Tahapan Dakwah Islam di Masa Rasulullah SAW Bagian ke-2
Pelajaran dan Bahan Renungan
- Karakter kerahasiaan dakwah pada masa awal Islam.
Tidak diragukan lagi pada tahun-tahun pertama diangkat sebagai rasul, Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Demikian itu bukan karena Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam takut sebab sejak pertama kali menerima ayat yang berbunyi, “Hai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan,” (QS A1-Muddatstsir [74]: 1-2), Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam langsung menyadari bahwa dirinya adalah rasul yang diutus untuk semua manusia. Atas dasar itu, Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam sangat yakin bahwa Allah yang memberinya tanggungjawab dakwah itu pasti melindunginya dan keyakinannya. Dengan demikian, hal yang harus didahulukan adalah prinsip “menjaga keselamatan jiwa” (hifzh an-nafs), karena prinsip berikutnya, yaitu prinsip “menjaga agama” (hifzh ad-din) tidak dapat terwujud.
‘Izz ibn Abdussalam juga menyatakan, dalam kondisi lemah seperti itu, umat Islam diharamkan bertindak ceroboh dan berjihad. Menurutnya, jika kemenangan tak tergapai, pasukan muslim wajib menyerah demi menyelamatkan nyawa mereka dan menenangkan hati musuh. Dalam kondisi seperti itu, perlawanan hanya akan mendatangkan kerusakan, tidak membuahkan kemaslahatan.
Menurut hemat penulis, mengutamakan kemaslahatan.jiwa di sini terlihat dari sisi lahirnya saja karena tindakan menyelamatkan diri itu hakikatnya merupakan salah satu bentuk menjaga agama (hifzh ad-din). Dalam kondisi seperti itu, kemaslahatan agama hanya dapat dicapai dengan menyelamatkan nyawa umat Islam. Dengan begitu, kelak mereka dapat berjuang kembali membela agama. Terbunuhnya mereka berakibat tidak balk bagi agama karena membuka peluang bagi orang-orang kafir untuk menghabisi umat Islam secara keseluruhan.
Kesimpulan
Perdamaian atau dakwah secara sembunyi-sembunyi wajib dilakukan jika ternyata berperang atau berdakwah secara terang-terangan diyakini akan membahayakan keselamatan umat Islam. Akan tetapi, jika dakwah secara terang-terangan memungkinkan, sembunyi-sembunyi tidak diperbolehkan lagi. Berdamai dengan musuh yang zalim juga tidak boleh dilakukan jika pasukan Islam masih memiliki cukup kekuatan untuk melawan. Ketentuan ini juga berlaku dalam jihad. Dalam arti kata, berjihad melawan pasukan kafir hukumnya wajib asalkan ada jalan dan alasan untuk melakukannya.
Sumber : Fiqih Sirah karya Asy Syeikh Muhammad Said Ramadhan Al Buthi