AImam AlBaihaqi dalam kitab Dalailun Nuhuwwah menyebutkan sebuah Hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Seorang Badui datang menghadap Rasulullah saw dan berkata, ‘Duhai Rasulullah, kami mendatangimu, karena kami tidak lagi memiliki onta yang bersuara atau pun bayi yang mendengkur (karena kelaparan dan paceklik yang berkepanjangan).’ Badui itu lantas mengucapkan beberapa bait syair berikut:
وليس لنا الا اليك فرارنا
واين فرار الناس الا الى الرسول
Dan kami tidak memiliki tempat berlari kecuali kepada dirimu Dan ke manakah masyarakat akan berlari jika tidak menemui para Rasul
Mendengar pengaduannya, Rasulullah saw pun segera berdiri sembari menarik selendangnya serta berjalan naik ke mimbar dan kemudian berdoa, “Duhai Allah, turunkanlah hujan untuk kami.” Kemudian beliau saw berkata, “Seandainya Abu Thalib masih hidup, tentu ia akan senang (mendengar syair Badui tersebut).* (Maktabah Asy-Syamilah, ver.3.15)
Dan ke manakah masyarakat akan berlari jika tidak menemui para Rasul
Kita semua mengetahui, bahwa semua Rasul mengajak umat manusia untuk berlari menuju Allah. Allah Ta’ala mewahyukan:
ففروا الى الله اني لكم منه نذير مبين
“Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya Aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.” (Adz-Dzariyat, 51:50)
Bagaimana kita berlari menghampiri Rasul? Ketika kesusahan di hari kiamat memuncak, seluruh manusia berlari menghampiri para Rasul. Dan semua Rasul berkata, “Bertawassullah kalian dengan manusia yang paling dekat dengan Allah, yang memiliki kedudukan tertinggi di sisi Allah.” Umat manusia berlari menghampiri Rasul demi Rasul dan akhirnya menghampiri Rasulullah saw. Ketika mereka sampai di hadapan Rasulullah saw, sebenarnya mereka bertawassul dengan lari mereka kepada Allah. Kemudian beliau menghadap kepada Allah, dan Allah pun berkata kepada beliau, “Angkatlah kepalamu, mintalah maka engkau akan diberi, berikanlah syafa’at, maka engkau akan dikabulkan.”
Ini merupakan salah satu rahasia tajalli Allah. Kita harus mengetahui kemuliaan dan keutamaan sesuatu yang dijadikan sebagai sarana tajalli Allah. Sesuatu yang dijadikan sebagai sarana tajalli Allah hendaknya kita gunakan sebagai sarana untuk berlari menuju Allah. kita juga memulyakan pohon dimana disana allah bertajalli kepada Nabi Musa. Allah mewahyukan:
فلما أتها نودي من شطئ الواد الأيمن في البقعة المبركة من الشجرة ان يموسى إني أنا الله رب العالمين
“Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang sebelah kanan(nya) pada tempat yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu: “Ya Musa, Sesungguhnya Aku adalah Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-Qashash, 28:30)
Sampai kapan pun tidak mungkin pohon itu dijadikan sebagai tujuan. Kendati demikian, semakin kecil penghormatan seseorang terhadap pohon itu, maka semakin jauh dia dari Allah. Pohon itu hanya berfungsi sebagai sarana untuk berlari menuju Allah.
Sehubungan dengan hal ini, ketika Allah Ta’ala ditanya oleh salah seorang Nabi-Nya, “Duhai Allah, di manakah aku dapat menemukan-MU?” Maka Allah menjawab, “Engkau dapat menemukan-KU pada orang-orang yang hatinya hancur karena Aku.” Apakah engkau telah menemukan salah seorang dari orang tersebut?
Sumber: Obat Hati 1 Saduran Ceramah Al Habib Umar bin Hafidz