Semua seolah-olah tidak pernah terjadi. Namun, seluruh penyebab yang ditaklukkan oleh Allah sedemikian disiplin dalam menjalankan peranannya sehingga tanpa kita sadari atau kita rasakan bahwa ia melaksanakan tugasnya secara optimal. Itu terjadi bukan karena faktor kehendaknya sendiri untuk memilih. Tetapi kerusakan dan keburukan di bumi hanyalah terjadi dari sisi keterlibatan pilihan manusia. Itu dikarenakan manusia dengan pilihan yang dimilikinya telah melakukan intervensi untuk merusak, bukan memperbaiki.
Jika kita memperhatikan permulaan kehidupan, dapat kita temukan bahwa Allah SWT menginginkan agar kita menoleh kepada aturan kehidupan di alam raya ini. Sejak Allah menurunkan Adam Alaihis-salam ke Bumi, Dia menurunkan bersamanya aturan itu. Dan Allah memerintahkan kepada Adam Alaihis-salam untuk menyampaikan kepada keturunannya bahwa aturan itu datang dari Allah SWT. Barangsiapa yang mengikuti aturan Allah, tidaklah akan sesat dan tidak pula sengsara kehidupannya. Allah SWT berfirman:
قال اهبطا منها جميعا بعضكم لبعض عدوَ فإما يأتينكم منى هدى فمن اتبع هداي فلا يضل ولا يشقى
Allah SWT berfirman: “Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka). Qs Thaha : 123
Demikian itulah semenjak detik-detik pertama keberadaan manusia di Bumi. Allah SWT menjelaskan kepadanya bahwa kesengsaraan dan keburukan hanyalah datang karena mengabaikan aturan Allah. Kalaulah aturan itu diterapkan sebagaimana yang Allah inginkan, tentu tidak akan timbul keburukan di alam raya ini. Ini suatu penegasan, seakan-akan Allah telah memberi rambu-rambu jalan bersamaan dengan permulaan kehidupan. Adam Alaihis-salam turun ke Bumi sudah disertai aturan itu untuk ia sampaikan kepada anak-anaknya, lalu merekapun menyampaikannya kepada keturunannya dan begitulah seterusnya.
Di sinilah datangnya kehendak manusia untuk menanamkan pertama kali bibit keburukan dalam alam raya ini pada anak-anaknya, yang dapat disimak dari kisah Qabil dan Habil dalam Al-Quran. Itulah permulaan kejahatan pembunuhan di permukaan Bumi di antara kedua anak Adam Alaihis-salam; Qabil dan Habil. Kalau sekiranya Qabil tunduk pada aturan Allah yang menyatakan:
ولا تقتلواالنفسى التى حرم الله إلا بالحق
(Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya kecuali dengan suatu alasan yang benar). Qs Al-lsra : 33
niscaya tidak akan terjadi kejahatan itu. Tetapi kenyataannya adalah bahwa salah seorang dari kedua anak Adam itu, yakni Qabil melanggar ketentuan hukum itu dengan membunuh jiwa yang dilarang oleh Allah kecuali dengan alasan yang dibenarkan.
Kisahnya, Allah SWT menakdirkan Siti Hawa melahirkan anak lelaki dan perempuan pada setiap kehamilan agar terjadi pengembang biakkan di Bumi untuk meramaikannya. Anak lelaki dari kehamilan pertama dikawinkan dengan anak perempuan dari kehamilan kedua, dan anak lelaki dari kandungan kedua dikawinkan dengan anak perempuan dari kandungan pertama. Tetapi Qabil tidak tertarik dengan aturan itu, karena saudari kembarannya yang lahir bersamanya lebih cantik dari pada yang lahir bersama Habil, lantaran itu lalu ia melanggar aturan dengan mengawini saudari kembarannya sendiri. Qabil dan Habil menghadap ayahnya Adam Alaihis-salam. Ayahnya meminta agar keduanya mentaati aturan Tuhan. Dalam konteks ini, Al-Quran meriwayatkan kisah mereka berdua :
واتل عليهم نبأ ابنى أدم اذقربا قربانا فتقبل من احدهما ولم يتقبل من الاخر قال لأقتلنك قال إنما يتقبل الله من المتقين
{Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Qabil dan Habil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka di-terima dari salah seorang dari mereka (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). La berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu”. Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”).Qs Al-Maidah : 27
Kisah ini mengarahkan perhatian kita bahwa Adam Alaihis-salam begitu turun ke Bumi, Allah SWT telah menurunkan aturan dan ketentuan hukum bersamanya. Manusia tidak dibiarkan begitu saja oleh Allah tanpa bekal petunjuk semenjak detik-detik pertama kehidupan. Allah membekalinya dengan petunjuk dan menjelaskan tentang segala sesuatu untuk meluruskan kehidupannya secara baik, serta menerangkan kepadanya cara-cara beribadah dan mendekatkan diri kepada allah.
Kenyataan itu menjawab anggapan sementara orang bahwa Adam Alaihis-salam turun ke Bumi tanpa disertai aturan dan petunjuk, ia dibiarkan tanpa petunjuk untuk dirinya dan anak-cucunya, hingga periode Nabi Idris dan selanjutnya Nabi Nuh Alaihimas-salam. Mereka mendasarkan pemikirannya itu pada kisah-kisah para Nabi yang dimulai dari Nabi Nuh Alaihis-salam. Artinya sebelum Nuh tidak ada seorangpun Nabi. Kami katakan, anggapan ini tidak benar, karena bertentangan dengan keadilan Allah SWT yang mengatakan:
وما كنَا معذبين حتى نبعث رسولا
[Kami tidak akan menghukum dengan azab sebelum Kami mengutus seorang Rasul). Qs Al-lsra : 15
Jadi, Yang perlu dilakukan adalah menyampaikan dan mensosialisasikan ketentuan hukum Allah terlebih dahulu untuk menegakkan keadilan, sehingga orang yang tunduk kepada aturan hukum diberi penghargaan dan orang yang melanggarnya dijatuhi sanksi hukuman. Andaikata tidak ada aturan hukum, mana mungkin kedua anak Adam (Qabil dan Habil) mengajukan somasi hukum kepada Allah? Mereka tahu secara yakin bahwa Allah itu Maha Ada yang keberadaan-Nya adalah mutlak. Kalau sekiranya bukan karena pemberitaan dari ayah mereka, Adam Alaihis-salam, tentang aturan Allah itu, niscaya mereka tidak akan mengetahui hukum Allah.