dalam kelompok orang-orang yang merugi, sedangkan mereka tidaklah demikian. Allah Ta’ala mewahyukan:
أفأمنوا مكر الله فلا يأمن مكر الله الا القوم الخسرون (99
“Maka apakah mereka merasa aman dari makar (azab) Allah (yang tidak terduga-duga)? tiada yang merasa aman dan makar (azab) Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (Al-A’raf, 7:99)
Demikianlah anak didik Nabi Muhammad saw. Beliau mendidik mereka dan memberikan kabar gembira kepada mereka. Tidak sedikit pun mereka ragu atas kabar gembira yang beliau sampaikan, akan tetapi sepanjang hidupnya, mereka tidak pernah meninggalkan tugas mereka untuk beribadah dan beradab kepada Tuhan mereka.
Dosa besar setelah kebodohan semacam ini adalah perbuatan bid’ah yang berkaitan dengan Dzat, sifat dan perbuatan Allah. Banyak orang yang menyalahi apa yang telah ditetapkan oleh Rasulullah saw, para sahabat dan kaum sholihin di setiap masa. Pengetahuan tentang Dzat, sifat dan perbuatan Allah sudah jelas dan tidak perlu diukirkan panjang lebar. Cukup kita mengatakan:
قل هو الله احد (1) الله الصمد (2) لم يلد ولم يولد (3) ولم يكن له كفوا أحد (4)
“Katakanlah: “Dia-Iah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (Al-Ikhlash, 112:1-4)
Sumber: Obat Hati 1 Saduran Ceramah Al Habib Umar bin Hafidz