Abu Bakar ibn Syaibah, Ibnu Ishaq, dan Imam Ahmad ibn Hanbal meriwayatkan melalui jalur yang berbeda-beda dengan lafal yang serupa, bahwasanya Abu Ayyub ra. menceritakan saat-saat ketika Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam tinggal di kediamannya.
la berkata, “Di rumahku, Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam tinggal di lantai bawah, sedangkan aku dan istriku di lantai atas. Kala itu, aku berkata kepada beliau, “Wahai Nabiyullah, demi ayah dan ibuku, sesungguhnya aku sangat tidak suka dan merasa keberatan untuk berada di lantai atasmu, sedangkan engkau berada di bawahku. Sebab itu, pindahlah engkau ke lantai atas dan kami akan pindah ke lantai bawah.”Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menjawab, “Wahai Abu Ayyub, sungguh akan lebih dekat antara kami dengan orang yang mengunjungi kami jika kami berada di lantai bawah.”
Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam pun kemudian menetap di lantai bawah, sementara kami di lantai atas. Suatu hari, sebuah bejana pecah sehingga airnya tumpah ke mana-mana. Aku dan istriku mengambil satu-satunya kain yang kami miliki untuk mengelap tumpahan air itu. Kami benar-benar khawatir kalau air itu sampai menetes ke lantai bawah dan mengenai Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam. Aku segera berlari ke lantai bawah, memohon Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam pindah ke lantai atas.
Kami biasa membuatkan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam makanan. Untuk mengirimkannya kepada beliau, kami meminta bantuan seseorang. Biasanya, usai menyantap makanan itu, bekas tempat makan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dikembalikan kepada kami lagi. Sisa makanan dan bekas jari beliau masih ada. Aku dan Umm Ayyub menikmati sisa makanan itu demi mengharapkan berkah darinya. Demikian yang biasa kami lakukan. Hingga pada suatu malam ketika kami mengirimkan masakan yang dibumbui bawang merah dan bawang putih, ternyata Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam mengembalikan makanan itu tanpa meninggalkan bekas. Tak ada tanda-tanda jari beliau menyentuh makanan itu. Maka aku pun segera menemui Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam. Perasaan khawatir dan takut campur aduk. Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, demi ayah dan ibuku, mengapa kau kembalikan makan malammu tanpa kausentuh? Padahal, selama ini, setiap kali sisa makananmu dikembalikan kepada kami, aku dan Umm Ayyub selalu melihat bekas jarimu. Kami memakan sisa makanan itu demi mengharapkan berkah.’ Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda, “Sesungguhnya aku menemukan dalam makananmu aroma pohon ini (bawang). Sementara aku adalah seorang laki-laki yang suka bermunajat. Adapun kalian, silakan kalian memakannya.” Kami pun kemudian memakan makanan itu dan sejak saat itu kami tidak pernah lagi memasukkan bawang merah atau bawang putih ke dalam makanan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam.74
———–
74Ibnu Hajar, Al-Ishabah, 1/405; Ibnu Hisyam, As-Sirah, 1/479; dan Imam Ahmad, Al-Musnad, 20/292.
Sumber : Fiqih Sirah karya Asy Syeikh Muhammad Said Ramadhan Al Buthi