Dalam hal ini, Allah SWT berfirman:
ومآ أبرئ نفسي ان النفس لأما رة بالسوء الا ما رحم ربي ان ربي غفور رحيم (53
Artinya: “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’ {Qs. Yusuf ayat: 53).
Hawa nafsu adalah musuh dan bagaimanapun juga musuh tidak bisa dianggap aman, bahkan hawa nafsu adalah musuh yang paling berbahaya. Sebagaimana sabda Baginda Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam:
أعدى عدوك نفسك التي بين جنبيك
Artinya: ‘Musuhmu yang paling berbahaya adalah jiwamu yang berdampingan denganmu.’
Mengenai hal ini, aku teringat ada sebuah gubahan sya’ir yang menyentuh hatiku: “Waspadailah dirimu dan janganlah engkau merasa aman akan tipu dayanya, karena hawa nafsu lebih buruk dan tujuh puluh setan.’
Ya Allah, berilah aku petunjuk dan lindungilah aku dari kejahatan diriku. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu, sedangkan aku mengetahuinya dan aku memohon ampunan-Mu atas apa yang tidak aku ketahui.
Aku telah memulai pasal-pasal dalam risalah ini dengan ucapanku pada permulaan setiap pasal ‘Engkau harus ini dan itu, tujuannya adalah untuk berbicara dengan diriku dan khususnya kepada saudaraku yang menjadi |ienyebab ditulisnya risalah ini dan kaum muslimin pada umumnya yang membaca risalah ini’
Sesungguhnya ucapan ini memberikan bekas khusus di hati pembaca dan insya Allah dengan risalah ini aku selamat dari ancaman yang ditujukan bagi orang yang berkata tetapi tidak mengamalkan dan yang mengetahui tetapi tidak mengamalkan, karena jika aku mengajak diriku berbicara dengan ucapan engkau harus.
Hal ini menunjukkan bahwa ia belum mengamalkan apa yang ia ketahui dan aku akan selalu menganjurkannya melakukan apa yang ia anjurkan, sehingga dengan demikian akan sirna kesamaran bagi orang-orang beriman dan hilang sikap melalaikan diri sendiri yang telah disifatkan oleh Allah SWT sebagai orang yang tidak berakal dalam firman-Nya:
أتأمرون الناس بالبر وتنسون أنفسكم وانتم تتلون الكتاب أفلا تعقلون (44
Artinya: “Mengapa engkau memerintahkan orang lain mengerjakan kebaktian, sedangkan engkau melupakan diri dari kewajibanmu sendiri, padahal engkau membaca al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah engkau berfikir?'(Qs. al-Baqarah ayat 44).
Sedangkan ancaman yang ditujukan bagi orang yang berkata tetapi tidak mengamalkan telah disebutkan dalam sabda Baginda Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam:
يؤمر بالعالم إلى النار فتندلق أقتابه فيدور بها في النار كما يدور الحمار بالرحا فيجتمع عليه أهل النار فيقولون ما بال الابعد قد آذانا على ما بنا فيقول : إن الأبعد كان يأمر بالخير ولايأ تيه وينهى عن الشر ويأتيه
Artinya: “Kelak seorang alim akan diperintahkan untuk dilempar ke dalam kobaran api neraka hingga keluar ususnya dan ia akan membawanya berputar di neraka seperti berputarnya seekor keledai di penggilingan gandum. Lalu para penduduk neraka berkumpul dihadapannya dan mereka berkata kepada malaikat:
‘Ada apa dengan hamba ini. Karena sungguh ia telah disiksa melebihi siksaan yang diberikan kepada kami.’ Kemudian ia berkata: ‘Sesungguhnya hamba yang jauh ini dahulu menyuruh kepada kebaikan, tetapi ia tidak melakukannya dan melarang terhadap kemaksiatan, tetapi ia melakukannya.”
Baginda Nabi Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda:
العالم الذي يعلم ولا يعمل مثل الفتيلة تضيء للناس وتحرق نفسها
Artinya: “Seorang ‘alim yang berpengetahuan akan tetapi ia tidak mengamalkan ilmunya, maka ia bagaikan lampu pelita yang menerangi manusia, namun ia membakar diri sendiri.”
Dalam haditsnya yang lain. Nabi Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda:
مررت ليلة أسري بي برجال تقرض شفا ههم بمقاريض من نار فقلت من انتم ؟ فقالوا كنا نأمر بالخير ولا نأتيه وننهى عن الشر ونأتيه
Artinya: ‘Di malam aku diisra’kan aku menjumpai orang-orang yang lidah mereka dipotong dengan gunting dari api neraka, lalu aku bertanya: Siapakah kalian?’ Mereka menjawab: ‘Dahulu kami adalah orang-orang yang menyeru kepada kebaikan, tetapi kami tidak melakukannya, dan kami mencegah perbuatan kemunkaran, tetapi kami melakukannya.*
Ancaman ini hanya akan menimpa orang-orang yang mengajak ke jalan Allah .SWT dengan niatan untuk mendapat materi duniawi. Mereka menganjurkan kebaikan sedangkan ia selalu meninggalkannya. dan memberi ancaman keras, atas kejelekan Sedangkan ia terus melakukannya hanya karena riya’ dan mencari ketenaran.
Adapun orang yang menyeru kepada pintu Allah SWT. sedangkan ia selalu instrospeksi diri sendiri, melarangnya In-rbuat kemaksiatan dan menganjurkannya untuk lebih tekun beribadah, maka mereka masih diharapkan keselamatannya. Meskipun demikian, logikanya, orang yang berilmu dan ia mengajarkannya tetapi ia tidak mengamalkannya, maka orang ini masih lebih baik daripada orang tidak berbuat dan tidak berilmu.
Ada sebagian orang yang tidak berakal berkata: “Buku-buku banyak sekali dan sudah mencukupi lebih dari kebutuhan yang ada, maka tidak berguna lagi menulis buku di zaman ini.’ Benar apa yang telah dikatakannya, bahwa buku-buku telah banyak, bahkan lebih dari cukup.
Namun sesungguhnya ia salah dalam ucapannya, la mengatakan bahwa tidak ada gunanya lagi penulisan buku di zaman ini, karena hati manusia sudah terbentuk condong dan tertarik pada hal-hal yang baru. Selain itu Allah SWT menjadikan para ulama di setiap zaman berbicara tentang hal-hal yang berkaitan dengan penduduk zaman itu.
Dan penulisan buku bisa mencapai tempat-tempat yang jauh juga dan akan terus dibaca meski si ‘alim telah meninggal dunia. Sehingga dengan demikian, ia akan tetap mendapat pahala jariyah dari menyebarkan ilmu dan ia akan ditulis sebagai seorang pengajar dan penyeru ke jalan Allah SWT meskipun ia dalam kubur.
Hal ini sebagaimana sabda Baginda Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam:
من انعش لسانه حقا يعمل به من بعده أجري عليه أجره إلى يوم القيامة
Artinya: “Barangsiapa yang menghidupkan lisannya dengan kebenaran dan tenis diamalkan sepeninggalnya, maka pahalanya akan dialirkan kepadanya sampai hari kiamat.”
Dan aku telah menamakan risalah ini dengan judul ‘Risalatul Muawanah wal muhadharah wal wuazarah lirraghibin mi nal mu’minimu tisuluhi thariqil akhirab.’
Aku memohon kepada Allah SWT semoga menjadikannya bermanfaat bagiku dan seluruh orang-orang yang beriman serta menjadikan usahaku dalam mengumpulkannya dengan menulis buku ini ikhlas semata-mata karena-Nya.
Inilah permulaannya, semoga Allah SWT memberikan tauftk-Nya, maka aku ucapkan sambil memohon pertolongan Allah SWT juga pasrah diri kepada-Nya serta memohon kepada-Nya agar Allah SWT memberiku taufik untuk melakukan yang benar dalam niat, perbuatan serta ucapan. Sesungguhnya hanya Allah SWT lah yang Maha Mampu mewujudkannya dan Dialah tempat aku bersandar serta sebaik-baik penolong.
al-‘Allamah al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad al-Huseini
Sumber: Nasihat Untukmu Wahai Saudaraku Karya Al ‘alamah Al Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad