Pertanyaan:
Kita semua mengetahui bahwa perintah shalat adalah dari Allah SWT. langsung kepada Rasulullah Shalallahu alahi wa aalihi wa shahbihi wa salam. perintah pertama lima puluh kali sehari semalam. Atas nasihat Nabi Musa, permohonan pengurangan dari Rasulullah dikabulkan oleh Allah, sehingga menjadi lima waktu. Tapi, pahalanya sama dengan lima puluh kali. Ada yang mengatakan bahwa itu merupakan cerita Israiliah, mengandung makna pesan umat Musa a.s. kepada umat Muhammad Shalallahu alahi wa aalihi wa shahbihi wa salam..
Apakah riwayat sejarah itu benar?
Jawab:
Musa adalah utusan Allah dan termasuk salah seorang dari lima Nabi dan Rasul yang paling sabar, teguh, kokoh, (ulul azmi). Permintaan Musa a.s. kepada Rasulullah Shalallahu alahi wa aalihi wa shahbihi wa salam. agar mohon keringanan bukan pesan (wasiat) kaum Musa.
Pesan itu artinya permintaan dari seseorang kepada orang lain agar melakukan sesuatu, artinya suatu kelebihan. Adapun usul agar mohon pengurangan dan keringanan bukan berarti wasiat (pesan).
Musa a.s. tahu bahwa umat Muhammad tidak akan mampu melakukan perintah itu. Kata-kata
“Sesungguhnya umatmu (hai Muhammad) tidak akan mampu melakukannya”, bukan berarti merendahkan kemampuan umat Muhammad. Lebih lagi ada riwayat yang mengatakan bahwa Musa a.s. berkata, “Umatmu lemah-lemah dan tidak akan kuat melakukannya.” Musa a.s. memberi nasihat itu karena ia cukup pengalaman dalam menghadapi umatnya. Kepada umat Nabi Musa, Allah hanya menetapkan kewajiban shalat dua kali, yaitu pada siang dan petang. Perintah yang ringan itu pun tidak dilaksanakan.
Usul Musa adalah bukti cintanya kepada Muhammad dan umatnya agar tidak mengalami pembangkangan sehingga gagal dalam mengemban perintah Allah sebagaimana yang terjadi pada umat Musa a.s..
Dari cerita itu dapat ditarik kesimpulan bahwa justru yang lemah adalah umatnya Musa, bukan umat Muhammad. Umat Musa lemah karena hanya dua kali saja sehari semalam melaksanakan perintah shalat tidak sanggup. Ada lagi pertanyaan saya menyangkut ini, “Mengapa perintah Allah berubah-ubah, tidak merupakan keputusan yang matang. Berubah dari lima puluh menjadi lima kali.”
Paksaan Allah bukan untuk kepentingan pengamalannya saja tetapi untuk kepentingan kebaikan kita. Tidak ada keuntungan apa pun bagi Allah SWT. Allah menetapkan pengamalan lima kali, tetapi ganjaran dan pahalanya tetap lima puluh kali. Masalahnya di sini, keringanan dalam pelaksanaan bukan pengurangan dalam ganjaran atau pahala.
Pertanyaan lagi, “Bagaimana Allah SWT. membatalkan suatu hukum (perintah) sebelum dilaksanakan?”
Maksud dan tujuan Allah dalam memberikan suatu hukum perintah dan larangan kepada makhluknya punya dua sasaran.
- Meyakini kebenaran perintah itu dan menerimanya.
- Mematuhi dengan mengamalkan sepenuhnya.
Kalau yang pertama sudah diterima, berarti sudah menerima sebagian. Sesudah itu bagian kedua yang harus dipenuhi yaitu pengamalannya (pelaksanaannya).
Contoh: Iblis menentang perintah Allah untuk sujud hormat kepada Adam. Adam melanggar larangan Allah dengan memakan buah pohon khuldi. Kedua-duanya tidak mematuhi.
Tetapi iblis dikutuk dari rahmat Allah. Adam memohon ampun atas pelanggaran yang dilakukannya kemudian Allah mengampuninya. Iblis melawan perintah Allah. Adam melanggar larangan Allah yang sebelumnya larangan itu diterimanya. Jadi, melawan perintah Allah hukumnya lebih berat dari melanggar larangan Allah.
Sumber: Anda Bertanya Islam Menjawab Karya Prof. Dr. M. Mutawalli asy-Sya’rawi