Semua rintangan yang harus dihadapi para penyeru ke jalan Allah dan mujahidin fisabilillah untuk menegakkan masyarakat Islam sebenarnya sunnatullah yang Dia tetapkan pada makhluk-Nya sejak sejarah dimulai. Hal itu pula yang menuntut tiga hal penting berikut ini.
Pertama, penghambaan kepada Allah yang harus dipatuhi semua manusia, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku,” (QS Adz-Dzaryat [ 1]: 56).
Kedua, taklid yang menjadi konsekuensi dan penghambaan kepada Allah Swt. Setiap laki-laki maupun perempuan yang berakal dan cukup umur mukallaf untuk menerapkan syariat Islam, baik dalam dirinya maupun di tengah masyarakatnya. Kalaupun dalam perjalanan si mukallaf ternyata harus menghadapi kesulitan yang berat, hal itu justru semakin menguatkan arti taklif yang dibebankan pada dirinya.
Ketiga, kejelasan siapa yang benar dan yang dusta. Kalau saja manusia dibiarkan mengaku-aku beriman dan mencintai Allah Swt. di bibir saja, susah membedakan mana yang benar-benar beriman dan mana yang isapan jempol belaka. Jadi, cobaan akan menjadi alat ukur untuk membedakan mereka yang jujur dari yang dusta. Mahabenar Allah Swt. yang berfirman, “Alif lam mim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS Al-Ankabiit [29]: 1-2).
Allah juga berfirman, “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar,” (QS Al-Ankabut [3]: 142).
jika kita mengetahui bahwa semua ini adalah sunnatullah, maka “kamu sekali-kali tidak akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu” (QS Al-Ahzab [33]: 62), tak terkecuali pada diri para rasul dan orang-orang suci. Atas dasar itu, Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam pun menerima siksaan, sebagaimana nabi dan rasul sebelumnya. Atas dasar itu pula, para sahabat menghadapi siksaan pedih tak terperi sehingga di antara mereka ada yang tewas, cacat, atau buta. Padahal, mereka adalah orang-orang yang memiliki kedudukan istimewa di hadapan Allah Swt.
Menilik karakter berbagai siksaan yang dihadapi umat Islam dalam perjalanan membangun masyarakat yang Islami, Anda pasti langsung mengetahui bahwa semua itu bukanlah halangan yang dapat menghentikan langkah seorang salik atau mujahid untuk mencapai tujuan yang ingin diraih, sebagaimana penilaian sebagian orang. Alih-alih, semua itu justru menjadi karakter alami darn jalan yang dibuat Allah untuk ditempuh setiap muslim yang akan mengantarkannya kepada tujuan yang akan dicapai. Dengan kata lain, Kedekatan setiap muslim dengan tujuan yang hendak dicapai sebanding dengan cobaan serta siksaan yang mereka hadapi dalam perjalanan menuju ke sana juga sebanding dengan jumlah syuhada yang gugur dalam menempuh jalan tersebut.
Oleh karena itu, seorang muslim tidak pantas merasa putus asa ketika menghadapi kesulitan dalam perjalanan dakwahnya. Semua itu adalah keniscayaan bagi agama yang kita anut ini. Dengan kata hendaknya setiap muslim bergembira menyambut pertolongan Allah Swt. setiap kali jalan yang mereka lalui dihadang bahaya yang Iebih besar.
Bukalah mata Anda dan lihatlah kebenaran kesimpulan ini darn firman Allah Swt,
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya,Bilakah datangnya pertolongan Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat„” (QS Al-Baqarah [2]: 214).
Jadi, jawaban bagi mereka yang belum memahami karakter amal dalam Islam atau merasa resah karena takut segala bentuk siksaan dan aral yang merintangi jalan mereka adalah bukti bahwa kemenangan semakin jauh dari diri mereka adalah firman Allah yang berbunyi: ” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat,” (QS Al-Baqarah [2]: 214).
Sumber : Fiqih Sirah karya Asy Syeikh Muhammad Said Ramadhan Al Buthi