Pertama, sekelumit tentang Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dan mukjizatnya.
Sebagian peneliti ada yang terlalu berlebihan dalam menekankan bahwa kehidupan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam hanyalah kehidupan seorang manusia biasa. Kehidupan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam yang dianggap sama sekali tidak berhubungan dengan hal-hal adi-alami dan berbagai macam mukjizat mereka bahas panjang lebar. Bukan hanya itu, mereka bahkan menyatakan bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam pernah menyangkal keberadaan mukjizat. Menurut mereka, beliau pernah menegaskan bahwa mukjizat atau kejadian luar biasa bukanlah menjadi urusannya. Jadi, tidak ada peluang bagi beliau untuk melakukan itu semua. Dalam berbagai pembahasan mereka, para penyangkal mukjizat ini sering mengutip dalil yang mendukung keyakinan mereka. Contohnya, firman Allah Swt, “Katakanlah, ‘Sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu hanya berada di sisi Allah ..,” (QS Al-An am [6] : 109). Selanjutnya, mereka memanipulasi makna ayat di atas untuk menggambarkan kepada yang membaca atau mendengarkan bahwa sirah Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam sama sekali tidak berhubungan dengan mukjizat dan berbagai tanda-tanda kekuasaan Allah Swt. Padahal, Allah Swt. menjadikan mukjizat semacam itu sebagai penguat bukti kebenaran para nabi-Nya.
Jika kita telusuri, dari mana sebenarnya sumber pendapat sesat ini, kita akan menemukan mereka dari kalangan orientalis dan peneliti asing, semisal Gustaf Lobon, August Kundt, Hayum, dan Goldziher.
Sebenarnya, pangkal dari teori sesat yang mereka sebarkan ini adalah karena mereka tidak beriman kepada Zat yang menciptakan mukjizat itu. Jika keimanan kepada Allah Swt. telah terpatri dalam jiwa, mudahlah untuk mengimani hal lain yang bersumber dari-Nya.
Teori para orientalis ini temyata juga diamini oleh beberapa cendekiawan muslim. Adalah petaka bagi dunia Islam ketika seorang yang mengaku muslim ikut menyebarluaskan pemikiran sesat para orientalis yang sama sekali tidak memiliki landasan ilmiah apa pun, selain kedengkian dan kebencian melihat kebangkitan ilmu pengetahuan umat Islam merambahi seantero Eropa. Di antara cendekiawan muslim yang mengekor pendapat para orientalis itu ialah Dr. Muhammad Abduh, Muhammad Farid Wajdi, dan Husen Haikal.
Melihat dunia Islam, para dalang ghazw al-fikr menemukan celah untuk memainkan lakon pemikiran beracun di antara beberapa pendapat yang dilontarkan cendekiawan muslim sendiri. Sasaran tembaknya adalah menanamkan keraguan di hati umat Islam terhadap agama yang mereka anut. Jika demikian, musuh-musuh Islam tidak lagi perlu angkat senjata; berperang secara frontal untuk menyerang akidah Islam dengan menanamkan ideologi kafir di dalam kepala setiap muslim.
Dalam buku-buku yang mereka tulis, mereka menguraikan sifat-sifat istimewa yang dimiliki Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, seperti keberanian, kecerdasan, dan kepemimpinan. Membaca tulisan itu terkesan mereka mengagumi Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam. Akan tetapi, dalam tarikan napas yang sama, mereka juga menggambarkan kehidupan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam sama sekali tidak berhubungan dengan hal hal irrasional, baik dalam bentuk mukjizat maupun berbagai kejadian luar biasa lainnya. Mereka lakukan itu dengan tujuan memberi “citra baru” terhadap kehidupan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam di dalam benak semua umat Islam. Gambaran sosok Muhammad sebagai yang jenius, sang panglima, atau sang pahlawan patut dilestarikan. Akan tetapi, gambaran Muhammad sebagai rasul perlahan namun pasti dihilangkan. Caranya, menanamkan keyakinan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan kenabian, baik berupa wahyu, fenomena gaib, dan berbagai kejadian adi-alami harus dicabut dari sejarah kehidupan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, kemudian digantikan dengan berbagai julukan baru, seperti “sang jenius” atau “sang pahlawan” yang sama sekali jauh dari wilayah mukjizat dan hal-hal luar biasa karena keduanya dianggap sebagai “mitologi”. Semua itu dilakukan karena mereka mengetahui bahwa wahyu dan kenabian merupakan mukjizat paling vital bagi Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam.
Sumber : Fiqih Sirah karya Asy Syeikh Muhammad Said Ramadhan Al Buthi