Pernikahan dengan Khadijah ra. merupakan salah satu bagian paling mudah untuk dijadikan bukti kebenaran Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bagi siapa pun yang mengaku muslim, memahami agamanya dengan benar, dan mau mempelajan sirah nabinya dengan tulus, bukan seperti yang dilakukan para musuh Islam.
Musuh-musuh Islam selalu berupaya menggambarkan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam sebagai laki-laki yang haus seks dan pemuja kenikmatan jasmani belaka. Padahal, pernikahan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dengan Khadijah ra. berbanding terbalik dengan hal yang dituduhkan para musuh Allah itu. Seorang seks mania tidak akan sanggup menjaga kehormatan diri sampai usia 25 tahun di tengah segala bentuk kebejatan moral kaum jahiliah Arab pada saat itu. Di lingkungan yang tidak kondusif seperti itu, pasti seorang seks mania akan langsung tenggelam dalam kubangan dekadensi moral yang mengelilinginya. Laki-laki pemuja seks tidak akan mau menikahi janda, apalagi usia sang istri hampir dua kali lipat dari usianya. Kalaupun ada, mungkin ia masih melirik perempuan-perempuan di sekelilingnya. Apalagi pada masa jahiliah, pintu untuk melakukan perselingkuhan terbuka sangat lebar, tetapi itu tidak dilakukan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam.
Adapun pernikahan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam setelah ditinggal Khadijah ra., baik dengan Aisyah maupun istri-istri beliau yang lain, memiliki latar belakang sendiri-sendiri. Dengan memahami hikmah dibalik itu semua, kepercayaan umat Islam akan keagungan pribadi Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dan keluhuran budi pekerti beliau akan semakin bertambah. Yang jelas, pernikahan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam itu bukanlah ajang melampiaskan nafsu belaka karena jika hal itu yang menjadi alasan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam untuk melakukan poligami, seharusnya itu dilakukannya ketika masih muda. Apalagi, ketika masih muda nan perkasa, Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam belum disibukkan dengan urusan dakwah.
Menurut hemat kami, pembelaan terhadap niat baik pernikahan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam tak perlu dibuat berkepanjangan sebab umat Islam sendiri tidak pernah menganggap pernikahan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam sebagai masalah besar yang harus dicari-sari aibnya. Semua perdebatan dalam masalah ini sebenarnya memuat berbagai tuduhan musuh-musuh Islam saja.
Berapa banyak usaha musuh-musuh Islam untuk menyangkal kebenaran agama ini. Strateginya, menjadikan kita bersilang pendapat dan menghabiskan energi untuk berdebat.
Sumber: Fiqih Sirah Asy Syeikh Muhammad Said Ramadhan Al Buthi