Jika memang kaum beriman harus memiliki simbol pemersatu yang dapat membuat mereka saling mengenal dan menjadi tempat berkumpul meskipun tinggal di negeri yang berbeda-beda, Baitullah yang didirikan sebagai simbol penauhidan Allah Swt. dan penolakan terhadap kemusyrikan ini tampaknya tepat untuk menjadi pemersatu mereka semua. Baitullah menjadi tempat mereka berkumpul untuk saling mengenal satu sama lain.
Di tengah bermunculannya tuhan-tuhan palsu dan keyakinan sesat, selain menjadi simbol penauhidan Allah Swt. dan penghambaan terhadap-Nya, Baitullah juga merupakan simbol yang menggambarkan kesatuan umat Islam di seluruh dunia.
Inilah makna yang terkandung dalam firman Allah Swt., “Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian makam Ibrahim tempat shalat,” (QS Al-Bagarah [2]: 125).
Inilah makna yang tersimpan di balik ritual tawaf. Setelah mengisi hati dengan semangat penghambaan diri kepada Allah Swt., lahirlah keinginan kuat untuk menjalankan perintah-Nya. Perintah Allah harus dijalankan, mengingat mereka adalah hamba-hamba-Nya. Dari titik inilah sebenarnya posisi Ka’bah menjadi begitu suci dan penting di sisi Allah Swt. Maka dari itu, haji ke Baitullah dan tawaf mengelilinginya menjadi kewajiban orang-orang yang mampu.
- Penjelasan tentang perbaikan dan upaya menghancurkan Ka’bah.
Sepanjang perjalanan sejarah, Ka’bah dipastikan sudah empat kali mengalami perbaikan. Selebihnya, para sejarawan masih berbeda pendapat.
Perbaikan pertama dilakukan Nabi Ibrahim as. dengan dibantu anaknya, Ismail as., sebagai bentuk kepatuhan terhadap perintah Allah Swt. Perbaikan pertama ini dikemukakan Al-Qur’an dan hadits-hadits sahih. Dalam Al-Qur’an, Allah Swt. berfirman, “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim rneninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui,'” (QS Al-Baqarah [2]: 127).
Adapun hadits yang mengemukakan hal ini terbilang banyak. Salah satunya, hadits yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari dengan sanad yang berujung pada Ibnu Abbas ra. Dalam hadits tersebut dikatakan, “…. lalu Ibrahim berkata, `Wahai Ismail, Sesungguhnya Allah telah memerintahkan aku untuk melakukan sesuatu.’ Ismail menjawab, ‘Lakukanlah apa yang telah diperintahkan Tuhanmu.’ Ibrahim lalu berkata lagi, Apakah engkau bersedia membantuku?’ Ismail menjawab, ‘Ya, aku akan membantumu.’ Ibrahim berkata, Sesungguhnya Allah telah memerintahkan aku untuk mendirikan sebuah bait di tempat ini,’ sambil menunjuk sebuah tempat yang lebih tinggi dibandingkan sekitarnya. Pada saat itulah, mereka berdua kemudian meninggikan fondasi Baitullah Ismail yang mengangkut batu, sedangkan Ibrahim menyusunnya menjadi bangunan…” (HR. AI-Bukhari).
Sumber :Fiqih Sirah Asy Syeikh Muhammad Said Ramadhan Al Buthi