Manusia siapapun manusianya pasti mencari kebaikan, tetapi sedikit sekali di antara mereka yang tahu di mana letak kebaikan yang sejati. Manusia pada umumnya mencari kebaikan dunia saja dan melupakan kebaikan akhirat. Itu adalah pandangan yang sempit dan kerdil. Sebab, orang yang berbuat demikian berarti ia membeli sesuatu yang masih dalam perkiraan dengan mengorbankan sesuatu yang sudah pasti. Tentu hal itu merupakan kerugian telak tanpa disangsikan lagi.
Seorang ayah misalnya, mencurahkan segala jerih payahnya dalam rangka mempersiapkan kehidupan duniawi bagi anaknya, dan untuk itulah ia menguras seluruh harta bendanya. Sang ayah memilihkan untuk anaknya sebaik-baik sekolah meskipun dengan biaya yang sangat mahal, atau ia rela melelahkan dirinya demi anaknya agar bisa diterima di fakultas favoritnya kendatipun harus melewati berbagai rintangan.
Jika anda bertanya, mengapa hal itu ia lakukan? Jawabnya adalah; Oemi membangun masa depan anak, atau untuk mempersiapkan masa depan yang cer
cemerlang bagi anak. Katakanlah kepadanya : Anda mencurahkan segala upaya anda untuk sesuatu yang masih dalam perkiraan, semua yang anda lakukan itu hanya berdasarkan dugaan, yakni dugaan bahwa anak anda akan berhasil, akan serius hidupnya dan menjadi orang yang terpandang di dunia.
Tetapi siapakah gerangan yang menjamin bahwa dugaan anda itu akan menjadi kenyataan? Siapakan yang memberitakan kepada anda bahwa anak anda bisa memahami seluruh pelajaran? Jika ia memahaminya, tahukan anda jikalau anak anda itu akan terpikat oleh seorang wanita lalu la kawininya dan akhirnya wanita itu menjadi malapetaka baginya. Atau anak anda itu tergoda oleh setan melalui perangkap penyakit yang dapat meluluh lantakkan harta benda, mengorbankan kesehatan dan menghilangkan masa depan, misalnya dengan mengkonsumsi minuman keras atau narkoba atau judi atau apapun lainnya yang meyebabkan ia kehilangan masa depan secara total dan menghancurkan semua yang telah anda bangun, atau usianya pendek, lalu kematian merenggutnya untuk menyudahi seluruh cita-cita anda. Sungguh anda mempersiapkan sang anak untuk kehidupan duniawi, tapi apakah anda juga mempersiapkannya untuk kehidupan di akhirat?
Pernahkah anda mengeluarkan biaya sebesar setengah atau seperempat dari apa yang telah anda belanjakan untuk kehidupan duniwinya sebagai sarana mempersiapkannya untuk kehidupan akhiratnya? Pernahkah anda mengajarkan kepadanya bagaimana ia shalat atau bagaimana ia baca Al-Quran? Sudahkan anda mengajarkan kepadanya kejujuran, amanat dan berbuat baik kepada kaum fakir miskin, menolong orang-orang yang membutuhkan pertolongan dan menjalin hubungan silaturahim? Ataukah anda acuhkan semua ini dan tidak pernah anda pedulikannya?.
Anda tidak pernah menyuruhnya sama sekali untuk mengerjakan shalat, padahal anda melihat ia tidak shalat. Anda tidak pernah berbicara dengannya sama sekali tentang pentingnya mendapatkan ridha ilahi dan perbuatan apa yang seharusnya ia lakukan untuk memperoleh ridha-Nya. Andak tidak pernah memberi penghargaan kepadanya atas kejujurannya mengemban amanat, atau atas tutur katanya yang benar, atau atas pembelaanya terhadap orang yang teraniaya. Anda tidak pernah lakukan itu semua, padahal seharusnya menjadi prioritas utama bagi anda untuk membekalinya dengan sistem hukum Allah.
Masa depan duniawi yang dengan susah payah anda berjuang mempersiapkan anak anda untuk menyongsongnya, tidak ada sedikitpun padanya yang dapat meyakinkan anda. Masa depan itu bisa jadi terwujud dan bisa jadi tidak. Tetapi anda dan anak anda serta seluruh makhluk pasti yakin akan berjumpa dengan Allah pada hari kiamat. Semua pasti yakin adanya penghitungan amal (hisab) oleh-Nya. Semua pasti yakin akan menikmati kenikmatan di surga atau merasakan pedihnya siksa di neraka.
Dengan sikap dan prilaku anda seperti itu berarti anda telah mementingkan dan menaruh perhatian sebesar mungkin terhadap sesuatu yang masih anda perkirakan dengan mengorbankan sesuatu yang sudah pasti terjadi secara meyakinkan, yaitu perjumpaan dengan Allah yang tidak anda perhatikan dan tidak anda hiraukan. Seharusnya kalau anda mau berpikir, anda tentu mempersiapkan diri anda, anak anda dan keluarga anda untuk sesuatu yang sudah pasti. Kalaulah persiapan anda itu tidak lebih banyak dari pada untuk sesuatu yang masih perkiraan, paling tidak kadar persiapannya sama.
Sumber : Terj. Al Khoir wa Syar
karya As-Syeikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi