Pertanyaan:
Bagaimana cara Nabi menerima wahyu?
Jawab:
Ketika wahyu pertama turun, Rasulullah Shalallahu alahi wa aalihi wa shahbihi wa salam. merasa sangat lelah sehingga setiba di rumahnya beliau berkata kepada istrinya Khadijah, “Selimuti aku, selimuti aku.”
Beliau gemetar dan merasa begitu takut, seluruh tubuhnya terasa lelah karena Jibril memeluknya dengan erat akibatnya keringat bertetesan dari kening beliau.
Jika dua unsur bertemu yaitu unsur malaikat dan unsur manusia, akan terjadi beberapa alternatif yaitu,
Pertama, unsur malaikat pindah kepada unsur manusia, yakni Jibril berupa seorang laki-laki tampan yang mengajarkan kata-kata kepada Nabi Muhammad sampai beliau hafal benar. Cara ini tidak terlalu melelahkan.
Kedua, Rasulullah (unsur manusia) berubah dan pindah kepada unsur malaikat (agar bisa berpadu), dan cara inilah yang paling dirasa berat dan melelahkan beliau.
Wahyu datang kepada beliau seperti gemerincingnya lonceng. Cara inilah yang dirasakan Nabi sangat berat hingga kadang-kadang di kening beliau bercucuran keringat, meskipun waktu itu cuaca begitu dingin.
Diriwayatkan oleh penulis wahyu Zaid bin Tsabit, “Aku adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Ketika wahyu itu turun, aku melihat Rasulullah seakan-akan diserang oleh demam yang keras dan keringatnya bercucuran seperti permata. Setelah wahyu selesai turun, beliau kembali seperti biasa.”
Ketiga, malaikat memasukkan wahyu ke dalam hati beliau. Dalam hal ini Nabi Shalallahu alahi wa aalihi wa shahbihi wa salam. tidak melihat sesuatu, tetapi hanya merasakan wahyu sudah ada dalam kalbunya. Mengenai hal itu beliau bersabda, “Ruhul Kudus mewahyukan ke dalam kalbuku.”
Firman Allah,
وماكان لبشر أنيكلمه الله إلا وحيا أومن وراى حجاب أويرسل رسولا فيوحى بإذنه مايشاء إنه على حكيم(51)
“Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir, atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Mahatinggi lagi Mahabijsaksana.” (asy-Syuura: 51)
Keempat, Malaikat Jibril menampakkan diri kepada Nabi tidak berupa seorang laki-laki tetapi benar-benar seperti rupanya yang asli.
Firman Allah,
“Sesungguhnya Muhammad telah melihatnya (Jibril) di waktu yang lain (kedua). Ketika (ia berada) di Sidralil Muntaha.” An-Najm: 13-14).
Sumber: Anda Bertanya Islam Menjawab Karya Prof. Dr. M. Mutawalli asy-Sya’rawi