Seseorang yang mencapai usia baligh dalam keadaan bodoh dan kafir, maka ia wajib bertobat dari kebodohan dan kekafirannya. Sedangkan jika ia memasuki usia baligh dalam sebagai seorang Muslim karena mengikuti orang tuanya dan ia lalai akan hakikat Islam, maka ia wajib bertobat dari kelalaiannya tersebut dengan cara memahami makna Islam. Ia harus mengerti bagaimana seseorang harus pasrah dan tunduk kepada hukum-hukum Allah Ta’ala. Jika ia telah memahami hal itu, maka ia harus segera meninggalkan kebiasaan buruknya dan keakrabannya dengan berbagai jenis syahwat dengan melaksanakan aturan-aturan Allah, baik dalam pencegahan maupun dalam pembebasan. Dan ini merupakan bagian terberat tobat dan banyak orang yang
binasa dalam hal ini, karena mereka tidak mampu menghadapinya.
Jelaslah bahwa tobat merupakan kewajiban setiap pribadi. Kemudian jika di sebagian waktu seseorang mampu membebaskan dirinya dari kemaksiatan anggota tubuhnya, ternyata ia tidak dapat membebaskan hatinya dari niat-niat untuk melakukan dosa. Dan jika pun di sebagian waktu ia mampu membersihkan hatinya dari niat-niat tersebut, ternyata ia tidak dapat membersihkan hatinya dari berbagai bisikan buruk setan yang membuatnya lalai dari berdzikir mengingat Allah. Dan jika ia sanggup membersihkan hatinya dari semua bisikan setan, ternyata ia tidak dapat membersihkan dirinya dari kelalaian dan kekurangannya di dalam bidang pengetahuannya tentang Allah, sifat-sifat dan berbagai perbuatan-Nya.
Jika engkau mengatakan bahwa tidak dapat lepas dari setiap keadaan buruk, berbagai keresahan dan pikiran buruk yang melanda hati adalah sebuah kekurangan, bahwa kelemahan dalam mengenal hakikat keagungan Allah juga merupakan kekurangan, bahwa setiap kali pengetahuan bertambah akan bertambah pula kesempurnaan dan bahwa peralihan menuju ke kesempurnaan dari faktor-faktor kekurangan disebut dengan kembali, sedang tindakan kembali itu disebut tobat. Akan tetapi, bukankah hal ini sekedar sebuah keutamaan dan bukan kewajiban? Tobat dari hal-hal yang demikian bukankah tidak wajib hukumnya? Maka ketahuilah, sesungguhnya setiap kali manusia menuruti keinginan syahwatnya maka dalam hatinya akan muncul suatu kegelapan. Selanjutnya jika kegelapan berbagai syahwat tersebut telah menumpuk, hati akan menjadi kotor, seperti uap yang berasal dari napas manusia menjadi kotoran yang menempel di permukaan cermin. Seterusnya apabila kotoran itu telah menumpuk, maka ia akan mengeras dan menutupi hati. Seperti kotoran yang terdapat di permukaan cermin bila telah menumpuk dan dalam waktu sekian lama tidak pernah dibersihkan, maka ia akan menjadi karat yang merusak cermin tersebut sehingga tidak mengkilap lagi sesudahnya. Sebagaimana Allah Taala nyatakan dalam wahyu-Nya:
كلا بل ران على قلوبهم ما كانوا يكسبون(14
“Sekali-kali tidak (demikian). Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (Al-Muthaffifin, 83:14))
Sumber: Obat Hati 1 Saduran Ceramah Alhabib Umar bin Hafidz