Tahapan Dakwah Islam di Masa Rasulullah SAW Bagian ke-4
Para pembaca dapat melihat hakikat ini dalam percakapan yang terjadi dalam pertempuran Qadisiyyah antara Rustum, panglima perang pasukan Persia, dengan rab’i ibn Amir, seorang serdadu biasa yang menjadi salah seorang anak buah Sa’d ibn Abi Waqqash.
Rustum berkata kepada rab’i “Apa yang membuat kalian terdorong untuk memerangi kami dan begitu tertarik dengan daerah yang kami diami?”
Rab’i menjawab, “Kami datang untuk membebaskan siapa pun dari penghambaan terhadap hamba menjadi penghambaan hanya kepada Allah Swt.” Setelah itu, is melihat ke arah barisan orang yang sedang rukuk di sebelah kanan dan kiri Rustum.
Rab’i kembali berkata heran, “Kami telah sampai pada apa yang kami inginkan dari kalian, tetapi teryata aku tidak pemah melihat suatu kaum yang lebih bodoh dan kalian. Sungguh kami kaum muslimin tidak pernah memperbudak satu sama lain. Sebelumnya, aku mengira kalian hidup senang, sebagaimana yang kami rasakan. Hal itu tentu lebih baik daripada apa yang kalian katakan padaku bahwa sebagian dari kalian menjadi budak bagi sebagian yang lain?’
Pada saat itu, orang-orang jelata yang ada di sana saling berbisik satu sama lain seraya berkata, “Demi Tuhan, sungguh benarlah si Arab itu.”
Sementara itu, para panglima dan pemimpin mendengar ucapan Rab’i itu seperti mendengar halilintar yang menyambar tepat di samping telinga mereka. Para panglima Persia itu lalu berkata satu sama lain, “Kalimat yang diucapkan orang itu akan membuat budak-budak kita lari kepadanya.”
Berdasarkan penjelasan di atas, bukan berarti orang-orang lemah memilih Islam bukan karena keimanan, melainkan karena ingin bebas dari penindasan para majikan. Hal itu disebabkan keimanan kepada Allah Swt. dan kepercayaan terhadap ajaran yang dibawa Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam sudah diyakini semua kalangan suku Quraisy, baik pembesar maupun rakyat jelata. Tak seorang pun dari mereka yang tidak mengetahui kebenaran ajaran Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam yang diterima dari Tuhannya. Namun, kalangan pembesar menolak untuk beriman disebabkan kekuasaan dan kedudukan yang mereka miliki, contohnya paman Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, Abu Thalib. Di lain pihak, kalangan fakir miskin sama sekali tidak memiliki halangan apa pun untuk segera menyambut seruan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam Apalagi dengan masuk Islam, mereka kembali merasa dihargai sebagai manusia. Islam tidak mengajarkan umatnya untuk tunduk pada kekuasan dan kekuatan, selain pada Allah Swt. Perasaan yang merupakan buah dari keimanan kepada Allah Swt. itu semakin menguat, membalurkan kebahagiaan mendalam bagi siapa pun yang merasakannya.
Dan sini, kita juga dapat mengetahui kebohongan orang-orang yang melancarkan ghazw al-fikri (perang pemikiran) terhadap umat Islam. Mereka yang kerap menyatakan bahwa dakwah Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam berasal dari “wahyu” lingkungan bangsa Arab di sekeliling beliau sendiri. Selain itu, mereka juga menyatakan bahwa ajaran Muhammad adalah interpretasi dari gerakan pemikiran yang berkembang di Arab pada saat itu.
Tuduhan itu jelas menunjukkan kebodohan mereka. Jika benar yang mereka tuduhkan, tidaklah mungkin setelah tiga tahun berdakwah, Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam hanya memiliki pengikut 40 orang laki-laki dan seorang perempuan. Sebagian besar mereka justru berasal dari kalangan fakir miskin, orang-orang lemah, dan para budak. Hanya dua orang yang berasal dari kalangan non-Arab, yaltu Shuhaib Ar-Rumi dan Bilal ibn Rabah Al-Habsyi
Pada pembahasan mendatang, Anda akan mendapatkan kejelasan bahwa lingkungan di sekeliling Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam memaksa beliau hijrah dari kampung halamannya. Pun memaksa para pengikut beliau untuk berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, bahkan berhijrah ke Ethiopia yang jauh. Semua itu terjadi karena kebencian suku Quraisy yang luar biasa besar. Menurut para orientalis, adat dan pemikiran mereka diadopsi oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam untuk diolah menjadi sebuah agama baru bernama Islam.
Sumber : Fiqih Sirah karya Asy Syeikh Muhammad Said Ramadhan Al Buthi