Ketahuilah bahwa manusia terbagi menjadi tiga. yaitu seorang hamba yang telah pasrah pada Tuhannya, jiwanya telah tenang pada-Nya. kegelapan hawa nafsunya telah tersingkap oleh cahaya kedekatan dirinya pada Tuhannya. Sehingga tiada suatu kenikmatan, kecuali saat bermunajat kepada-Nya, tiada kenyamanan kecuali saat berhubungan dengan-Nya. Sehingga pengharapannya adalah kerinduan dan cinta, sedangkan rasa takutnya adalah pengagungan dan kewibawaan.
Seorang hamba yang masih dikhawatirkan malasnya beribadah dan condong kepada kemaksiatan. Maka langkah yang sebaiknya ia ambil adalah menyamakan rasa takut dan pengaharapan hingga keduanya seperti dua sayap burung. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:
لو وزن خوف المؤمن ورجاؤه لا عتدلا
Artinya: “Jika ditimbang rasa takut seorang mukmin dan pengharapannya pasti keduanya akan seimbang.” Dan inilah gambaran dari keadaan kebanyakan orang-orang beriman.
Seorang hamba yang telah dikuasai oleh perbuatan maksiat, maka yang pantas untuknya adalah menambah rasa takut agar ia berhenti berbuat maksiat. Kecuali saat menjelang kematian, hendaknya ia lebih banyak berharap daripada lebih banyak takut karenanya.
Dalam hal ini. Baginda Nabi Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda:
لايموتن أحدكم إلا وهو يحسن الظن بالله
Artinya: ‘Janganlah seorang dan kalian meninggal dunia melainkan ia berprasangka baik kepada Allah.’
Hendaknya jika engkau membicarakan tentang pengharapan kepada orang-orang awam, maka berbicaralah secara singkat dengan menyebutkan pengharapan yang bersyarat. Yaitu engkau terangkan tentang janji Allah SWT yang indah dan pahala yang besar akan diperoleh dengan syarat beramal shaleh dan tidak bermaksiat.
Hindarilah pembahasan yang terlalu mendalam mengenai pengharapan secara mutlak, contohnya engkau berkata: “Hamba yang berdosa dan Tuhan yang mengampuni. Andaikan bukan karena dosa pasti tidak akan nampak pengampunan Allah SWT dan kasih sayang-Nya. Dan tidaklah dosa-dosa orang-orang di masa lalu maupun di masa yang akan datang apabila dibanding dengan luasnya rahmat Allah SWT tak lain seperti setetes air dalam lautan yang berombak.”
Ataupun dengan pembicaraan yang semisalnya, ucapan ini memang benar tetapi juga berdampak negatif bagi orang-orang awam bahkan bisa membuat mereka terperdaya untuk terus bermaksiat hingga dengan demikian, maka engkaulah yang menjadi penyebabnya jadi bukanlah setiap kebenaran patut disampaikan dan pada setiap kedudukan ada ahlinya masing-masing.
Sumber : Nasihat Untukmu Wahai Saudaraku Karya al-Allamah al-Habib Abdullah bin Alwi AlHaddad