Ketika Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam hijrah ke Madinah, para sahabat juga ikut menyertai beliau. Sebagian dari mereka berangkat sebelum keberangkatan Rasulullah dan sebagian yang lain berangkat setelah Rasulullah tiba di Madinah. Harta, tanah, dan semua yang mereka miliki ditinggalkan begitu saja. Segenap jiwa dan raga mereka dihadapkan ke Madinah Munawwarah. Hijrah itu mereka lakukan bukan dengan tujuan untuk mengejar harta kekayaan. Mereka tidak ingin menukar keimanan kepada Allah dengan apa pun juga, harta maupun kekuasaan. Jauh, apakah tindakan seperti itu membuktikan bahwa gerakan dakwah mereka adalah sebuah ‘revolusi ‘ yang dilakukan demi sepotong makanan?
Berkenaan dengan masalah ini, musuh-musuh Islam biasanya akan mengemukakan dua pernyataan berikut ini:
Pertama, fakta menunjukkan, mayoritas sahabat Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam di Mekah yang memeluk Islam pada masa-masa awal berasal dari kalangan fakir miskin, budak, dan orang-orang lemah. Fakta ini membuktikan bahwa mereka bersedia menjadi pengikut Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam agar terbebas dari kesulitan yang dihadapi. Selain itu, mereka juga menuduhkan, orang-orang melarat ini juga bersedia memeluk agama baru agar mendapatkan sumber penghidupan yang lebih baik.
Kedua, fakta bahwa tidak lama setelah berhasil menaklukkan berbagai wilayah di penjuru dunia, para sahabat hidup dalam kemewahan. Menurut para musuh Islam, ini membuktikan bahwa ternyata gerakan yang dilakukan Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam memang bertujuan untuk mengejar kehidupan dunia.
Pembaca yang budiman, cobalah Anda merenungkan kedua poin di atas. Anda pasti akan melihat, betapa parah khayalan dan tuduhan itu. Rupanya kegelapan telah menelan pikiran musuh-musuh Islam.
Adalah benar jika dikatakan bahwa sebagian besar para sahabat yang memeluk Islam di masa awal berasal dari kalangan fakir miskin dan para budak. Akan tetapi, fakta ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan yang dituduhkan musuh-musuh Islam itu sebab syariat berimplikasi pada penerapan standar keadilan terhadap seluruh umat manusia, sekaligus semua kaki tangan kezaliman dan kesombongan. Salah satu tanda keislaman adalah menolak, bahkan memerangi semua kezaliman sebab alih-alih membawa kemaslahatan, kezaliman hanya akan membawa keburukan dan malapetaka kemanusiaan. Tanda keislaman yang lain, menyambut para mustadhiafin yang menjadi korban kezaliman dan menyambut semua orang yang tidak terlibat dalam jual-beli kesesatan. Hal itu akan membawa kemaslahatan yang jauh lebih besar daripada keburukan. Orang-orang lemah seperti itu tidak memiliki beban apa pun. Tak ada yang menekan mereka untuk mengikuti ajaran syariat.
Sumber : Fiqih Sirah karya Asy Syeikh Muhammad Said Ramadhan Al Buthi