Banyak persoalan di alam ini yang tidak dipahami akal pikiran manusia. Sebagian orang mengatakan: Jika Allah mengharamkan daging babi, mengapa Dia menciptakannya? Kami katakan: Pertanyaan ini sungguh kerdil yang hanya muncul dari akal pikiran orang yang tidak beriman. Allah SWT menciptakan segala sesuatu di alam raya ini dengan tugas dan fungsi tertentu yang ia jalankan, baik kita mengetahuinya atau tidak mengetahuinya.
Siapakah yang berkata kepada anda bahwa babi itu diciptakan untuk kita makan dagingnya? Barangkali babi itu diciptakan untuk membersihkan sampah dari beribu-ribu kuman yang bila dibiarkan pasti bertambah banyak dan tersebar ke mana-mana hingga menjangkiti manusia dengan berbagai penyakit. Selagi Allah mengharamkan dagingnya, maka bisa jadi karena ia diciptakan untuk suatu tugas dan fungsi yang lain, bukan untuk dimakan dagingnya.
Ada pula yang bertanya: Mengapa Allah SWT menciptakan ular, kala jengking dan binatang-binatang buas lainnya yang mengganggu manusia? Kami katakan kepada si penanya: Anda tidak mengerti maksud diciptakannya makhluk-makhluk itu. Semua itu ada di alam ini untuk mengingatkan anda akan ke-Maha kuasaan Allah di alam ini. Bukankan Allah menjinakkan bagi kita bermacam-macam binatang untuk melayani keperluan kita dan banyak memberikan manfaat bagi kita. Maka, agar manusia tidak merasa bisa menjinakkan binatang-binatang itu dengan kekuasaan dirinya, lalu Allah dengan kekuasan-Nya menciptakan binatang-binatang lainnya yang tidak mau tunduk kepada manusia.
Coba perhatikan, seorang anak kecil mampu menuntun unta yang berbadan besar yang kalau unta itu menyepaknya dengan kukunya, tentu anak itu bisa mati. Tetapi unta itu benar-benar tunduk dan mengikuti kemauan anak kecil itu kemanapun ia menuntunnya, unta itu berjalan manakala anak kecil itu mengajaknya berjalan dan mendekam manakala ia menyuruhnya mendekam.
Mungkin ada orang yang mengira bahwa unta itu tunduk karena kekuasaan anak kecil. Tidak demikian, tetapi sebenarnya ia tunduk karena kekuasaan Allah yang menundukkan unta itu dan menjinakkannya untuk kepentingan manusia serta menjadikan karakternya patuh kepada manusia dalam mengikuti perintahnya.
Itulah sebabnya, di lain pihak ada binatang-binatang lain seperti ular dan kalajengklng. Binatang-binatang ini bila dibandingkan unta sungguh sangat kecil dan kemampuannya pun seolah-olah tidak berarti sama sekali. Tetapi bilamana anda berusaha menundukannya untuk mengikuti perintah anda, tidaklah mudah anda melakukannya. Seandainya ketundukan binatang-binatang itu karena kehendak anda, tentu anda bisa menundukkan binatang-binatang sejenis serangga yang memang Allah tidak jinakkannya untuk tunduk kepada kehendak anda.
Jika kondisi anda seperti itu, dan kekuasaan anda sebatas itu, di mana anda tidak punya kekuatan yang datang dari dalam diri anda sendiri untuk menundukkan apapun yang ada di alam ini, maka bersikap sopanlah anda di hadapan Tuhan yang menundukkan bagi anda binatang-binatang yang anda peroleh dagingnya, susunya, bulunya dan kulitnya. Janganlah anda justru membalasnya dengan kemaksiatan. Karena betapapun kekuatan yang anda miliki, tetap saja anda tidak berdaya apa-apa kalau bukan karena kekuasaan Allah SWT.
Selanjutnya marilah kita membicarakan penyakit yang menjangkiti manusia. Pada penyakit-penyakit itu terdapat hikmah yang sering tidak disadari oleh manusia. Allah SWT hendak mengingatkan para penguasa yang arogan di muka bumi yang terpedaya oleh kekuatan dan kejayaan yang Allah berikan kepada mereka di dunia ini bahwa jika Allah menghendaki, niscaya Dia kuasakan makhluk-Nya yang paling kecil yang tidak tampak oleh mata telanjang untuk mengalahkan mereka, sehingga dapat melucuti kemampuan mereka untuk bergerak dan menjadikan mereka tidak mampu meninggikan tempat pembaringannya, karena kesakitan yang luar biasa akibat makhluk-makhluk yang amat kecil itu.
Tujuannya ialah agar manusia tidak terpedaya oleh kekuasaan dan kedikdayaannya dan menyadari begitu rendah dan hina dirinya di hadapan kekuasaan Allah SWT. Supaya ia ingat bahwa dirinya akan berjumpa dengan Tuhannya, lalu ia membuat perhitungan untuk menghadapi hari di mana tidak berlaku lagi kekuatan, kekuasaan dan pertolongan. Itulah hari yang dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya:
يوم تبلى السرائر,فماله من قوة ولا ناصر
(Pada hari dinampakkan segala rahasia, maka sekali-kali tidak ada bagi manusia itu suatu kekuatanpun dan tidak pula seorang penolong). Qs At-Tariq : 9-10
Sebagian penyakit menunjukkan keadilan Allah SWT di alam ini. Orang yang makan berlebihan misalnya, ia telah mengambil kenikmatan makanan melebihi dari haknya yang semestinya. Karena itu Allah memberi cobaan kepadanya pada suatu saat dari perjalanan hidupnya berupa penyakit yang menghalanginya dari kelezatan makanan, untuk mengingatkan orang tersebut bahwa ia telah mengambil lebih dari haknya selama bertahun-tahun. Maka, agar terjadi keseimbangan neraca, Allah SWT memaksanya mengambil kurang dari haknya selama beberapa tahun pula.
Contohnya, Orang yang berlebihan memakan manis-manisan dan gula, ia terkena penyakit kencing manis [diabetes). Oleh karena itu, ia harus tidak memakan apapun jenis manis-manisan yang mengandung gula. Semula ia mengambil roti putih mewah rasa manis, datanglah masanya ia tidak boleh makan macam apapun roti kecuali yang rasa tawar yang pernah ia menolaknya selama bertahun-tahun. Dalam konteks inilah Allah SWT berfirman :
وكلوا واسربوا ولا تسرفوا إنه لايحب المسرفين
(Makan dan minumlah, dan janganlah berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang perlebihan). Qs Al-A’raf: 32
Selagi Allah SWT memerintahkan kita untuk mengambil jalan tengah, maka orang yang menyimpang dari padanya dalam masalah apa saja, akan menghadapi kekuatan yang datang untuk meluruskan perjalanannya secara paksa. Orang yang berlebihan begadang malam misalnya, ia merusak kesehatannya hingga datang suatu saat di mana ia tidak lagi bisa meninggalkan tempat pembaringannya.
Allah SWT dengan keadilan-Nya menghendaki untuk menggantikan posisi pasien tersebut sebagai kompensasi sakitnya, sebagaimana yang diceritakan dalam hadis Qudsi berikut ini:
ياابن آدم مرضت فلم تعدنى, قال:يارب,وكيف أعودك وأنت رب العالمين؟ قال:أما علمت أن عبدى فلانا مرض فلم تعده,أما علمت أنكلو عدته لوجدتنى عنده؟ياابن آدم استطعمتك فلم تطعمنى قال:يارب وكيف أطعمك وأنت رب العالمين ؟قال أما علمت أنه اسطعمك عبدى فلان فلم تطعمه؟أما علمت أنك لوأطعمته لوجدت ذلك عندى .يا ابن آدم استسقيتك فلم تسقنى .قال يارب ,كيف أسقيك وأنت رب العالمين؟قال:استسقك عبدى فلان فلم تسقه,أما إنك لو سقيته لوجدت ذلك عندى.
[Hai anak Adam! Aku sakit, tapi kamu tidak membesuk Aku. La (anak Adam) menjawab: Hai Tuhanku! Bagaimana aku menbesuk-Mu sedangkan Engkau adalah Tuhan seluruh alam? Allah berfirman : Apaka kamu tidak tahu bahwa hamba-Ku si fulan sakit lalu kamu tindak membesuknya?. Tidakkah kamu tahu bahwa seandainya kamu membesuknya, niscaya kamu dapati Aku di sampingnya. Hai anak Adam I Aku meminta makan kepadamu tapi kamu tidak memberi-Ku makan, la (anak Adam) menjawab: Hai Tuhanku, bagaimana aku memberi makan-Mu sedangkan Engkau adalah Tuhan seluruh alam? Allah berfirman : Tidakkah kamu sadari bahwa hamba-Ku fulan meminta makan kepadamu lalu kamu tidak memberinya makan ? Apakah kamu tidak tahu bahwa seandainya memberinya makan, niscaya kamu dapati Aku di sampingnya. Hai anak Adam! Aku meminta minum kepadamu, tapi kamu tidak mau memberi-Ku minum, la (anak Adam) menjawab : Hai Tuhanku, bagaimana aku memberi-Mu minum, sedangkan Engkau adalah Tuhan seluruh alam ? Allah berfirman: Hamba-Ku fulan meminta minum kepadamu, tapi kamu tidak memberinya minum. Tidakkah kamu tahu bahwa seandainya kamu memberinya minum, niscaya kamu dapati Aku di sampingnya).
Setiap pasien yang mendekatkan diri kepada Allah SWT, Allah pasti menggantikan posisinya sebagai pasien sehingga Allah SWT senantiasa menyertainya, hal itu dimaksudkan untuk meringankan penderitaannya di akhirat kelak terukur dengan penderitaan yang ia rasakan ketika sakit di dunia sekarang.
Adalah suatu kompensasi yang amat besar dan keistimewaan yang luar biasa bila anda senantiasa dalam penyertaan Allah SWT. Sebagaimana Allah SWT melunakkan untuk pasien tersebut hati orang yang melayaninya, baik dari keluarganya sendiri atau orang lain sebagai kompensasi dari kekuatan dan kemampuannya yang hilang karena sakit.
Sumber : Terj. Al Khoir wa Syar
karya As-Syeikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi