Tak satu pun sahabat Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam yang berani hijrah secara terang-terangan, kecuali Umar ibn Khaththab ra. Diriwayatkan dari Ali ibn Abi Thalib ra. bahwa ketika Umar hendak berangkat hijrah, ia menyandang pedangnya, menggenggam busurnya dengan beberapa anak panah, lalu mengambil tongkatnya, kemudian pergi ke Ka’bah. Pada saat itu, beberapa orang musyrik Quraisy sedang duduk-duduk di serambi Masjidil Haram. Namun, dengan tenang, Umar tawaf mengelilingi Ka’bah tujuh kali. Selanjutnya, ia menuju Maqam Ibrahim untuk melaksanakan shalat di sana. Seusai shalat, Umar lalu berdiri seraya berseru, “Celakalah muka-muka ini, karena kelak Allah akan mengalahkannya. Siapa pun yang ingin ibunya ditinggal sendirian, atau anaknya menjadi yatim, atau istrinya menjadi janda, maka segeralah ia datang ke belakang lembah ini.”
Ali berkata, “Tak seorang pun berani menguntit Umar, selain beberapa orang lemah yang telah diberi tahu dan berjanji dengan beliau. Umar ra. lalu melanjutkan perjalanannya tanpa ada yang berani mengganggunya.”66
Begitulah kaum muslimin berangkat sekelompok demi sekelompok hingga akhirnya tak ada lagi muslim yang tinggal di Mekah, selain Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, Abu Bakar ra., Ali ibn Abi Thalib ra., dan orang-orang yang ditawan, sakit, atau tak sanggup berpergian.
————-
66Asad al-Ghabah, 4/58.
Sumber : Fiqih Sirah karya Asy Syeikh Muhammad Said Ramadhan Al Buthi