MAJELIS SILATURAHIM GABUNGAN
SABTU, 26 OKTOBER 2014
MASJID AT TAUBAH
Kutipan ceramah Al Habib Ahmad bin Novel bin Jindan
Pembaca yang dimuliakan Allah SWT,
Bangsa Arab selalu melaksanakan ibadah haji dari zaman Nabi Ibrahim a.s. Bangsa Arab melaksanakannya sesuai dengan ajaran agama Nabi Ibrahim a.s. Namun, generasi setelah Nabi Ibrahim a.s usai, dirubahlah agama Nabi Ibrahim a.s sedikit demi sedikit hingga disembahnya berhala sampai penyimpangan-penyimpangan lainnya yang sangat besar. Orang-orang dari seluruh penjuru dunia datang ke Mekah untuk melaksanakan ibadah haji, dan kesempatan ini dimanfaatkan oleh Rasulullah SAW. Beliau mendatangi perkemahan para jama’ah haji untuk menyerukan kepada mereka agama Allah SWT sehingga ada riwayat menyebutkan,
“Wahai manusia, aku ini adalah utusan yang diutus oleh Allah SWT kepada kalian, maka serukanlah Tiada Tuhan selain Allah dan Aku ini adalah utusan Allah. Sembahlah Allah, jangan engkau menyekutukannya, janganlah kalian menyembah berhala.”
Rasulullah SAW juga mendatangi pasar-pasar yang diadakan pada tanggal tertentu oleh bangsa arab untuk mengajak mereka kejalan Allah SWT. Selama bertahun-tahun, Allah perintahkan kepada Nabi Muhammad SAW berdakwah secara terang-terangan. Karena dahulu pada saat 3 tahun pertama kenabian, Allah memerintahkan berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Ketika meninggalnya paman Nabi SAW, dakwah semakin berat karena tidak ada lagi sosok seorang yang membela dan melindungi Rasulullah SAW dari orang-orang jahat dan orang kafir. Rasulullah kemudian pergi ke Thaif untuk meminta dukungan dan pembelaan serta mengajak para penduduk Thaif ke jalan Allah, karena di daerah Thaif masih ada kerabat-kerabat Nabi Muhammad. Ketika Rasul SAW mengajak para penduduk Thaif, bukan pembelaan yang Rasul dapat melainkan hinaan, makian, dan lemparan batu. Namun, Rasul berdoa kepada Allah agar dikemudian hari penduduk Thaif menjadi para pembela agama Allah.
Selepas Rasulullah SAW pulang dari Thaif, Allah menghibur Nabi SAW atas segala kesedihan yang menimpanya dengan memberangkatkan Nabi Muhammad SAW untuk Isra wal Mi’raj. Setelah itu, di bulan Zulhijjah (musim haji), Rasulullah kembali mengunjungi perkemahan untuk mengajak kejalan Allah dan inilah permulaan keislaman orang-orang kaum Anshar. Rasul mengunjungi perkemahan dari Yastrib yang sekarang dikenal dengan Kota Madinah Almunawarah.
Bangsa Arab Anshar terbagi menjadi 2 golongan, yaitu suku Khadraj dan suku ‘Aush yang sebenarnya satu rumpun karena leluhur mereka bersaudara. Namun, mereka selalu diadu domba oleh Yahudi. Kaum Yahudi juga dibagi 3 golongan, yaitu Bani Ghainughah, Bani Naghir, dan Bani Ghuraidhah. Dari ketiga kaum tersebut, masing-masing kaum mendukung diantara suku Khadraj dan suku ‘Aush agar kedua kaum Arab Anshar saling terpecah-belah. Sebab dengan terpecah-belahnya kaum Arab Anshar, akan menguntungkan kehidupan para kaum Yahudi. Terjadilah pertempuran besar antara 2 kaum Arab Anshar dan permusuhan ini terjadi lebih dari 120 tahun sebab dari adu-domba kaum Yahudi. Para petinggi-petinggi kedua kaum Arab banyak yang meninggal.
Suatu ketika, kedua suku Arab Anshar ini mengalami perselisihan kecil yang sampai kepada puncak perselisihan besar dengan para kaum Yahudi yang mendukung mereka. Para kaum Arab memutuskan untuk berperang dengan kaum Yahudi. Namun, kaum Yahudi takut dan menolak untuk bertempur. Para kaum Yahudi mengancam Bangsa Arab Anshar apabila Nabi akhir zaman dating, maka para kaum Yahudi akan beriman kepadanya. Dengan mendapat dukungan dari Nabi tersebut, maka Kaum Arab Anshar akan dibunuh dan disembelih.
Bangsa Arab Anshar sering mendengar tentang kabar kedatangan Nabi akhir zaman dari para Yahudi, dan beberapa dari bangsa Yahudi menyebutkan sifat dan ciri-ciri Nabi tersebut. Beberapa kelompok orang dari masing-masing suku yang pada saat itu petinggi mereka sudah banyak yang meninggal, mereka datang ke Mekah untuk pergi Haji dan untuk meminta dukungan masalah Politik dan masalah pertempuran kepada Bangsa Arab yang ada di Mekah yaitu Kaum Quraisy.
Rasulullah pada saat itu datang ke perkemahan para pendatang yang melaksanakan ibadah Haji dan sampailah pada perkemahan Bangsa Arab Anshar Khadraj dan Perkemahan Bangsa ‘Aush lalu mengajak mereka kejalan Allah. Kaum Khadraj dan ‘Aush di perkemahan mereka masing-masing, mereka saling berbicara, “Orang ini seperti yang selama ini disebut oleh orang-orang Yahudi”. Mereka teringat pada kata-kata orang-orang Yahudi yang menyebut ciri-ciri dan sifat dari Nabi akhir zaman. Ada diantara mereka berkata, “Jangan sampai kita didahului oleh orang-orang Yahudi.” Dan ada juga yang berkata, “Sudahlah, jangan kita pikirkan orang ini yang mengaku Nabi, kita datang kesini bukan untuk mencarinya melainkan untuk mencari kaum Quraisy.” Dan pembicaraan antara kaum Anshar dengan Rasulullah pun berakhir. Setelah melaksanakan ibadah Haji dan menemui kaum Quiraisy, para kaum Anshar dari masing-masing suku pulang dengan membawa kabar bahwa di Mekah ada seorang yang mengaku Nabi yang selama ini disebut oleh orang-orang Yahudi.
Setelah setahun berlalu kaum Anshar, yaitu kelompok suku Khadraj dan kelompok suku ‘Aush, mereka datang kembali sebanyak 6 orang untuk melaksanakan ibadah Haji ke Mekah. Selain itu, mereka penasaran dengan kabar tahun lalu bahwa ada yang mengaku Nabi akhir zaman di Mekah dan ingin bertemu dengan Nabi tersebut. Rasulullah datang kembali ke perkemahan-perkemahan mereka yang terletak di bukit Al-Aqabah (tempat melempar jumrah), untuk menawarkan kepada mereka agama Islam. Lalu diantara mereka saling berdiskusi dan ada yang berkata, “Dia sudah pasti Nabi yang disebut-sebut orang Yahudi, jangan sampai kita didahului oleh orang-orang Yahudi, sebab orang-orang Yahudi selalu mengancam kita bila Nabi akhir zaman datang maka mereka akan beriman kepadanya dan kita akan dibunuh dan disembelih oleh nya. Sebaiknya jika kita beriman kepadanya sebelum orang-orang Yahudi, maka mereka para kaum Anshar dari suku Khadraj dan ‘Aush akan beriman kepada Allah Ta’ala.”
Para orang-orang Anshar mengadukan masalah mereka kepada Rasulullah SAW. Mereka berkata, “Ya Rasulullah, beberapa waktu lalu kami mengalami pertempuran besar diantara kaum kami satu sama lain dan pemimpin-pemimpin kami sudah gugur sehingga negeri kami tidak memiliki pemimpin. Kalau saja engkau datang kepada kami dan bangsa kami bisa menerima engkau, maka sungguh engkau menjadi orang yang paling terhormat ditengah-tengah kami.” Pertemuan ini adalah pertemuan bersejarah kaum Anshar ketika menganut agama Islam. Setelah itu, mereka pulang dan menyebarkan kabar ditengah-tengah bangsa Arab di kota Madinah.
Tahun berikutnya datanglah 12 orang dari Madinah khusus untuk berjumpa dengan Rasulullah yaitu 10 orang daru suku Khadraj dan 2 orang dari suku ‘Aush. Merka berjumpa dengan Rasulullah di bukit Aqabah dan diBaiat oleh Rasulullah, yang berisi apabila Nabi datang kepada mereka maka mereka hendaknya melindungi Nabi SAW sebagaimana mereka melindungi anak dan istri mereka dari segala gangguan. Dan mereka berjanji dengan itu. Lalu mereka pulang ke Madinah dengan 2 orang sahabat utusan Rasulullah yaitu Mus’ab bin ‘Umair dan Sayyidina Abdullah bin Ummi Maqtub untuk berdakwah di Madinah.
Selama 1 tahun Mus’ab bin ‘Umair dan Abdullah bin Ummi Maqtub masuk kerumah orang-orang Anshar, kota Madinah menjadi kota yang setiap rumah ada sedikitnya 1 orang muslim. Islam sudah tersebar ke seluruh Madinah dan hampir seluruh penduduk Arab Anshar di Madinah beriman kepada Allah. Hal ini belum diketahui oleh orang-orang Yahudi.
Satu tahun berlalu sejak diutusnya Mus’ab bin ‘Umair dan Abdullah bin Ummi Maqtu, kemudian kaum Anshar dalam rombongan besar pergi ke Mekah sebanyak 73 orang Muslimin yang ingin menemui Rasulullah dan bersama mereka orang-orang kafir yang ingin melaksanakan ibadah Haji. Rasul menjanjikan perjumpaan pada hari ketiga yang bertempat di bukit Aqabah pada tengah malam, dan Rasul SAW berpesan agar jangan membangunkan orang-orang yang sedang tidur. Maka berkumpulah 73 orang di bukit Aqabah dan menunggu kedatangan Rasulullah SAW.
Kemudian datanglah Rasulullah SAW bersama kedua sahabatnya yaitu Sayyidina Abu Bakar Siddiq dan Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib, sebagaimana Sayyidina Muhammad memerintahkan Sayyidina Ali bin Abi Thalib untuk berjaga di pintu masuk lembah Mina. Ketika semua sudah berkumpul, Sayyidina Abbas berdiri, kala itu ia belum menjadi muslim, ia membela Nabi Muhammad SAW karena sebagai paman dari Nabi ia harus melindungi keponakannya yang usianya berbeda setahun dengannya. Sayyidina Abbas berkata, “Wahai orang-orang Yastrib, kalian kesini untuk mengambil janji setia untuk membela koponakanku Muhammad. Ketahuilah, keponakanku Muhammad dia hidup ditengah-tengah antara kaum Bani Hasyim dan Bani Mutholib yang terkenal dengan keberanian dan kehebatan dalam berperang. Dan kami sampai saat ini tetap melindungi dan menjaga keponakan kami dari gangguan orang-orang, namun keponakanku lebih memilih kalian orang-orang Yastrib daripada kami. Bagi kami tidak ada masalah jika memang itu yang disukainya. Hanya saja kami ingin menyatakan kepada kalian, jika kalian sekarang ingin mengambil janji setia keponakanku lalu kalian menghianatinya, lebih baik jangan. Dia sudah kami urus dan kami jaga dan kami lindungi. Tetapi jika kalian ingin membela dan melindunginya sebagaimana kalian melindungi anak dan istri kalian kami persilakan karena inilah yang ia sukai.” Lalu seorang Anshar, yaitu Al-Barra bin Ma’ruf berdiri dan berkata kepada Sayyidina Abbas bis Abdul Muthalib, “Demi Allah, jika kami memendam sesuatu yang lain dari yang kami katakan sebelum ini kepada Muhammad maka akan kami katakan. Namun, kami dari awal sudah ingin membela dan ingin berjuang bersamanya. Kami kesini untuk menunaikan janji setia hidup dan mati kami untuk membelanya.” Lalu Al-Barra bin Ma’ruf berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, silakan apa yang engkau ingin ambil sebagai janji untukmu dan untuk Tuhanmu, apapun yang engkau sebutkan dalam perjanjian akan kami penuhi.” Lalu Rasul berdiri dan berkata, “Untuk Tuhanku, aku mengambil janji kalian agar kalian menyembahnya, Allah SWT dan tidak menyekutukan Allah SWT. Adapun untukku, aku mengambil janji dari kalian apabila aku datang kepada kalian agar kalian membelaku dan melindungiku sebagaimana kalian melindungi anak dan istri kalian.” Lalu berdiri lagi seorang dari Anshar bernama Haitam bin Tayhan berkata, “Ya Rasul, kami terikat perjanjian politik dengan orang-orang Yahudi, setelah ini kami tidak akan berurusan dengan mereka. Urusan kami sekarang adalah perjanjian agama dengan engkau, kami akan tunaikan segala perjanjian yang kami buat denganmu. Hanya saja, ada satu hal ya Rasul, ketika kami berjanji dan kami tunaikan engkau datang, kami berjuang bersamamu, kemudian Allah mengibarkan benderamu dan kemenangan engkau raih, apakah engkau akan meninggalkan kami? Lalu engkau kembali ke kampung halamanmu disini?” Rasul menjawab, “Tidak, hidupku untuk kalian dan matiku untuk kalian.”
Setelah mendengar perkataan Rasulullah, orang-orang Anshar sangat gembira dan menyatakan perjanjian ini untuk selama-lamanya. Lalu Rasulullah dengan para kaum Anshar saling membaiat janji dan setelah itu Rasul meminta perwakilan atas kaum Anshar sebanyak 12 orang, Rasulullah yang menjadi wakil bagi kaumnya. Setelah itu, mereka pulang ke perkemahan masing-masing. Dan keesokan harinya, pada saat mereka hendak pulang ke Madinah, para petinggi Kafir Quraisy mendatangi perkemahan mereka karena mereka mengetahui perkumpulan Anshar dengan Rasulullah. Dengan marah, petinggi Kafir Quraisy berkata, “Kami mendengar pertemuan kalian dengan Muhammad, ketahuilah kalian para penduduk Yastrib adalah sahabat kami, jangan putuskan persahabatan antara kami dengan kalian.” Ke-73 orang yang saling berbaiat dengan Rasul SAW terdiam, namun berbicaralah salah seorang orang kafir Yastrib yang tidak mengetahui perjanjian tersebut, “Mengapa kalian menuduh kami? kami tidak ada sangkut pautnya.” Sedang kaum Yastrib yang masuk Islam tetap berpura-pura tidak tahu. Kemudian kaum kafir Quraisy berkata, “Jika kalian memang duduk bersama dengan Muhammad maka akan ada permasalahan besar antara kami dengan kalian.” Kemudian mereka meninggalkan madinah, dan di tengah perjalanan, mereka (kaum Kafir Quraisy) baru mengetahui tentang pertemuan tersebut.
Setelah itu kaum muslimin satu per satu (termasuk Nabi Muhammad SAW) hijrah ke Madinah secara sembunyi-sembunyi. Sebab, jika dilakukan secara terang-terangan, maka mereka akan diganggu, disiksa dan dikembalikan lagi. Namun, Sayyidina Umar Bin Khatab melakukan hijrah secara terang-terangan. Ketika semua orang sudah hijrah, sampailah pada giliran Sayyidina Umar Bin Khatab bersama dengan 2 orang lainnya berhijrah. Sayyidina Umar pergi ke Ka’bah dengan membawa senjatanya dan dia melakukan tawaf. Disana terdapat kelompok-kelompok pembesar kaum Kafir Quraisy dan Sayyidina Umar pun seraya berkata sambil bertolak pinggang kepada kaum Kafir Quraisy, “Hari ini aku akan melakukan hijrah ke Madinah, tentu kalian tidak akan menyukainya. Maka siapa diantara kalian yang menginginkan istri kalian menjadi janda dan anaknya menjadi yatim maka datangilah saya di belakang bukit ini.” Sayyidina Umar pun menunggu dari pagi sampai sore hari di balik bukti, namun ternyata tidak ada yang datang, maka Sayyidina Umar berangkatan bersama 2 orang yang menyertainya ke kota madinah.
2