Politik Negosiasi
Dalam riwayat yang dinukil Ibnu Hisyam dari Ibnu Ishaq, dikatakan bahwa Utbah ibn Rabi’ah—seorang pemimpin yang memiliki penglihatan tajam terhadap rakyatnya—pernah berkata di hadapan majelis kaum Quraisy, “Wahai sekalian orang Quraisy, bagaimana jika aku menemui Muhammad untuk menawarkan beberapa hal? Siapa tahu ia bersedia menerima sebagian darinya supaya berhenti mengganggu kita?” Orang-orang Quraisy menjawab, “Baiklah wahai Abul Walid, segeralah kau temui dia dan bicaralah dengannya.”
Utbah pun berangkat menemui Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam Setelah bertemu beliau, ia berkata, “Wahai keponakanku, sebagaimana kau ketahui, sesungguhnya engkau bagian dari kami Keluargamu amatlah terpandang dan nasabmu amatlah luhur Akan tetapi, kini kau telah membawa kepada kaummu suatu perkara yang berat, yang selain memecah belah mereka, engkau telah memupus impian mereka Maka, sekarang dengarkanlah ucapanku. Aku akan menawarkan beberapa hal untuk dipertimbangkan, barangkali engkau bersedia menerima sebagian darinya
Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda, “Katakanlah wahai Abul Walid, aku akan mendengarkan..”
Utbah berkata, “Wahai keponakanku, jika yang kaubawa itu dimaksudkan untuk mendapatkan harta, akan kami kumpulkan semua harta kami untuk kuserahkan padamu sehingga engkau menjadi orang paling kaya di antara kami semua Jika engkau menginginkan kemuliaan„ kami akan menjadikanmu pemimpin hingga kami tidak akan berani memutuskan suatu perkara tanpa restu darimu Jika engkau menginginkan kerajaan, maka kami bersedia mengangkatmu menjadi raja Dan jika yang datang padamu ini (wahyu) adalah gangguan jin yang tidak dapat kautangkal, maka kami akan mencari tabib terbaik. Kami bersedia menghabiskan harta yang kami miliki untuk membayar tabib tersebut sampai engkau terlepas dari gangguan jin itu.”
Mendengar tawaran Utbah, Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda, “Apakah engkau sudah selesai bicara, wahai Abul Walid?”
Lebih lanjut Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda, “Kalau begitu, dengarkanlah apa yang kusampaikan ini….”
Setelah itu, Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menilawahkan ayat,
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ha Mim. Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui, yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling (darinya); maka mereka tidak (mau) mendengarkan. Mereka berkata, ‘Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah kamu; sesungguhnya kami bekerja (pula)’ Katakanlah, ‘Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka, tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan (Nya),” (QS Fushshilat [41): 1-6).
Sumber : Fiqih Sirah karya Asy Syeikh Muhammad Said Ramadhan Al Buthi