Apa sebenarnya hubungan muslim dengan tanggung jawab dakwah ini?
Jawaban atas pertanyaan ini bisa Anda temukan dalam peristiwa ketika Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam mengutus Mush’ab ibn Umair ra. bersama kedua belas orang tokoh yang baru masuk Islam untuk pergi ke Madinah, mengajak penduduk kota itu memeluk Islam, sekaligus mengajarkan Al-Qur’an, beserta hukum dan tata cara melaksanakan shalat.
Kala itu, Mush’ab ibn Umair berangkat memenuhi perintah Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dengan riang gembira. Mush’ab pergi untuk menyeru penduduk Madinah masuk Islam, membacakan Al-Qur’an, dan menyampaikan hukum Allah Swt. Di tengah misinya itu, seseorang datang menemui Mush’ab dengan membawa sebilah belati. Orang tersebut berniat membunuhnya. Akan tetapi, berhubung Mush’ab langsung membacakan beberapa ayat Al-Qur’an yang mengingatkan hukum Allah Swt., belati tersebut jatuh dari tangan orang itu. Selanjutnya, ia pun duduk dan ikut belajar Al-Qur’an bersama beberapa penduduk Madinah yang lain. Demikianlah Islam terus tersebar di Madinah sehingga nyaris tidak ada topik pembicaraan lain yang ramai diperbincangkan selain agama Islam.
Siapakah gerangan Mush’ab ibn Umair ra. itu?
Dia seorang pemuda paling kaya di Kota Mekah. Masa remaja ia lewati di tengah gelimang harta benda keluarganya. Akan tetapi, setelah masuk Islam, semua kekayaan itu ditinggalkan begitu saja oleh Mush’ab. la memilih untuk menempuh jalan dakwah bersama Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam meskipun harus menderita. Akhimya, Mush’ab menjadi salah seorang yang syahid dalam Perang Uhud. Pada saat itu, kain yang tersedia untuk mengafani jenazah Mush’ab hanya ada satu helai, ukurannya pun terlalu pendek. Jika ditarik agar menutupi bagian kepala, bagian kakinya akan terlihat. Sebaliknya, jika ditarik agar menutupi bagian kaki, bagian kepalanya akan terlihat. Masalah itu pun segera diadukan kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam. Melihat hal itu, Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam langsung menangis, mengingat Mush’ab semula adalah seorang hartawan. Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda, “Letakkanlah kain untuk menutupi bagian kepalanya. Adapun bagian kakinya, tutuplah dengan rumput idzkhir,” (HR Muslim).
Jadi, tugas dakwah sama sekali bukan hanya menjadi tanggung jawab para rasul, juga bukan hanya menjadi tugas para khalifah, atau alim-ulama yang menjadi “pewaris para nabi”. Dakwah Islam merupakan bagian tak terpisahkan dari agama Islam itu sendiri. Oleh sebab itu, tidak ada alasan bagi setiap muslim untuk tidak ikut berdakwah, apa pun pekerjaan dan kedudukannya di tengah masyarakat. Apalagi, hakikat dakwah adalah “mengajak kepada yang baik dan mencegah dari yang mungkar” yang sekaligus menghimpun makna jihad. Sebagaimana diketahui, jihad termasuk salah satu kewajiban dalam ajaran Islam yang harus dilaksanakan setiap muslim.
Dari sini, kita dapat mengetahui bahwa sebenarnya di dalam masyarakat Islam tidak dikenal istilah “tokoh agama” untuk menyebut segelintir muslim. Hal ini disebabkan setiap orang yang sudah memeluk Islam sebenamya sudah berbaiat kepada Allah Swt. dan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam untuk siap berjihad demi kejayaan agama ini, baik laki-laki maupun perempuan, baik ilmuwan maupun awam, tanpa memandang kondisi dan spesialisasi orang yang bersangkutan. Semua muslim adalah “tokoh” bagi agama yang mereka peluk. Allah telah “membeli” dari setiap muslim nyawa dan harta mereka dengan surga sebagai ganjarannya, untuk berjuang di jalan-Nya dan memperjuangkan penegakan syariat-Nya.
Sebagaimana diketahui, maksud dakwah di atas bukan dalam konteks penelitian dalil, kemampuan untuk berijtihad, atau kewajiban untuk mengajarkan hukum-hukum agama dan memecahkan persoalan umat dengan menggunakan nash syariat yang memang hanya dapat dilakukan oleh para ulama.
Sumber : Fiqih Sirah karya Asy Syeikh Muhammad Said Ramadhan Al Buthi