Di perjalan pulang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam melewati kafilah pedagang bangsa Quraisy di tempat tertentu. Di kafilah itu ada seekor unta yang membawa dua buah karung dagangan, satu karung berwarna hitam dan satu karung berwarna putih. Pada saat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam berpapasan dengan mereka tiba-tiba unta itu menjadi liar ketakutan dan berlari berputar putar hingga akhirnya pingsan dan tersungkur. Di perjalanan pulang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam juga melewati kafilah lainnya yang telah kehilangan seekor unta yang memikul dagangan bani fulan, maka Nabi mengucap salam untuk mereka, beberapa orang dari mereka berkata, ”ini adalah suara Muhammad”, hingga akhirnya Rasulullah tiba di kota Makkah sebelum subuh.
Di pagi hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam duduk bersedih kerena menyadari bahwa orang-orang pasti akan mendustainya. Tiba-tiba Musuh Allah, Abu jahal melewati Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam dan ia mendatanginya dan duduk bersamanya, maka berkatalah Abu Jahal kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam dengan nada menghina, “Apakah ada sesuatu, wahai Muhammad?”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam menjawab, “benar”. Abu jahal berkata, “Apa itu?”. Nabi menjawab, “Aku diperjalankan semalam”, Abu jahal berkata, ”ke mana?”, Nabi menjawab, “ke Baitul Maqdis”. Maka Abu jahal berkata, “Dan kemudian di pagi hari ini engkau telah kembali lagi di tengah-tengah kami?”. Nabi menjawab, “betul.”
Maka Abu Jahal berpura-pura mempercayainya. Kemudian Abu Jahal berkata,”Bagaimana pendapatmu apabila aku memanggil kaummu dan engkau kabarkan kepada mereka apa yang barusan engkau ceritakan kepadaku?”. Nabi menjawab, ”boleh”. Maka Abu jahal memanggil kaumnya, ”wahai sekalian Bani Ka’ab bin Lu’ay kemarilah”. Maka mereka berdatangan hingga mereka duduk kepada keduanya.” Kemudian Abu Jahal berkata kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam, “ceritakanlah kepada kaummu apa yang barusan engkau ceritakan kepadaku”. Maka Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berkata, “sesungguhnya aku telah diperjalankan semalam”. Mereka bertanya, ”kemana?”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam menjawab, “ke Baitul Maqdis”. Lalu mereka kembali bertanya, “Dan kemudian di pagi hari ini engkau telah kembali di tengah-tengah kami?”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam menjawab, “benar”.
Mendengar yang demikian mereka bertepuk tangan, ada pula yang meletakkan tangannya di atas kepalanya karena terkagum-kagum, serta mengolok-olok Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam hingga mereka bergemuruh ramai akan kabar yang disampaikan oleh Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam. Berkatalah Al Muth’im bin ‘Adiy, ”Setiap perkara dan kasus mengenaimu sebelum hari ini begitu mudah dan kecil, namun hari ini lain. Wahai Muhammad! Aku bersaksi bahwasanya engkau adalah pembohong. Kami bersusah payah menuju Baitul Maqdis satu bulan perjalanan dan kembali dari Baitul Maqdis satu bulan perjalanan, lalu engkau mendatanginya dan kembali ke Makkah dalam satu malam? Demi latta dan uzza aku tidak mempercayaimu”.
Maka Abu bakar berkata, “wahai Al Muth’im alangkah buruk perkataanmu kepada keponakanmu (Nabi Muhammad). Engkau menanggapinya dengan kebencian hingga engkau mendustainya. Aku bersaksi bahwasannya dia telah berkata jujur”. Maka mereka berkata, ”Wahai Muhammad! sifatkanlah kepada kami tentang Baitul Maqdis, bagaimana bangunannya, bagaimana keadaannya, dan bagaimana dekatnya dari gunung?, karena sesungguhnya banyak di sini saat ini yang telah mengunjunginya”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam mensifatkan kepada mereka “bangunannya begini, keadaannya seperti ini, dan dekatnya dari gunung seperti ini”. Ketika Nabi sedang menjelaskan kepada mereka dengan sejelas jelasnya, tiba-tiba ada bagian dari Baitul Maqdis yang luput dari perhatian beliau saat Isra dan Mi’raj, maka nabi ketakutan dan kebingungan yang amat sangat besar. Di saat itulah Allah menampakkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam Masjid Al Aqsho hingga beliau menyaksikannya seakan diletakkan dekat rumah Aqil atau Uqal. Orang-orang ketika melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam kebingungan mereka mendesaknya dangan berbagai pertanyaan, “berapa pintu pada masjid tersebut?”, padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam datang ke Masjid Al Aqsho bukan untuk menghitung pintunya. Namun setelah Allah menampakkan masjid Al Aqsho kepadanya, beliau menjawab pertanyaan mereka dengan lengkap dan tepat.
Abu Bakar tiada henti berkata, “engkau benar, engkau benar, aku bersaksi bahwasannya engkau adalah utusan Allah.” Maka orang-orang berkata, “adapun gambarannya tentang Masjid Al Aqsho itu, demi Allah semua itu benar”. Kemudian mereka berkata kepada Abu Bakar, “Apakah kamu mempercayainya bahwa dia telah berjalan semalam ke Baitul Maqdis dan kembali ke Makkah sebelum subuh?”. Abu Bakar menjawab: “Iya, sungguh aku mempercayai apa yang lebih hebat dari itu semua. Aku mempercayainya dengan segala kabar langit yang dia kabarkan setiap pagi maupun sore hari”. Oleh sebab itulah Abu Bakar di juluki Ash Shiddiq.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam berkata, “Di perjalanan aku melalui kafilah Bani fulan di daerah Rouha’ dan mereka semua sedang mencari unta mereka yang hilang, maka aku berhenti dan menghapiri tempat peristirahatan mereka, aku tidak menjumpai satupun dari mereka karena mereka sedang mencari unta yang hilang. Saat itu aku sempat meminum dari air mereka yang di letakkan di sana. Kemudian aku melewati kafilah Bani fulan di tempat tertentu. Di kafilah itu ada seekor unta yang membawa dua buah karung dagangan, satu karung berwarna hitam dan satu karung berwarna putih, pada saat berpapasan dengan mereka tiba-tiba unta itu menjadi liar ketakutan dan berlari berputar putar hingga akhirnya pingsan dan tersungkur. Kemudian aku melewati kafilah Bani fulan di Tan’im. Kafilah itu dipimpin oleh unta yang berwarna abu-abu dengan pelana hitam dan dua tali kekang yang berwarna hitam, dan kafilah itu akan datang kepada kalian dari bukit Tsaniyah dipimpin oleh unta tersebut. Mereka berkata, ”Kapan akan datang?”. Nabi menjawab, “pada hari rabu”. Maka pada hari itu para pembesar Quraisy menunggu kafilah tersebut, hingga matahari hampir tenggelam pada hari itu dan kafilah tak kunjung datang.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam berdoa agar dipanjangkan hari itu sesaat. Pada hari itu matahari ditahan, hingga datanglah kafilah tersebut. Saat itu orang-orang kafir quraisy bertanya kepada rombongan kafilah, “Apakah unta kalian hilang?”. Mereka berkata, “benar”. Mereka bertanya kepada kafilah yang lain, “Apakah unta berwarna merah milik kalian tersungkur hingga pingsan?”. Mereka berkata,”iya”. Mereka bertanya kembali, “Apakah kalian memiliki tempat air?”. Maka seorang lelaki berkata, ”demi Allah aku telah meletakannya dan tidak seorangpun dari kami meminumnya dan tidak juga tumpah ke tanah.” Kemudian mereka semua menuduh Nabi shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam sebagai seorang penyihir.
Maka Allah menurunkan wahyu-Nya:
و ما جعلنا الرؤيا التي أريناك إلا فتنة للناس
“Dan tidak kami jadikan penampakkan yang kami perlihatkan kepadamu kecuali ujian bagi manusia”
وصلى الله على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه وسلم تسليما كثيرا والحمد لله رب العالمين.
Kemudian Allah menurunkan firman-Nya yang berbunyi:
سبحان الذي أسرى بعبده ليلا من المسجد الحرام إلى المسجد الأقصى الذي باركنا حوله لنريه من آياتنا إنه هو السميع البصير
“Maha suci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya di malam hari dari masjidil Haram ke masjidil Aqsho yang kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan dari ayat-ayat kami, sesungguhnya Dia Maha mendengar dan Maha melihat.”
Sungguh agung engkau wahai Muhammad yang telah dimuliakan Allah dengan anugrah dan karunia agung ini. Martabat yang semua ciptaan Allah telah putus asa untuk meraihnya, martabat yang tidak ada lagi diatasnya martabat. Tidak seorangpun mengetahui apa yang telah engkau ketahui di malam indah itu. Bahkan Allahpun merahasiakan dari seluruh makhluqnya apa yang telah Allah wahyukan dan anugrahkan untukmu.
فأوحى إلى عبده ما أوحى ما كذب الفؤاد ما رأى
“Maka Allah mewahyukan kepada hamba-Nya apa yang telah Allah wahyukan. Hati (Muhammad) tidak mendustai apa yang (Muhammad) lihat“.
Apa yang Allah wahyukan kepadamu saat itu?. Apa yang engkau lihat saat itu hingga hati meyakininya dan tidak mendustainya?. Allah merahasiakannya dari seluruh makhluk-Nya. Rahasia yang hanya diketahui oleh dua kekasih. Dari seluruh ciptaan Allah yang sangat banyak, hanya engkau yang terpilih untuk martabat agung ini. Kedudukan cinta, kedudukan sebagai satu-satunya kekasih teragung. Apa yang membuatmu dipilih Allah?. Wahai sang hamba sejati yang telah menghambakan dirinya dengan sebenar-benarnya kepada Sang Kholiq?. Itulah rahasiamu teragung wahai kekasih Allah.
Shalawat serta salam untukmu wahai sebaik-baiknya makhluk.
Shalawat serta salam untukmu wahai imam para nabi dan rasul.
Shalawat serta salam untukmu wahai pemilik sendal yang telah memijak Sidratul Muntaha.
Hijab-hijab agung berbangga ketika mencium telapak kakimu.
Kepala alam semesta menjadi mulia ketika berada di bawah telapak kakimu.
Apa yang dapat kami ungkapkan untuk hamba semacam dirimu?. Ya Allah, muliakan kami untuk dapat mencintai kekasih agung-Mu Muhammad shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa sallam. Hidupkan kami dalam cinta kepadanya, wafatkan kami dalam cinta kepadanya, dan kumpulkan kami dan para pecinta bersamanya di surga para pecinta.