Semua ini menjadi bukti bahwa bangunan agama Islam yang terdiri dari unsur akidah dan syariat didirikan di atas pondasi akal dan logika. Ini juga menjadi bukti bahwa alasan untuk berpegang kuat padanya adalah demi kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, salah satu syarat penting bagi kesahihan iman kepada Allah dan semua yang berhubungan dengannya adalah hendaknya semua itu dibangun di atas fondasi keyakinan dan pemikiran yang bebas, tidak sedikit pun dinodai tradisi maupun kebiasaan tertentu. Hal ini begitu penting sehingga penulis Jauharah At-Thuhid menyatakan sebagai berikut.
Semua orang yang bertaklid dalam tauhid
imannya takkan pernah sepi dari keraguan
Islam datang untuk memerangi taklid dan sikap pasrah. Segala aspek hukum dan pokok-pokok ajaran Islam didirikan di atas fondasi akal dan logika, sementara taklid berlandaskan sikap menginduk dan mengikuti. Tak ada upaya-upaya olah pikir. Bahkan, dalam terminologi Arab, para ahli sosiologi sepakat mendefinisikan taklid sebagai Kumpulan adat yang diwarisi atau dilestarikan oleh para bapak dari para kakek hanya berdasarkan sikap membebek terhadap suatu miliu atau kebiasaan sebuah negeri. Satu-satunya penggerak taklid tersebut adalah fanatisme terhadap pemimpin yang berlangsung di sepanjang sejarah adat yang bersangkutan demi melestarikan kehidupan.”
Jadi, semua yang menjadi kebiasaan suatu komunitas, entah itu karakter masyarakat atau kebiasaan yang mereka lakukan di kala suka atau duka, yang bulat-bulat berasal dari warisan masa lalu dalam sudut pandang bahasa dan sosiologi dapat disebut taklid
Jika mengetahui hal ini, Anda pasti akan menyadari bahwa Islam tidak dapat seiring berkelindan dengan taklid, baik yang berhubungan dengan ranah akidah maupun syariah. Akidah itu didirikan di atas landasan rasionalitas dan logika, sedangkan aturan hukum didirikan di atas landasan kemaslahatan dunia dan akhirat yang diketahui lewat pemikiran dan perenungan meskipun terkadang pemahaman terhadap hikmah aturan syariat itu tidak dapat dicapai oleh rasionalitas sebagian manusia.
Jika semua ini sudah jelas, Anda akan menyadari betapa berbahaya-nya penggunaan istilah “taklid-taklid Islam” (at-taqalid al-islamiyyah) untuk menyebut berbagai macam ibadah, hukum syariat, dan tatanan akhlak yang terkandung di dalam ajaran Islam.
Penggunaan istilah menyesatkan ini membuat pikiran orang yang mendengarnya memahami nilai-nilai moral dan akhlak Islam bukan berasal dari ajaran Tuhan yang mengandung kemaslahatan bagi umat manusia, melainkan kumpulan adat dan tradisi kuno yang diwarisi dari nenek moyang. Jika begitu, hal itu bisa dipastikan akan melahirkan sikap antipati terhadap sesuatu yang mereka sebut “warisan kuno”
Padahal, seharusnya ajaran Islam diterapkan di setiap ruang dan waktu.
Penggunaan istilah sesat seperti ini untuk menyebut syariat dan hukum Islam sama sekali tidak dapat ditoleransi sebab itu merupakan bagian tak terpisahkan dan mata rantai peperangan terhadap Islam, salah satu senjatanya menggunakan istilah-istilah yang sesat-menyesatkan.
Semula istilah “taklid-taklid Islam” (at-taqalid al-islarniyyah) digunakan untuk mempermudah penyebutan berbagai bentuk aturan dan hukum Islam. Lambat laun istilah “taklid” pun identik dengan “aturan dan hukum Islam”. Mereka lupa bahwa sebenarnya aturan dimaksud adalah prinsip ajaran agama yang didirikan di atas landasan rasional dan olah pikir yang bagus. Pada titik ini, semakin mudahlah musuh-musuh Islam menyerang agama kita yang luhur ini..
Andaikata umat Islam mau menelaah lebih jauh lagi, akan ditemukan begitu banyak prinsip ajaran dan hukum Islam, seperti pernikahan, talak, hijab, dan tatanan moral yang dicap sebagai “taklid”(tradisi)
(tradisi). lni berbahaya karena saat ini banyak pihak menyerukan agar umat manusia meninggalkan “tradisi’ itu dengan dalih menjunjung kebebasan berpikir dan berpendapat.
Padahal, Islam sama sekali bukan taklid (tradisi). Islam adalah agama yang datang untuk membebaskan rasionalitas dari belenggu taklid, seperti yang dapat kita saksikan dalam gerak dakwah Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam di masa awal Islam, Sementara itu, taklid tidak lebih merupakan aturan normative yang diterapkan oleh manusia hanya dengan mengikuti kebiasaan manusia lain.
Prinsip adalah garis-garis haluan yang wajib dijaga untuk menentu-kan gerak zaman, bukan sebaliknya Sementara itu, taklid tidak lain hanyalah kumpulan “parasit” yang tumbuh di tengah ladang rasionalitas masyarakat. Taklid itulah yang menjadi candu dan harus dibersihkan dari ladang pemikiran yang sehat.
———————
Sebenarnya; kata taklid juga biasa diartikan dengan kata tradisi_ Pemilihan kata “taklid– di sini hanya untuk memudahkan pengertian semata. Wallahu a’laam_ Penerj.
Sumber : Fiqih Sirah karya Asy Syeikh Muhammad Said Ramadhan Al Buthi