Para ulama ahli hadits meriwayatkan hadits-hadits dhaif dan membuat aturan, syarat dan ketentuan yang ketat terhadapnya tiada lain karena kehati-hatian mereka yang amat sangat besar terhadap hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wasallam. Sebagaimana mereka tidak berani menyatakan suatu kepastian yang bulat bahwa hadits dhaif sebagai hadits yang sangat pasti keabsahannya, mereka juga tidak berani menyatakan suatu kepastian bulat bahwa hadits dhaif sebagai hadits yang palsu. Mereka khawatir jika mereka menyatakan bahwa hadits dhaif tersebut adalah pasti keabsahannya namun ternyata tidak demikian dan sebaliknya mereka juga khawatir jika mereka menyatakan bahwa hadits dhaif sebagai hadits palsu namun ternyata tidak demikian. Karena itulah mereka meriwayatkan hadits-hadits dhaif agar tidak membuang apa yang berkemungkinan sebagai bagian dari agama Allah, dan mereka membuat aturan, syarat dan ketentuan yang ketat terhadapnya agar membentengi agama Allah dari apa yang kemungkinan bukan sebagai bagian dari agama Allah.
Malam nisfu sya’ban adalah malam yang mulia di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala serta malam yang penuh dengan keberkahan dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Banyak diriwayatkan dari hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wasallam yang menyebutkan tentang keistimewaan dan kemuliaan malam nisfu sya’ban. Beberapa yang diriwayatkan adalah hadits yang berstatus shahih, hasan, dha’if, sangat lemah, dan palsu. Kita tidak akan menggunakan hadits yang palsu karena hadits palsu tidak dapat dijadikan sebagai hujjah, bahkan tidak pantas disebut sebagai hadits. Terdapat hadits-hadits yang shahih dan hasan sebagaimana juga terdapat hadits-hadits yang dha’if.
Al Muhaddits Al Imam As-Sayyid Abdullah bin Muhammad Al-Ghumari (seorang ahli hadits besar di Maghrib), beliau di dalam kitabnya menyebutkan sekitar lebih dari 10 hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wasallam yang meriwayatkan tentang kemuliaan malam nisfu sya’ban secara khusus. Memakmurkan malam nisfu sa’ban adalah perkara yang tidak dilarang oleh agama, sebab malam tersebut adalah malam yang mulia di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala serta penuh dengan keberkahan-Nya.
Dahulu para ulama di Negeri Syam memakmuran malam nisfu sya’ban, baik secara sendiri maupun berkelompok di masjid. Di antara ulama yang berpendapat dan ikut memakmurkan malam nisfu sya’ban di masjid adalah seorang ulama besar di Negeri Syam, yaitu Khalid ibnu Ma’dan, Lukman bin Amir, serta ulama-ulama besar lainnya. Diriwayatkan bahwa mereka pada malam nisfu sya’ban memakai pakaian terbagus, wewangian terharum, dan mereka memakmurkan malam nisfu sya’ban di masjid dengan beribadah semalam suntuk kepada Allah Subhanahu wata’ala.