SAUDARA-SAUDARA sekalian yang mulia…paham-paham ini terkait erat dengan sikap kita dalam berinteraksi dengan kelompok-kelompok di sekeliling kita yang beranekaragam; bagaimana kita mendahulukan prasangka yang baik daripada prasangka buruk; juga bagaimana keharusan kita untuk mengetahui bahwa kemuliaan kalimat La Ilaha Illallah begitu agung di sisi Allah. Kalimat ini membuat darah dan kehormatan orang yang mengucapkannya haram dilanggar, juga membuatnya tidak boleh diprasangkai dengan prasangka buruk.
فإذا قالوها عصموا منّى دماءهم وأموالهم
Artinya: Apabila mereka mengucapkannya maka darah dan harta mereka dilindungi dariku.” (HR al-Bukhari).
Sebagaimana juga disebutkan dalam Hadis: “Apakah engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan La Ilaha Illallah!?”
Usamah menjawab, “Hai Rasulullah ia mengucapkan La Ilaha Illallah setelah melihat pedang di atas kepalanya, karena ia takut mati.”
Maka, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Kenapa tidak engkau bedah saja hatinya!?Celaka engkau, bagaimana sikapmu terhadap La Ilaha Illallah.Apakah engkau membunuhnya setelah mengucapkan kalimat itu!?” (HR Muslim).
Ukuran ini senantiasa tegak. Sehingga, ketika Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم mendengar ada Sahabat yang memanggil Sahabat lain dengan: “Hai Ibnus-Sauda’ (anak dari perempuan hitam).” maka beliau menegornya ketika bertemu, “Engkau, masih melekat dalam dirimu sifat jahiliyah.” (HR Muslim). “Apakah anak dari perempuan yang berkulit putih memiliki keutamaan atas anak dari perempuan hitam kecuali dengan takwa kepada Allah!?”.
Sayidina Abu Dzar paham dengan pelajaran ini.Beliau pergi menemui Sayidina Bilal.
“Ke sini, aku mengucapkan kata-kata itu kepadamu.Aku salah,” kata Abu Dzar kepada Bilal.
“Engkau telah aku maafkan.”
“Oh, tidak.Ini kening dan wajahku.Aku letakkan di tanah.Injakkan kakimu ke wajahku biar kesombongan itu lenyap dari batinku.”
“Aku telah memaafkan engkau.”
“Demi Allah, aku tidak bisa tenang, dan diriku tidak akan tenteram sebelum kau injakkan kakimu ke pipi dan wajahku3. Biar semua keangkuhan keluar dari batinku.”
Betapa indahnya etika di atas, etika yang diajarkan oleh Sang Kekasih Tuhan.
Saudara-saudara yang mulia, para ustadz yang terhormat, juga para murid sekalian… Kalian mendapatkan amanat besar untuk bisa membawa manhaj yang lurus ini kepada keluarga, masyarakat, teman, dan orang-orang di sekeliling kalian. Persahabatan yang tidak dilandasi oleh takwa akan berubah menjadi permusuhan, kadang di dunia, dan yang pasti di akhirat. Allah سبحانه وتعالى berfirman:
الأخلآّء يومئذ بعضهم لبعض عدوّ إلاّ المتّقين
Artinya: Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa. (QS az-Zukhruf [43]: 67).
فلينظر أحدكم من يخالل
Artinya: Maka, lihatlah oleh kalian siapa yang menjadi teman kalian. (HR Abu Dawud).
Ingatlah, orang yang membantumu untuk menutup pandangan dari maksiat, orang yang membantumu untuk bisa melaksanakan salat tepat pada waktunya, dialah temanmu yang sesungguhnya. Dialah teman yang berguna, yang persahabatannya memberikan manfaat bagimu di dunia dan akhirat.Yakni, di saat mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan surga; saat mereka berada di bawah naungan Arsy Tuhan Yang Maha Pengasih pada hari yang tidak ada tempat berteduh kecuali naungan-Nya. Merekalah orang-orang yang saling mencintai dan saling bersaudara dengan ikhlas karena Allah سبحانه وتعالى.
Maka, tegakkanlah hak persaudaraan ini. Terjunlah ke masyarakat kalian dan bangunlah pandangan kalian terhadap apa yang terjadi di dunia dengan pola pandang ini, yakni pola pandang ghirah (kepedulian dan semangat kepada agama) serta kasih sayang; dengan pola pandang ketegaran dan penjelasan yang baik; dengan pola pandang keteguhan dan pekerti yang mulia.
Berkumpulah di tengah-tengah itu semua di atas batas-batas yang lurus dan sama. Terjunlah dengan membawa prinsip-prinsip ini, kalian sangat dibutuhkan oleh umat.Kiprah kalian dengan memegang landasan dan prinsip-prinsip ini sangat dibutuhkan mereka. Biar kita bisa menanggulangi keburukan dari berbagai petaka yang menyerbu kita saat ini sampai ke rumah-rumah, pasar-pasar dan jalan-jalan, serta mengusir kita hingga ke masjid-masjid kita sendiri.
Betapa butuhnya kita akan kemenangan terhadap hawa nafsu yang telah membuat kita saling menjauh, memecah belah kita, dan mengusung praduga-praduga yang membuat hati seseorang memiliki prasangka dan maksud buruk terhadap yang lain.
Semua itu termasuk larangan bagi kita, termasuk sesuatu yang telah diberitahukan oleh syariat bahwa hal itu menjauhkan kita dari Allah, mendekatkan kita kepada murka-Nya, membuat amal-amal kita ditolak dan tidak diterima.
تعرض الأعمال على الله عزّ وجلّ يوم الاثنين والخميس, فلا يقبل عمل قاطع رحم
Artinya: Amal-amal manusia diperlihatkan kepada Allah di setiap Senin dan Kamis. Maka, Allah tidak menerima amal orang yang memutus tali persaudaraan.(HR ath-Thabarani).
Dalam riwayat lain:
تعرض الأعمال في كلّ اثنين وخميس فيغفر الله عزّ وجلّ لكلّ امرئ لا يشرك بالله شيئا إلاّ امرأ كانت بينه وبين اخيه شحناء فيقال اركوا هذين حتى يصطلحا
Artinya: Amal-amal manusia diperlihatkan setiap hari Senin dan Kamis. Maka Allah عزوجل mengampuni setiap orang yang tidak menyekutukan Allah dengan apapun, kecuali orang yang memiliki permusuhan dengan sesama saudaranya. Maka, Allah berfirman: Tunda dua orang ini sampai mereka berdamai.” (HR Muslim).
Mari kita mengambil jalan tengah sesuai dengan tata caranya yang benar. Mari kita perbaiki sikap kita dalam menghadapi berbagai macam golongan. Mari kita tampakkan kepada orang-orang kafir—baik yang harbi, yang dzimmi, maupun yang melakukan perjanjian dengan kita—apa yang diserukan oleh Allah dan diterjemahkan di dalam perilaku Nabi kita, Sang Nabi Pilihan صلى الله عليه وسلم.
Ingatlah, orang-orang kafir telah memerangi kaum Muslimin. Mereka mendatangi Baghdad dan menghalalkan segalanya. Mereka menyiksa kaum Muslimin pada masa perang yang dilakukan oleh orang-orang Tartar.
Tapi, setelah itu, mereka melihat dengan jelas pola pandang dan perilaku moderat di tengah-tengah kaum Muslimin.Maka, mayoritas mereka berpindah haluan.Yang asalnya memerangi Muslimin dan menentang Islam, mereka berubah menjadi orang-orang Islam yang membela Islam.
Inilah pengaruh dari keindahan Islam, keindahan nabawi yang telah dilekatkan oleh Allah kepada kekasih-Nya, Muhammad صلى الله عليه وسلم. Orang yang memandang wajah beliau, ia pasti tahu bahwa itu bukan wajah seorang pendusta. Abdullah bin Salam, asalnya ia adalah salah satu cendekiawan Yahudi, akhirnya ia menjadi salah satu ulama kita dan Sahabat Nabi kita, Muhammad صلى الله عليه وسلم. Abdullah bin Salam berkata, “Saat pertama kali mataku melihat wajah Rasulullah di Madinah aku sudah tahu bahwa itu bukan wajah pendusta. Aku mendengar hal pertama yang beliau sabdakan adalah:
أيها الناس أفشوا السلام وأطعم الطّعام وصلوا الأرحام وصلّوا بالليل والنّاس نيام تدخلوا الجنّة بسلام
Artinya: Hai sekalian manusia, sebarkan salam, berikanlah makanan, sambunglah tali persaudaraan dan salatlah di malam hari saat orang-orang tidur, maka kalian akan memasuki surga dengan sejahtera. (HR al-Hakim).
Dari apa yang telah disinggung di depan, sudah jelas bagi kita bahwa kita mengimpikan agar orang-orang kafir yang menjadi musuh itu masuk Islam. Apakah masuk akal, jika kemudian cara yang kita gunakan serta jalan yang kita tempuh dalam forum-forum ceramah dan lainnya adalah dengan menghujat kelompok-kelompok Muslimin. Kita maki nama, landasan dan aksi nyata mereka. Kita sangat bersemangat untuk menyebut mereka dengan buruk.
Kalau kita punya keinginan untuk merangkul orang-orang kafir ke dalam Islam, maka keinginan kita untuk merangkul orang-orang yang masih berada dalam batas Islam mestinya lebih tinggi dan lebih besar.
Perlu dijelaskan bahwa sikap kaku, ekstrem, sikap longgar dan lalai, tampak dengan sangat jelas dalam berbagai sisi kekerasan yang justru membuat seseorang melanggar batas-batas yang telah ditetapkan oleh syariat. Yakni, reaksi yang membuat seseorang terlepas dari etika Islam, kelalaian yang membuat seseorang menyia-nyiakan kewajiban, atau menyebabkan dia memutus tali persaudaraan, menyakiti orang, memecah belah persatuan umat Islam, menumbuhkan kebencian dan permusuhan di antara mereka, atau menganggap baik atribut-atribut yang melanggar batas dan melanggar etika.
Sikap moderat yang benar bukan meletakkan agama sebagai bentuk pakaian, atau menghina orang yang mengenakan pakaian-pakaian lain yang tidak dilarang syariat.Begitu pula bukan sikap moderat yang benar, menganggap baik hal-hal yang sudah keluar dari batas kehormatan, batas etika dan batas kepantasan; juga mengikuti segala mode dan produk yang dibikin di negeri kafir, agar dibilang, “Ini pakaian yang sangat kalian cintai.”
Saat ini, kita terlalu mulia untuk sekadar menjadi bunglon yang menjadi pengikut setia dari orang-orang yang tak memiliki norma dan pekerti mulia. Kita terlalu agung untuk sekadar menjadi orang yang merasa sesak oleh urusan pakaian yang tidak dilarang syariat, atau menghina orang yang memakai pakaian yang tidak sama dengan kita, atau mencibir pakaian-pakaian sunah yang diriwayatkan dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم.
Persoalan kita jauh lebih besar dari cibiran terhadap pakaian sunah atau cibiran seorang Muslim terhadap pakaian-pakaian yang tidak dilarang syariat serta tidak terlepas dari batas kehormatan, batas etika dan batas kepantasan.hak-hak orang lain yang terasa manis di lidah mereka, maka itulah perdamaian menurut mereka. Sementara, perdamaian yang ditun-jukkan kepada kita adalah perdamaian moderat yang proporsional, perdamaian yang penuh cahaya.
Sumber : Agama Moderat
Terj. Alwasathiyah fil-Islam
Karya Al Habib Umar bin Hafidz