Aisyah ra. pernah menyatakan di dalam sebuah hadits yang dinukil oleh Imam Al-Bukhari, “Ketika Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam wafat, aku tidak menemukan apa pun di rak makananku, bahkan yang dapat dimakan binatang sekali pun. Hanya ada sedikit gandum. Maka, akupun memakan gandum itu,” (HR Al-Bukhari).
Anas ra. juga pernah menurunkan sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari, “Nabi Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam tidak pernah makan menggunakan pinggan sampai beliau wafat. Selain itu, beliau juga tidak pernah menyantap roti halus sampai beliau wafat,” (HR Al-Bukhari).
Pakaian dan perabotan rumah Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam juga sangat sederhana. Beliau biasa tidur beralaskan tikar. Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam tidak pernah tidur di atas alas yang empuk. Bahkan, ketika istri-istri Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, termasuk Aisyah ra., datang menemui beliau untuk mengadukan penderitaan yang mereka alami, sekaligus untuk meminta tambahan nafkah agar dapat membeli perhiasan dan pakaian supaya penampilan mereka tidak lebih buruk daripada istri-istri para sahabat Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam permintaan para istri beliau itu tidak dipenuhi. Tak lama kemudian, turunlah ayat yang berbunyi,
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, ‘Jika kamu sekalian menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah rnenyediakan bagi siapa yang berbuat balk di antaramu pahala yang besar,” (QS Al-Ahzab [33] : 28-29).
Setelah membacakan ayat tersebut di depan para istri beliau, Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam mempersilakan mereka memilih hidup bersama Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam apa adanya atau berpisah dengan cara baik-baik jika mereka menuntut tambahan nafkah, perhiasan, dan harta. Ternyata, semua istri Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam memilih tetap hidup bersama beliau.
Dengan mengetahui semua ini, bagaimana mungkin orang yang berakal sehat meragukan kebenaran Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam? Bagaimana mungkin seseorang menuduh Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam berdakwah untuk mengejar harta dan kehormatan?
Inilah poin penting pertama yang dapat kita petik dari uraian di atas.
Kedua, berkaitan dengan arti hikmah (kebijaksanaan) yang menjadi karakter dan dipegang teguh Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam Apakah hikmah berarti menerapkan strategi dakwah apa pun tanpa pandang bulu? Adakah syariat membolehkan Anda menghalalkan segala cara asalkan tujuan yang ingin dicapai benar?
Tidak! Sebagai jalan ibadah, syariat Islam mencakup cara dan tujuan. Anda hanya dibolehkan mengejar tujuan yang disyariatkan Allah lewat jalan yang juga direstui-Nya. Hikmah dan strategi syariat bisa jadi memiliki beberapa makna. Akan tetapi, berkenaan dengan cara untuk mencapai tujuan, hanya jalan yang sesuai dengan syariatlah yang dibolehkan.
Maka dari itu, dengan dalih “hikmah dan strategi”, Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam sebenarnya bisa menerima tawaran memimpin atau menjadi raja bagi bangsa Arab. jika benar dakwah beliau untuk mengejar kekuasaan, pasti itu sudah dilakukan. Apalagi, setiap penguasa atau raja memiliki pengaruh kuat terhadap rakyatnya. Lihat saja, betapa banyak pendukung sebuah aliran atau ideologi yang menyebarkan ajaran yang dianutnya kepada banyak orang di bawah payung kekuasaan.
Sumber : Fiqih Sirah karya Asy Syeikh Muhammad Said Ramadhan Al Buthi