Diantara hadits kemuliaan malam nisfu sya’ban adalah yang diriwayatkan oleh Al Bazar dan Imam Baihaki dari Sayyidina Abu Bakar As Shiddiq bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wasallam bersabda,
ينزل الله إلى السماء الدنيا ليلة النصف من شعبان فيغفر لكل شيء إلا لرجل مشرك أو رجل في قلبه شحناء
”Allah Subhanahu wa ta’ala turun ke langit dunia ini dengan menurunkan rahmat-Nya pada malam nisfu sya’ban, sehingga Allah Subhanahu wa ta’ala mengampuni segala sesuatu kecuali orang yang musyrik dan orang yang di dalam hatinya terdapat kedengkian.”
Berkata Al Hafidz Al Mundziri bahwa Isnaduhu La Ba’sa bihi yakni sanad hadits ini tidak ada keburukan. Al Ustadz Nashiruddin Al Albani, walaupun banyak dari ulama-ulama ahli hadits di berbagai penjuru dunia tidak menganggapnya sebagai pakar hadits, dan sangat banyak kitab yang ditulis untuk membantah pendapat-pendapat menyimpang Al Ustad Nashiruddin Al Albani, namun saya ingin mengutip suatu hadits dari karya beliau karena banyak dari kelompok-kelompok yang mengingkari kemulian malam nisfu sya’ban adalah orang-orang yang bertumpu dan fanatik berpegang kepada segala pendapat beliau. Dalam suatu karya beliau yang berjudul Shahih Ibn Maajah yang merangkum seluruh hadits-hadits shohih Ibn Maajah. Pada jilid 1 halaman 414-415 Al Ustadz Nashiruddin Al Albani mengutip suatu hadits dari sahabat Abu Musa Al Asy’ary dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wasallam bersabda:
إن الله ليطلع في ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك و مشاحن
“Sesungguhnya Allah memandang pada malam nisfu sya’ban, maka Allah mengampuni seluruh makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan orang yang mendengki”.
Ketiga hadits di atas cukup untuk menjadi landasan kemuliaan malam nisfu sya’ban agar dimakmurkan dan diistimewakan. Al Imam Abdullah bin Muhammad Al-Ghumari membawakan sekitar 10 hadits yang menyebutkan kemuliaan malam nisfu sya’ban, sebagaimana Al Imam Ibnu Rajab Al Hambali di dalam kitabnya yaitu Lathaiful Ma’arif juga meriwayatkan beberapa hadits tentang kemuliaan malam nisfu sya’ban, sebagaimana Al Imam As Suyuti di dalam tafsirnya yaitu Ad Durr Al Mantsur juga menyebutkan tentang kemuliaan malam nisfu sya’ban, dan banyak ulama-ulama besar lainnya yang menyebutkan hadits-hadits tentang kemuliaan malam nisfu sya’ban. Walaupun hadits dhaif tidak dapat dijadikan sebagai hujjah dan lndasan hukum, namun dapat dijadikan sebagai landasan di dalam fadhail a’mal dengan syarat-syaratnya. Ketika banyak hadits dhaif yang meriwayatkan tentang perkara tertentu, maka status kedha’ifannya terangkat menjadi kuat dengan banyaknya dukungan dari hadits dhaif lainnya. Apa yang dilakukan oleh para ulama sejak dahulu di Negeri Syam dan di beberapa negeri lainnya dalam memakmurkan malam nisfu sya’ban sudah cukup dapat dijadikan sebagai hujjah, contoh dan teladan.